Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tiga Kru KRL Layak Disebut Syuhada dan Pahlawan

13 Desember 2013   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386925031808280453

[caption id="attachment_308373" align="aligncenter" width="531" caption="Berkat pengorbanan ketiga kru KRL itu, gerbong kereta tidak tergelincir atau terguling. "][/caption]

Benar juga anggapan yang menyatakan bahwa dalam keadaan kepepet atau genting seseorang akan diketahui watak aslinya. Dibalik peristiwa tabrakan KRL Commuter dengan truk tangki BBM di perlintasan Pondok Betung, Bintaro Jaksel bisa menjadi contohnya (9/12). Seperti banyak diwartakan banyak media bahwa diantara korban yang meninggal adalah tiga kru kereta yang sedang bertugas saat itu: masinis, asisten, dan teknisi. Kematiannya begitu dramatis dan heroik, dan tidak berlebihan bila oleh Dirut KAI Ignasius Johan disebut Syuhada.

Penyebutan syuhada ataupun pahlawan layak diberikan kepada para kru KRL itu : Sofyan Hadi, Darman Prasetyo, dan Agus Suroto. Dalam keadaan yang sangat genting ketiga kru itu memberikan pelayanan yang terbaik dan penuh tanggung jawab. Walaupun harus kehilangan nyawanya sekalipun. Seperti dikisahkan korban yang selamat, sebelum tabrakan terjadi salah satu kru memperingatkan penumpang untuk segera pindah ke gerbong belakang, kru yakin bahwa tabrakan tidak akan terhindarkan. Kemudian ia kembali lagi ke ruang kendali.

Ketiga kru KRL itu dalam kondisi genting dan berbahaya sekalipun masih setia pada tugasnya. Seperti yang dituturkan Dirut KAI, Ignasius Johan bahwa ketiga kru itu telah melakukan hal yang terbaik dengan mengambil langkah yang paling kecil dampak resikonya. Seperti yang kita ketahui korban tidak jatuh lebih banyak. Sebenarnya KRL dapat direm sebelum tertabrak truk BBM. Bisa jadi tabrakan tidak terjadi namun kereta akan tergelincir dari rel, ketiga kru itu bisa jadi selamat tetapi belum tentu pada gerbong belakangnya yang terdapat banyak penumpang.

Menurut Johan pula, bisa saja ketiga kru itu melompat sebelum tabrakan terjadi dan membiarkan kereta melaju kencang, dan mereka bisa selamat. Namun resikonya juga besar tabrakan itu akan menyebabkan gerbong akan banyak hancur, akibatnya sama saja korban akan jatuh yang lebih besar. Yang mereka lakukan adalah tetap melakukan pengereman secara normal supaya seluruh rangkaian gerbong tidak terguling. Tabrakan itu akhirnya terjadi dan menyebabkan ledakan dan kebakaran, maklum saja dengan truk bermuatan BBM. Dan ketiganya lebih memilih tetap di garda depan walaupun harus merelakan nyawanya. Ratusan penumpang dapat terselamatkan.

Sekali berarti lalu mati

Kutipan dari puisi Chairil Anwar, “sekali berarti lalu mati”, cocok disematkan ketiga kru KRL itu. Begituberartinya yang mereka lakukan untuk meyelamatkan nyawa yang lebih banyak, walau konsekwensinya mereka harus mati. Melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa untuk orang lain dengan pengorbanan diri yang besar pula. Dan itu hanya bisa dijalankan oleh orang yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap profesinya, dengan menjalankan penuh rasa tanggung jawab.

Sudah selayaknya kita semua mengapresiasi ketiga kru KRL itu. Kita dapat berkaca kepada mereka tentang arti –apa yang disebut- pengorbanan dan kewajiban. Kita selayaknya intropeksi diri yang kerap kali lebih menuntut hak daripada kewajiban, lebih berhitung apa yang diterima dan yang diberikan (take and give).Jika dihitung secara materi jelas tidak sebanding gaji yang diterima kru KRL itu, dengan resiko dan tanggung jawab yang menyertainya.

Seperti lagunya God Bless bahwa hidup adalah panggung sandiwara, setiap orang memerankan perannya masing-masing. Hidup itu juga pilihan, semua alternatif bisa diupayakan dengan kesadaran penuh. Apa yang menjadi pilihan adalah pilihan kita sendiri. Dalam keadaan yang genting setiap orang bisa memilih menjadi pahlawan, pecundang, atau orang yang biasa-biasa saja.

Menjadi pahlawan bisa terjadi kepada siapa saja. Tidak perlu menjadi orang besar terlebih dahulu, dengan jabatan tinggi atau pada strata yang –dianggap orang- tinggi. Dalam posisi apapun jika mempunyai kontribusi yang besar maka ia layak di sebut pahlawan.Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Kita apresiasi juga kepada Dirut KAI yang menghargai pengorbanan jajaran bawahannya itu. Apa yang telah dilakukan ketiga kru KRL itu tidaklah sia-sia, namanya tetap terkenang dengan diabadikan menjadi nama balai pelatihan dan pendidikan (Diklat) KAI yang ada di tiga kota Bekasi, Jogjakarya, dan Bandung.

Link terkait:

http://news.detik.com/read/2013/12/12/103937/2439706/10/mengapa-kereta-tak-mengerem-darurat-saat-tabrak-truk-bbm-ini-kata-dirut-kai?991104topnews

http://news.detik.com/read/2013/12/12/102510/2439681/10/sambil-tersedu-dahlah-iskan-kai-sangat-terluka-dengan-kecelakaan-bintaro?nd771104bcj

http://news.detik.com/read/2013/12/12/072219/2439514/10/nama-pegawai-kai-yang-tewas-dalam-kecelakaan-kereta-vs-truk-diabadikan?nd771104bcj

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun