Jika kita ke Kuala Lumpur ibu kota Malaysia maka ikon yang sering dikunjungi adalah gedung menara kembar Petronas. Gedung itu tidak saja menjadi jujukan para pelancong tetapi juga menjadi lambang kedigdayaan perusahaan minyak dan gas Malaysia itu. Singkat kata, Petronas telah mampu menjalankan bisnisnya dengan baik, padahal luas negaranya masih di bawah negara kita, Indonesia.
Lebih hebat lagi Singapura, seperti yang dilansir banyak media bahwa harga gas bumi yang dijual lebih murah dari Indonesia. Sebagai informasi dari finance.detik.com (31/8), harga gas industri di Indonesia menyentuh angka US$ 8-10 per Million Metric British Thermal Unit (MMbtu). Lebih mahal dibandingkan dengan harga gas industri di Singapura sekitar US$ 4-5 per MMbtu, Malaysia US$ 4,47 per MMbtu, Filipina US$ 5,43 per MMbtu, dan Vietnam sekitar US$ 7,5 per MMbtu. Padahal negeri "liliput" itu tak punya ladang minyak dan gas bumi (migas), bandingkan dengan negara kita yang kaya sumber daya mineral. Dari fenomena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa ada yang salah dan keliru dalam pengelolaan migas di negara kita. Cepat menyadari dan segera berbenah adalah langkah tepat untuk mengejar ketertinggalan.
Kendala eksplorasi migas di indonesia
Walaupun negara kita dikatakan memiliki sumber daya alam yang melimpah, tidak terkecuali minyak dan gas bumi, tidak serta merta mudah mengelolanya apalagi mengeksplorasinya. Mencari cadangan migas bukan perkara mudah. Ada yang bisa langsung diketemukan, selebihnya mengalami kegagalan. Ada beberapa kendala yang wajib kita ketahui sehingga beberapa alasan didalamnya dapat menjadi evaluasi bagi pemangku kepentingan (stake holder). Kendala yang paling besar adalah di masalah dana investasi. Pemerintah sendiri belum bisa memenuhinya sebab masih ada keterbatasan dana di APBN.
Menurut data yang dikeluarkan Indonesian Petroleum Association (IPA) bahwa kendala investasi di Indonesia adalah seperti pada gambar di bawah ini :
Seputar bisnis hulu migas
Sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) telah lama hadir di Indonesia dan menjadi kontributor utama penerimaan negara. Upaya bisnis yang dilakukan dalam sektor ini adalah eksplorasi dan produksi. Eksplorasi menyangkut kegiatan yang bertujuan mencari cadangan migas baru. Dan jika itu berhasil ditemukan dan kemudian dirasa cukup menguntungkan dapat dilanjutkan dengan kegiatan produksi. Kegiatan produksi berkenaan dengan “mengangkat” cadangan migas yang ditemukan tersebut dan kemudian mendistribusikan sampai ke titik penjualan.
Baik kegiatan eksplorasi dan produksi merupakan bisnis negara karena menyangkut sumber daya yang dimiliki negara dan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi oleh pemerintah Republik Indonesia dibentuk institusi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (disingkat: SKK Migas). Yang salah satu fungsinya adalah memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama.
Dalam bisnis hulu migas baik eksplorasi ataupun produksi yang memiliki karakteristik padat modal, membutuhkan teknologi canggih, dan memiliki risiko tinggi. High risk, high return. Jika berhasil maka hasil yang didapatkan cukup besar, namun risikonya juga besar. Dalam eksplorasi tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mengingat besarnya dana maka negara tidak sanggup membiayai sendirian. Maka perlu kerjasama dengan pihak lain, investor dan kontraktor.