Mohon tunggu...
Hery Menyebar
Hery Menyebar Mohon Tunggu... -

Karyawan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bibir

1 September 2016   15:07 Diperbarui: 1 September 2016   15:39 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku berkalang salah, saat bibirmu bergerak ucap"bibir atasku baru saja terluka, pedih,"."Apakah karena aku terlampau kuat mengambil nikmat dari keindahanmu?," tanyaku pelan kepadamu.Sebelum jemari tanganmu selesai menyusuri raut mukaku kau pun berkata,"Tidak, bukan itu. Hanya saja aku takut atau malu jujur padamu," jawabmu dengan suara sedikit bergetar di atas pembaringan yang hanya cukup untuk saru orang. Kudekatkan sekali kagi wajahku ke wajahmu. Dalam diam hatiku mengatakan tidak ada suara kejujuran bagi yang telah meninggalkan kemunafikan."Katakanlah, agar kita segera melanjutkan yang sedikit tersisa ini. Ya, sedikit lagi semuanya akan kita akhiri," kataku padamu."Luka di bibir atas ku tak perlu kau risaukan. Hanya kau belum tahu luka itu sering menimpaku sebelum kita bertemu dan bercumbu, wahai kau pria beruntung" ucapmu usai berusaha duduk agak menjauh dariku. Dengan telapak tangan kananmu yang menutupi sebagian bibirmu lalu kau ungkapkan"Terkadang di bibir bawahku ia berikan tempat untuk beberapa luka itu agar betah berdiam. Walaupun pedihtak apa, kusanggup menahannya untuk berbilang waktu," aku hirup napas panjang mendengar ketegaranmu. Di tengah kelembutanmu aku cium dengus keperkasaan yang tidak bisa terpahatkan oleh seniman rupa manapun."Siapa yang sebegitu tega melukai bibirmu? Sepasangbibir setipis tisu basah, seindah rajutan burkah dan selalu diperebutkan semua perjaka yang berharap berkah. Pria mana yang tidak mencintai keindahan dan kesucian dari dirimu?" Tanyaku sedikit meninggi."Jika sariawan itu merindukan kedua bibirku, aku berjuang pasrah dan kularang diriku mengusir sariawan yang bukan lawan,". Mendengar jawabmu akutersungkur melanjutkan dengkur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun