Ketika Ramadan telah tiba, beragam orang menyambutnya. Ada yang suka sebab ini adalah bulan penuh berkah, inilah kesempatan untuk meningkatkan ibadah baik ritual atau sosial. Sholat sering dilakukan secara berjamaah, serta maraknya kegiatan keagamaan lainnya yang di bulan lain jarang dilakukan. Bagi pedagang akan ada kenaikan omset, yang bertambah pula kekayaan. Ada pula yang merasa biasa saja, menjalani kehidupan secara mengalir. Ada pula yang cemas karena dibarengi kenaikan harga sembako sedangkan pemasukan kurang. Ada pula yang sibuk, terutama bagi para pendatang yang ingin pulang kampung.
Ramadan dengan segala pernak-perniknya perlu dijalani dengan baik dan konsisten. Di bulan ini merupakan madrasah untuk mengembleng diri kita dari berbagai sisi, baik jasmani terutama rohani. Disinilah kita dapat berlatih sabar dan mengendalikan diri, sebab orang akan selalu mengingatkan. Belajar kejujuran juga ditekankan, sebab hanya diri kita dan Tuhanlah yang tahu puasa kita, yang selanjutnya itu berhubungan dengan keikhlasan. Aktifitas Ramadan tidak selalu dilihat dengan kaca mata hitam-putih atau area abu-abu, tetapi dengan nuansa yang kaya warna.
Ramai di awal
Meminjam istilah yang disampaikan dai kondang KH Zainuddin MZ bahwa puasa Ramadan itu layaknya sebuah pertandingan olahraga, ramai di awal dan hanya sedikit yang menjadi juara. Pernyataan itu ada benarnya, kita dapat merasakan sendiri seperti hari pertama shalat tarawih maka masjid akan penuh. Kemudian dengan berjalannya hari jamaah semakin surut, bahkan di hari akhir bisa menjadi satu shaf saja.
Tetapi kita berpikir positif saja bahwa fenomena itu bukan berarti jamaah malas atau lalai. Bisa jadi karena para jamaah itu pulang kampung misalnya, atau sedang bepergian ke suatu daerah. Dan kita tidak perlu terlampau jauh mengurusi ibadah orang lain, kita sebaiknya intropeksi diri dan kita berharap dapat memenangi “pertandingan” itu sampai babak terakhir.
Parcel yang dilarang
Pada bulan Ramadan namanya bingkisan parcel banyak tersedia di toko modern. Kadang kala kita membikin sendiri kemudian diberikan kepada rekan kita. Isinya berbagai macam (tergantung anggaran), biasanya berupa makanan atau minuman kaleng, sirup, atau kue kering yang sudah dikemas rapi. Ada pula berbentuk pakaian, mukena, sarung, atau sajadah. Ada pula yang memodifikasi dengan barang lain yang nilainya cukup tinggi.
Pemberian adalah sebuah rejeki. Tetapi tidak semua pemberian itu bisa diterima oleh yang bersangkutan. Beberapa instansi dan perusahaan kadang melarang pegawainya untuk menerima parcel itu, bahkan bisa terkena sangsi internal. Kelugasan larangan tersebut diingatkan lagi dengan memasang iklan diberbagai surat kabar. Alasannya cukup masuk akal agar para pejabat dan pegawai itu tidak terlibat pada konflik kepentingan, baik itu urusan negara atau bisnis.
Parcel bisa dikategorikan sebagai gratifikasi yang itu dilarang oleh undang-undang. Pelarangan itu ada benarnya karena bisa menjadi suap terselubung yang diembeli oleh nuansa keagamaan. Itulah konsekuensi dari pejabat negara yang banyak larangan ini-itu, dan mau tidak mau harus diterima. Menjadi pejabat itu enak namun harus bisa menerima ketika ada ketidakenakan itu. Dan berbahagialah menjadi orang biasa yang tidak banyak terkena aturan kode etik, walaupun belum tentu juga ada orang yang memberi parcel kepada kita (maklum bukan orang penting).
Fastabiqul khairat
Di Ramadan ini kita ditekankan untuk selalu berbuat baik di segala hal, baik itu secara materi ataupun perbuatan. Teringat akan khotbah yang menceritakan suasana Ramadan di sebuah negara timur tengah. Di bulan Ramadan banyak orang arab kaya yang menyumbang kurma untuk berbuka puasa. Ada beberapa orang TKI (tenaga kerja Indonesia) yang ingin berbuat baik. Karena bukan termasuk golongan kaya mereka ingin berbuat dengan tenaganya.