[caption id="" align="alignnone" width="619" caption="Sang pelaku penembakan, Adam Lanza. Sumber:https://assets.kompas.com/data/photo/2012/12/15/1239027-adam-lanza-620X310.jpg"][/caption]
Perangainya pendiam, pemalu, dan tidak suka bergaul. Ia pun dianggap genius. Tetapi siapa sangka sosok yang masih tergolong remaja ini melakukan perbuatan yang mengerikan. Memberontong senjata api ke murid sekolah dasar di negara bagian Connecticut, AS. Tercatat sekitar 18 anak-anak tewas di tempat dan 2 anak dalam perjalanan ke rumah sakit, serta 6 orang dewasa juga tewas. Sang pelaku sendiri akhirnya mengakhiri hidupnya, yang sebelum menuju sekolah ia sempatkan menghabisiibu kandungnya sendiri, Nancy. Tidak saja Amerika yang merasa terguncang tetapi, seluruh dunia ikut berduka dan prihatin.
Sayang memang pelaku yangbernama Adam Lanza ini tewas, termasuk ibu kandungnya sendiri yang merupakan orang yang paling dekat dengan pelaku. Dengan demikian pupus sudah untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, paling tidak mengetahui motif di balik aksi nekat itu. Peristiwa ini merupakan akumulasi permasalahan yang kompleks dan rumit. Kita tidak dapat melihat dari satu sisi, tetapi dari berbagai sisi. Akhirnya bermacam spekulasi mencoba mencari penyebabnya. Ada yang mengatakan bahwa ini merupakan imbas dari persoalan keluarga yang tidak harmonis. Seperti banyak diketahui bahwa ayah ibunya bercerai dengan alasan yang tidak pasti, dari rentetan permasalahan ini tidak saja menyebabkannya stres tetapi juga depresi.
Depresi inilah yang disinyalir menyebabkan Adam berbuat nekat, pertanyaannya mengapa sampai begitu jauh dan keterlaluan. Tidak seperti remaja korban broken home kebanyakanlainnya yang sebagai pelariannya berhura-hura, pecandu narkotika dan obat-obatan. Atau memang ia tidak suka dunia glamor karenaia tergolongremaja pemalu dan tidak suka bergaul (akun Facebook juga tidak punya). Rupanya Adam Lanza mempuanyai cara berbeda untuk mengatasi depresinya kalau memang hal itu menjadi penyebab peristiwa itu.
Betapan juga dari banyak pemberitaan bahwa Adam Lanza tidak begitu asing dengan senjata api. Ibunya adalah kolektor pistol dan senjata api yang didapatkan secara legal. Sejak kecil ia juga diajari “tembak-menembak” itu. Dalam kesendiriannya ia gemar bermain video game, permainan games yang paling asyik jelas yang berhubungan dengan tembak-menembak. Apakah kebiasaan pada kekerasan virtual itu yang menjadi obsesi untuk diterapkan di dunia nyata? Perlu pendalaman mengenai hal itu.
Peristiwa itu sendikit menoreh akan gagalnya semua pihak dalam membentuk manusia seutuhnya, mulai dari orang tua guru sampai negara. Menjadi manusia cerdas pun tidak cukup, Adam Lanza termasuk tipe yang genius. Di sini terdapat ruang kosong yang banyak terlupakan dan luput dari perhatian sehingga melahirkan sosok mengerikan seperti Adam Lanza itu. Kurangnya pengawasan dan perhatian serta pendidikan yang selama ini diajarkan orang tua turut serta menjadi penyebabnya.
Rentetan peristiwa ini merupakan fenomena puncak gunung es, suatu akumulasi permasalahan yang sekilas tampak pada ujungnya. Padahal dibawahnya banyak permasalahan yang harus dibenahi. Bisa saja ini merupakan suatu kebijakan yang keliru sehingga membuat tananan sosial masyarakat turut salah dan sakit. Permasalahannya memang cukup pelik, presiden Obama sendiri menyebut masa ini merupakan masa tersulit selama memerintah. Bisa dimaklumi, hal ini juga menyangkut masalah politik berkenaan dengan kepemilikan senjata api yang dipandang legal.
***
Dalam perspektif negara kita, dapat di ambil pelajaran dari peristiwa penembakan di Amerika itu. Dalam skala kecil peristiwa itu mirip-mirip apa yang pernah terjadi di negara kita. Masih ingat dalam ingatan tawuran pelajar yang mengakibatkan korban jiwa. Sang pelaku pun merasa tega menghabisi korban yang dianggapnya musuh, masalah penyebab tawuran kandang cukup sepele. Untung saja senjata api dilarang, bisa dibayangkan jika hal itu legal seperti di Amerika, mungkin ada peristiwa lebih mengerikan akan terjadi di sini.
Banyak hal yang perlu dibenahi terutama dalam sistem pendidikan, yang tidak saja mengedepankan nilai intelektual tetapi mempertimbangkan masalah emosional dan spiritual. Perlu juga dipikirkan adanya pendidikan berkebutuhan khusus, termasuk bagi anak yang tergolong genius, seperti Adam Lanza itu. Mudah-mudahan pemerintah AS dapat segera mengetahui motif sebenarnya dibalik penembakan itu walaupun seperti menguraikan benang kusut, syukur-syukur mampu menuntaskan kasusnya. Agar kita mampu memetik pelajaran, sehingga peristiwa itu tidak terulang lagi, tidak saja di Amerika, juga di negara kita tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H