Mohon tunggu...
Hery Azwan
Hery Azwan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

iPad dalam Pembelajaran

13 Desember 2012   14:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:43 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setelah munculnya iPad, dunia pendidikan juga mengalami revolusi. Buku teks pelajaran yang selama ini dalam bentuk cetak mulai tersingkir. Di Amerika sana  sebagai tempat lahirnya iPad, penerbit besar seperti Prentice Hall dan McGraw Hill telah membuat buku pelajaran versi iPad yang lebih interaktif, tidak dalam bentuk pdf yang statis. Sayang sekali, buku ini belum bisa dibeli dari Indonesia sehingga saya tidak bisa mencicipinya. Mungkin Apple masih memprioritaskan wilayah Amerika lebih dulu agar rakyat Amerika tidak terkejar kemajuannya oleh siswa negara lain. Dari website Apple dapat disaksikan kalau buku ini sangat memanjakan siswa. Di buku ini tidak hanya ada teks dan gambar, melainkan suara dan video. Kalau kita mau melihat contohnya, mungkin formatnya seperti majalah Detik atau Media Indonesia versi iPad.  Beberapa buku digital yang telah saya beli dan cukup memuaskan di antaranya buku Our Choice karya Al Gore. Buku ini terdiri dari banyak bab. Tiap bab berisi beberapa halaman teks. Di setiap halaman terselip foto, video atau audio. Yang uniknya, foto yang ada dilengkapi dengan lokasi. Jika diklik, maka langsung terhubung dengan Google Maps yang menunjukkan lokasi foto tersebut diambil. Buku seharga USD4.9 ini juga berisi welcome speech dari Al Gore dan tutorial untuk mengakses buku. Benar-benar pengalaman belajar yang menyenangkan. Siswa pasti akan senang membaca buku ini.

Di Indonesia sendiri, belum banyak aplikasi pembelajaran yang ada. Untuk buku teks, baru penerbit Grafindo yang berkecimpung. Hanya saja buku Facil terbitan Grafindo ini belum interaktif. Namun, sebagai lompatan untuk menuju buku interaktif, buku ini sudah dianggap memadai. Bayangkan, siswa tak perlu lagi membawa ransel yang berat ke sekolah, tetapi cukup membawa sekeping iPad yang sangat ringan. Memang harga iPad masih relatif mahal, tetapi jika dibandingkan manfaatnya maka harga mahal menjadi relatif. Tentu saja untuk keperluan belajar tidak perlu membeli yang 3G, namun cukup yang edisi wifi saja. Itupun cukup yang berkapasitas memori 16 GB. Harganya sekitar Rp5.200.000. Kalau itupun masih dianggap mahal, orangtua bisa membelikan anaknya tablet seperti Imo, Cyrus Atom, Huawei atau Smartfren yang harganya berkisar dari Rp700.000-1.500.000. Cukup murah kan? Apalagi kalau dibandingkan dengan harga PS, Wii dan perangkat hiburan lainnya.

Selain menjadi alat untuk membaca buku, iPad juga bisa menjadi alat untuk melakukan presentasi. Guru dapat membuat slide di aplikasi Keynote yang compatible dengan Power Point. Tentu saja aplikasi ini perlu dibeli, meski harganya tidak semahal software asli Microsof Office. Kalau tidak salah, harganya USD9.9. Guru tinggal mencolokkan iPad ke proyektor dengan kabel HDMI. Dijamin siswa tidak ada yang tidur.  Dengan aplikasi Syncsoace yang bisa dibeli di Appstore, guru juga bisa menulis laksana menulis dengan kapur di atas papan tulis. Kalau Anda pernah menyaksikan acara The Golden Way Mario Teguh pasti Anda paham apa yang saya maksudkan.

Terlepas dari itu, iPad hanyalah alat. Gurulah yang paling berperan untuk mendidik siswa. Diharapkan iPad dapat memudahkan dan mengasyikkan proses belajar mengajar di kelas, bukan malah membuat siswa menjadi orang yang individualis, malas dan kurang kreatif.    Di tengah banjirnya informasi, terutama dengan begitu mudahnya mencari referensi via mesin pencari kata, sekolah seyogyanya lebih mengarahkan siswanya untuk menjadi pembelajar mandiri yang kreatif, analitis dan pemecah masalah. Apa yang dapat dicari di Google tidak perlu dihapalkan lagi. Satu lagi, pelajaran yang tidak bisa diberikan oleh Google adalah karakter seperti integrity, kegigihan, kepemimpinan, dsb.

Saya jadi teringat cerita persidangan Henry Ford saat dituduh sebagai orang yang bodoh oleh kalangan intelektual masa itu. Menurut Ford, "Saya memang tidak tahu jawaban dari pertanyaan yang Anda sampaikan, tetapi saya bisa membayar orang yang tahu jawabannya". Jadi, apa yang bisa dijawab oleh Google tidak perlu diajarkan di sekolah ya....  Bagaimana di sekolah Anda atau anak Anda? Sudahkah sekolah menggunakan teknologi informasi terkini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun