Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tempat ini Setelah 30 Tahun yang Lalu

12 Februari 2014   08:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392166515672965838

[caption id="attachment_322081" align="aligncenter" width="510" caption="Sumber:www.jmproid.com/wp-content/uploads/2013/12/wallpaper-kartun-tk.jpg"][/caption]

Ia hadir lagi di kota itu setelah 30 tahun meninggalkannya. Tujuannya adalah mengenang masa lalu, masa kanak-kanak yang penuh ceria. 30 tahun adalah waktu yang panjang yang tidak terasa berlalu begitu saja. Kerinduan akan masa kecil hinggap di dada dengan semangat yang berbunga-bunga. Betapa terkejutnya ia melihat tempat itu sudah berubah total. Gambaran masa lalu seakan buyar begitu saja, kenyataan telah mengubah segalanya.

Sawah yang dulu tempat bermain telah menjadi kompleks perumahan. Sisi depan, belakang, dan samping rumah yang dulu hanyalah hamparan alang-alang telah menjadi deretan rumah yang padat. Jalan yang yang berbatu telah beraspal saat ini. Tidak menyisakan sama sekali akan suasana waktu kecil dahulu. Teman-teman sepermaianan entah berada di mana. Ia seakan berada pada tempat yang asing, tempat yang sama sekali baru.

Dalam benaknnya sebelumnya adalah tempat itu tidak banyak berubah, dan itu adalah harapannya. Berada pada tempat yang sama tanpa perubahan berarti adalah kebahagiaan tersendiri. Masa lalu yang dapat hadir masa kini. Masa kanak-kanak yang ceria tidak akan terlupakan begitu saja. Tetapi ternyata tidak, kenyataan berkata lain. Yang ditemuinya adalah keadaan yang jauh dari harapan, dan ia harus menerima kenyataan itu suka ataupun tidak.

Akibatnya mengingat kenangan masa lalu sewaktu kanak-kanak itu begitu susah. Apalagi dalam rentang waktu yang begitu panjang tiba-tiba hadir di tempat itu. Perlu kerja keras merekonstruksi sebuah sejarah masa lalu. Baik tempat, lingkungan, suasana, ataupun orang-oranngnya. Pikiran yang terjadi hanyalah “blank” belaka disertai campur aduk keheranan, kebimbangan, dan keputusasaan.

Keadaan yang jauh dari harapan menyebabkan keterkejutan, ketidaksiapan menerima kenyataan. Tidak ada pilihan lain selain menerima kenyataan ini. Menerima dengan tulus adalah sikap terbaik bahwa dunia akan terus berubah, dan kita seharusnya siap dengan itu. Akan lebih mudah perubahan yang ada di depan mata, apalagi menyaksikan proses itu dengan jelas dan tidak terputus. Tidak ada persoalan berarti, dan itu dianggap biasa saja dalam keniscayaan.

Perubahan tidak harus berasa pahit bila sanggup menerima yang telah terjadi.Berasa sangat manis bila mampu menyesuaikan perubahan itu karena memang harus berubah. Dan justru akan terasa pahit bila tidak ada perubahan apalagi kita terus berada di dalamnya. Berada pada situasi yang stagnan adalah sesuatu yang menjemukan.

Ia juga membayangkan pada suatu tempat lain yang mengalami perubahan. Banyak tempat yang telah tergusur untuk dijadikan tempat yang benar-benar baru, berubah secara drastis. Berubah menjadi gedung bertingkat, mal besar, waduk, atau bentuk yang lain. Betapa susahnya untuk mengingat itu semua, bahkan bisa jadi dilupakan sama sekali. Bahwa di tempat itu pernah menjadi aktivitas diri keseharian. Perubahan di masa beranjak dewasa memang tidak sama bila kondisi pada masa kanak-kanak, seperti yang ia alami saat ini tentu akan lebih sulit mengkonstruksinya.

Ia memang tidak menemukan apa yang diharapkannya, sesuatu yang tetap seperti dulu. Ia memang sedikit kecewa tetapi ia juga puas telah mengunjungi tempat itu. Kerinduan yang sudah ada jawabannya. Tidak berlebihan, ia memperoleh banyak pelajaran dari kunjungan itu. Perubahan adalah sebuah keniscayaan, yang terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Kesalahannya adalah terlalu lama meninggalkannya dan tiba-tiba sudah berada di tempat itu.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun