[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Sumber:http://www.tni.mil.id/files/baleho.jpg"][/caption]
Rupanya reformasi TNI sampai saat ini berjalan cukup mulus. Setelah era reformasi kewenangan TNI yang begitu luas dan besar sudah banyak yang “dipreteli”. Mulai dihapuskannya dwi fungidi bidang sosial politik, yang ini berimbas juga dengan dibubarkannya fraksi TNI-Polri di legislatif pusat sampai daerah. TNI yang dulu membawahi kepolisian, keadaaanya saat ini justru kepolisian “kastanya” di atas TNI. Sebagai gambaran Kepala Polisi berada langsung di bawah presiden sedangkan Panglima TNI dibawah menhan. TNI juga saat ini “haram” mengurusi bisnis, akibatnya banyak beberapa perusahaan kembali ke negara untuk diserahkan kepada pihak yang berhak mengelolanya. Tujuan semua itu cukup jelas, untuk membawa TNI ke habitat aslinya yaitu bidang pertahanan dan menjadikan TNI yang profesional.
Sikap yang ditunjukkan TNI selama ini harus kita apresiasi. Melepaskan kewenangan yang begitu besar memang tidak mudah, perlu kedewasaan dan jiwa besar. Memang di sana sini ada letupan kecil karena mengalami peralihan yang begitu cepat dan mendasar. Peristiwa bentrok antara TNI dan polisi di berbagai daerah salah satu diantaranya. Adanya “kecemburuan” TNIterutama pada level bawah tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Beberapa kekuasaan yang bersifat formal dan “non formal” terutama yang menyangkut “lahan basah” beralih ke polisi, apalagi kalau sudah menyangkut pada oknumnya kadang memperparah keadaan.
Kerelaan militer berada di bawah supremasi sipil sebagai konsekwensi menuju negara demokrasi yang modern harus terus didukung. Pihak militer rupanya cukup legawa untuk itu, dalam tataran politik tingkat tinggi TNI tidak terbawa pada “syahwat” kekuasaaan. Hal ini dapat dibuktikan pada waktu hiruk-pikuk masa reformasi (setelah tahun 1998)dengan tidak terbawa pada arus perebutan kekuasaan, padahal jika mau TNI dengan kekuatan bersenjatanya cukup mudah melakukan kudeta. Pada era Gus Dur pun TNI tidak mematuhi perintah presiden dengan dekritnya, TNI masih berpegang pada konstitusi untuk mengawal peralihan kekuasaan.
Posisi TNI dalam wilayah sosial politik memang cukup kontraproduktif. Berada pada pusaran kekuasaan membuat TNI tidak netral, yang begitu sulit memisahkan kepentingan bangsa negara dan para penguasa. Pada jaman orde baru melalui jalur ABG (ABRI Birokrat Golkar), peranan TNI menjadi tidak proporsianal. Memang benar kondisi sosial politik keamanan menjadi stabil, tetapi mulut rakyat banyak terbungkam. Karena stabilitas bersifat semu maka maka rakyat pun melawan kondisi seperti itu, yang puncaknya meletup pada reformasi 1998.
-oOo-
Dalam perjalanan sejarahnya tentara Indonesia berangkat pada situasi yang unik. Tentara nasional berakar dari rakyat yang secara bersama berjuang untuk mengusir penjajah. Dalam upaya mengusir penjajah Belanda dalam agresi militer pasca proklamasi kemerdekaan, tentara dan rakyat bahu membahu berjuang bersama yang sering di istilahkan dengan Perang Rakyat Semesta. Sampai saat iniTNI bersama rakyat juga berpartisipasi dalam membantu dalam menjaga keutuhan NKRI.
Fungsi TNI seperti yang tertera di undang-undang dalam penjabarannya berupaoperasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, yaitu biasanya untuk mengatasi dan membantu pemerintah dalam menangani masalah tertentu dalam keamanan dan kejadian luar biasa. Dalam kondisi bencana alam misalnya, ternyata dari pihak TNI yang pertama kali turun untuk membantu mengevakuasi. Dengan demikian TNI masih dapat berperan langsung bersama rakyat walau secara formal dwi fungsi selama ini telah dicabut.
Menjadi TNI yang profesional adalah harapan kita semua. Banyak tantangan untuk mengarah ke sana diantaranya terbatasnya anggaran militer. Akibatnya memang banyak prajurit TNI terutama dari kalangan bawah yang mendapat gaji yang kurang layak. Dan itu sangat berbahaya sekali, karena masalah perut dan dapur ini membuat para prajurit mencari penggahasilan tambahanyang dapat merusak citra kops. Sudah menjadi rahasia umum bahwa oknum-oknum tertentu yang menjadi backing bagi pengusaha dan usaha tertentu.
Terbatasnya anggaran juga berpengaruh pada peralatan militer (Alutsista) yang dimiliki saaat ini, boleh dibilang kondisinya sudah tua dan tidak layak pakai. Akibatnya cukup fatal banyak para perwira yang gugur akibat kondisi menggunakan peralatan yang dipaksakan, kecelakaan pesawat salah satunya. Kondisiini harus segera diatasi karena hal akan dapat menggaggu keutuhan negara ini, diremehkan negara tetangga kadang sering terdengar. Ancaman dan gangguan dari dalam dan luar bisa saja datang sewaktu-waktu jika tidak ada kesiapan bukannya tidak mungkin pertahanan kita akan bobol.
Melihat sosok tentara adalah melihat manusia yang luar biasa. Tidak semua pemuda dan pemudi bisa dengan mudah untuk lolos seleksi yang begitu ketat, baik secara fisik, mental, dan kecerdasan. Doktrin “Lebih Baik Pulang Nama Dari Pada Gagal di Medan Tugas" sering membuat kita berdecak kagum. Dalam hubungan luar negeri TNI negara kita rupanya mendapat hati di beberapa negara. Hal ini bisa dilihat begitu dihargainya tentara kita dalam menjalankan misi perdamaian dunia (Pasukan Garuda).
Dan hari ini Tentara Nasional Indonesia berusia sama dengan kelahiran Republik ini, 67 tahun, suatu usia yang cukup matang dalam menghadapi tantangan. Kita berharap TNI dari semua unsur (darat, laut, dan udara) bertambah maju, profesional, tangguh dalam menjaga keutuhan NKRI serta mampu melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan mengayomi rakyat. Bagi kepada semua prajurit kami berharap mampu menjadi suri tauladan bagi para penerus bangsa dan menjadi –meminjan judul film tentang TNI AU di masa lalu- : PERWIRA KSATRIA.
[caption id="" align="aligncenter" width="293" caption="Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-P_nF4EdDlMA/Tx_u1QNTttI/AAAAAAAATto/6KGVLD7w-qE/s640/Perwira_dan_Ksatria.JPG"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H