Segala sesuatu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu ada aturan, semua itu dapat berupa: perundangan, peraturan, ataupun kebijakan. Dan semua itu perlu disadari bahwa hal tersebut adala produk manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan walaupun sebelumnya kebijakan itu dibuat dengan niatan dan tujuan yang terbaik.
Di antara beberapa kebijakan pemerintah terdahulu, setelah dievaluasi dan diteliti lebih mendalam –boleh dibilang- ada yang mengalami kekeliruan yang perlu diperbaiki. Salah satu dari sekian banyak kebijakan itu adalah masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Kekeliruan yang yang sudah lama berlangsung bila hendak dikoreksi akan berdampak luar biasa, pro kontra sudah menjadi hal yang jamak dari berbagai pihak dengan argumen yang sama: demi kepentingan rakyat.
Mengubah kebijakan yang sudah lama berlanjut memang tidak mudah. Hal ini menyangkut beberapa pihak yang merasa akan dirugikan karena merasa “kenyamanannyan” akan terganggu. Kebijakan subsidi BBM dan gas –disadari atau tidak- selama ini salah sasaran. Pihak yang seharusnya tidak perlu disubsisi justru yang menikmatinya. Pihak yang dimaksudkan adalah orang yang mampu secara ekonomi (baca: kaya), yang seharusnya alokasi subsisi untuk orang yang tidak mampu atau untuk sektor lain yang lebih penting.
Gas Elpiji 12 Kg harus dinaikkan
Gas elpiji saat ini sudah selayaknya disesuaikan dengan harga pasar. Ini berkaitan dengan kebijakan yang boleh jadi keliru yang masih terus dipertahankan. Pertamina sebagai operator kepanjangtanganan pemerintah memang seperti mengalami makan buah simalakama. Di satu sisi untuk melayani kebutuhan rakyat, di lain sisi dituntut maraup keuntungan selayak perusahaan lainnya.
Beban Pertamina memang cukup berat apalagi selama ini masih “tersandera” oleh subsidi BBM (premium dan solar) yang masih belum ada penyesuaian. Untuk BBM dapat dimaklumi karena banyak kepentingan di situ, apalagi menyangkut masalah politik yang harus minta persetujuan DPR yang dikuasai beberapa parpol.
Ada beberapa alasan agar elpiji 12 kg itu segera dinaikkan. Hal ini harus segera dilakukan agar biaya subsidi yang keliru itu dapat dinikmati bagi yang berhak. Terlalu besar anggaran negara yang ditanggung untuk sesuatu yang keliru tersebut. Dan saatnya harga elpijii 12 Kg itu dinaikkan untuk memutus kekeliruan tersebut dengan berbagai argumen yang dirasa cukup masuk akal.
Menyesuaikan dengan mekanisme pasar
Karena elpiji masih impor belum berproduksi secara mandiri, maka beban subsidi itu begitu membengkak. Jika harga elpiji itu disesuaikan dengan harga pasar maka selain menyelamatkan subsidi bagi yang berhak juga dapat menyesuaikan harga pasar. Penyesuaian ini cukup rasional mengingat harga elpiji non subsidi di Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan negara tetangga.
Pemakainya orang mampu
Elpiji 12 Kg diperuntukkan bagi warga yang mampu berbeda dengan yang 3 Kg. Karena termasuk golongan mampu maka secara hitungan sederhana kenaikan elpiji 12 Kg tidaklah begitu berarti, hanya menambah anggaran sedikit atau mengurangi anggaran pengeluaran yang tidak perlu.
Kebutuhan hanya urusan dapur
Ini berbeda dengan elpiji 12 Kg yang boleh dibilang tidak begitu tinggi risikonya dan masalahnya lebih sederhana karena elpiji hanya untuk kebutuhan dapur baik rumah tangga atau industri yang kebanyakan dipakai untuk memasak.
Tidak mengalami efek domino
Kenaikan BBM memang berdampak kenaikan bahan lainnya yang menyebabkan inflasi, sebab pemakaian BBM cukup vital terutama dalam transportasi. Berbeda dengan BBM, kenaikan elpiji akan berdampak kecil pada bidang lainnya karena penggunaanya tidak seluas BBM. Kenaikan elpiji 12 Kg tidak berdampak signifikan apalagi sampai pada gejolak sosial, bisa diminimalkan.
Pemerintah harus memberi kompensasi
Dampak dari kenaikan elpiji 12 kg memang ada walau kecil. Namun juga di sini harus ada kebijakan pemerintah yang sifatnya win-win solution. Pertamina sebagai operator juga tidak dirugikan sedangkan masyarakat juga tidak merasa terbebani. Ini memang tugas pemerintah untuk menjembataninya. Terutama penggunaan elpiji di sektor usaha sehingga biaya operasional dapat ditekan dan harga hasil produksinya tetap stabil.
Pengurangan pajak atau kebijakan elegan lainnya
Pemerintah dapat memberi kompensasi bagi kelancaran dunia usaha dengan pengurangan pajak atau pun pemberian intensif. Hal ini dilakukan agar para pemakai elpiji tidak merasa terbebani terlalu besar. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi apa yang orang sering menyebutnya ekonomi berbiaya tinggi. Misalnya dengan meringkas birokrasi dan memberantas pungutan liar (pungli).
Peningkatan kualitas
Kenaikan harga juga elpiji harus pula dibarengi dengan kenaikan kualitas, baik itu mutu elpiji itu sendiri dan pelayanan pada masyarakat. Kualitas gas harus baik dan tepat ukuran timbangannya, sehingga masyarakat pengguna elpiji non subsidi ini tidak merasa dirugikan atas biaya lebih kenaikan itu. Semakin tinggi harga semakin tinggi pula kualitasnya. Ketersediaan elpiji itu juga harus dijamin sehinggga tidak terjadi kelangkaan yang akan membuat harga akan melambung. Ketersediaan itu juga penting agar konsumen tidak beralih ke elpiji yang 3 Kg (bersubsidi)
Menjaga ketat pola distribusi
Yang terpenting adalah menjaga ketat distribus elpiji 12 Kg itu. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada penyalahguaan elpiji yang tidak pada tempatnya. Adanya perbedaan harga yang signifikan antara elpiji subsidi dan non subsidi dapat menyebabkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan. Adanya pengoplosan pengisian gas misalnya, yang dari bersubsidi diisikan pada yang non subsidi.
Tidak saja mengawasi secara ketat tetapi pula disertai penindakan yang cukup tegas kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu. Agar nantinya kenaikan elpiji itu akan berguna dan tidak diselewengkan dalam urusan teknisnya.
Di era keterbukaan ini, masyarakat sedikit banyak sudah tahu akan kekeliruan kebijakan subsidi BBM dan gas. Pemerintah sudah saatnya memperbaiki kekeliruan kebijakan itu. Langkah awal adalah dengan menaikkan elpiji 12 Kg tersebut. Sehingga bangsa ini dapat berbenah lebih baik lagi dengan tidak selalu terbebani oleh keberaaan anggaran subsidi yang salah sasaran. Dan Pertamina dapat berkonsentrasi untuk mengembangkan diri menjadi perusahaan besar, seperti perusahaan lain yang sudah lebih dahulu maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H