Mohon tunggu...
Hery Menyebar
Hery Menyebar Mohon Tunggu... -

Karyawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengais Cara Suci Menuju Tanah Suci

2 September 2016   02:37 Diperbarui: 2 September 2016   02:44 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apabila sepakat bunga bank adalah riba maka percayakan tidak ada yang mampu terlepas darinya saat ini. Bank sudah menjadi celengan canggih bagi nasabahnya, karena celengan tradisional yang dulu biasanya disimpan di rumah hanya mampu menyimpan, tidak mampu menggandakan isi di dalamnya sebagaimana fungsi tabungan pada perbankan atau deposito. 

Dalam sebuah hadits disebutkan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal dosanya’.”(HR. Muslim).

Manakala calon jamaah haji yang telah menabung uangnya di dalam celengan yang di sebut bank selama bertahun-tahun dan telah mencapai limit Rp25 juta maka ia diwajibkan melunasi biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), tahun ini berkisar Rp34 juta. Adapun uang sebesar Rp25 juta tadi yang disetor ke bank telah mengembang. Pengembangan atau bunga bank itu disebut oleh penyelenggara haji sebagai dana optimalisasi.

“Yang dibayar jamaah sekitar Rp25,2 juta adapun yang Rp200 ribu diambilkan dari dana optimalisasi," kata penyelenggara haji. 

Selain 200 ribu, biaya pemondokan sebagian juga dibayarkan dari dana optimalisasi. Konsumsi jamaah selama di negeri Paman Saud itu, kemudian biaya transportasi, biaya manasik dan akomodasi di dalam negeri, lalu embarkasi disebutkan juga diambil dari hasil optimalisasi celengan haji. Entah maksud penggunaan kata "optimalisasi" dan bukan maksimalisasi.

Pemerintah sebagai penyelenggara haji telah mengumumkan pada tahun 2015 tabungan haji terkumpul sebesar Rp81,59 triliun, yang diperkirakan akan terus menggunung menjadi Rp120 triliun dalam waktu empat tahun kemudian.

"Untuk itu, dana haji harus dikelola dengan baik agar nilai manfaatnya bisa dikembalikan ke jamaah,” kata pengelola dana haji.

Dana puluhan triliun itu disimpan di bank dengan sifat bank yang memberikan bunga atau keuntungan dalam bentuk bertambahnya nilai uang. Bank melakukan itu karena bank juga menerima keuntungan akibat penggunaan dana haji. Inilah yang dimaksud optimalisasi dari tabungan haji. Niatan yang suci, dari jamaah untuk jamaah. Calon jamaah haji pastinya tidak menginginkan ibadah pamungkas yang mereka nantikan tersebut bercampur atau disusupi dengan aroma syubhat (tidak jelas halal dan haram) bahkan sesuatu yang dilarang untuk dijalankan. Pergi berhaji ke tanah suci dengan niat yang suci dan dengan cara yang paling suci. Itu harapan jamaah haji. Obrolan dana optimalisasi yang bersumber dari dana tabungan haji diketahui sudah menjadi kapitalisasi yang tidak dapat dihindari karena sistem yang dengan jelas memaksanya. Kendati Tuhan sudah mewanti-wanti untuk tidak mencampurkan antara yang haq dan bathil. Adapun calon jamaah haji yang ramai ketahuan memilih berangkat dari Philipina mungkin juga bagian dari rangkaian sistem pelaksanaan ibadah yang sangat menggiurkan bagi pencari keuntungan materi. Kemungkinan juga akibat kelelahan memelototi daftar tunggu jamaah haji yang telah mencapai 2 juta orang ini sehingga mencari-cari cara cepat berhaji. Mengais-ngais jalan suci yang hampir sulit ditemui. Meski yang sudah berhaji dilarang berhaji lagi karena berbagi kesempatan dengan yang lain, namun belum ada perubahan yang menenteramkan umat soal pengelolaan dana haji. Celengan untuk menuntaskan pelaksanaan rukun Islam yang setiap tahunnya hampir Rp100 triliun itu, katanya bisa digunakan untuk membeli pesawat Boeing seharga Rp1,2 triliun per unit dengan kapasitas 300 tempat duduk. Untung ini tidak dilakukan, sehingga celengan haji dapat diputar-putar untuk keperluan yang lain. Tuhan maha pengasih dan pengampun, semoga saat wuquf di Arafah, jamaah haji asal negeri ini diberikan kekuatan dalam beribadah, kekuatan dalam memohon ampunan di tengah ketidakberdayaan dalam menjauhi larangan Tuhan. Semoga, dalam wuquf di Arafah mereka memperoleh derajat tertinggi karena menyadari bahwa tidak ada cara lain selain cara ini untuk memenuhi panggilan suci. Dalam wuquf, saat dimana pengakuan ketidakberdayaan hamba terjadi, semua anasir kepentingan duniawi semoga terampuni, terganti dengan kesucian hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun