Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dimana Posisi Kita? Mengorbankan, Berkorban, Korban atau Dikorbankan?

26 Oktober 2012   02:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:23 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="559" caption="Sumber :http://www.alqaul.com/wp-content/uploads/2011/10/al-hajj-34.jpg"][/caption]

Idul Adha tahun ini telah tiba. Perayaan ini sering juga di sebut dengan Idul Qurban. Di mana yang merasa mampu hendaklah untuk berqurban baik itu sapi, unta, kambing atau domba. Dalam qurban kita tidak hanya dituntut berkorban saja, tetapi juga dibarengi dengan rasa ketulusan, keikhlasan, dan keimanan. Selain ada aspek riual qurban juga berdimensi sosial, danging qurban dapat dinikmati siapa saja baik yang berqurban, yang membutuhkan (fakir miskin) dan tidak membutuhkan (sebagai hadiah mempererat silaturrahmi).

Untuk mencapai kondisi yang terbaik memang memerlukan pengorbangan, baik itu secara sukarela, terpaksa, atau dipaksa.Kita ambil contoh kecil dalam memberantas korupsi juga membutuhkan “korban”, agar pelakunya jera dan sebagai efek kejut (shock teraphi)bagi lainnya. Makakoruptorperlu dikorbankan dengan ganjaran yang berat, bahkan sampai dihukum mati sekalipun seperti di negeri China. Efeknya memang luar biasa dengan banyaknya koruptor yang dieksekusi, pertumbuhanekonomi China meningkat tajam.

Sesuatu yang dikorbankan sering dikonotasikan dengan “tumbal”. Dalam hal tertentu tumbal sering dipakai untuk sesembahan atau pemenuhan syarat-syarat tertentu. Dalam tradisi di beberapa tempat banyak kita lihat dalam suatu upacara tertentu perlu di sembelih hewan baik itu ayam, kambing, babi, sapi , kerbau atau binatang lainnya. Atau dalam tradisi lain ada yang berupa hasil pertanian, yang kemudian disusun sedemikian rupa untuk dipersembahkan kepada sang “penunggu” suatu daerah, kadang dilarungkan ke laut atau dilempar ke kawah gunung. Persembahan itu juga dimaksudkan untuk rasa syukur atas hasil yang perolehnya selama ini.

Rupanya tidak hanya hewan atau tumbuhan yang menjadi korban atau tumbal. Dalam peradaban kuno dapat kita ketahui bahwa manusia pun kadang menjadi “bahan” untuk dikorbankan. Demi untuk persembahan kepada “sang penguasa” dipilih gadis yang paling cantik di daerah itu untuk dikorbankan. Tujuannya untuk keharmonisan alam yang dibalut dalam sebuah tradisi.

Bagaimana pun juga,namanya pengorbanan jelas diperlukan, baik itu dalam kondisi yang kacau atau dalam keharmonisan . Dalam mewujudkan cita-cita atau keinginan, kita pun perlu pengorbanan baik berupa harta, tenaga, atau waktu. Dalam pengorbanan, posisi kita bermacam macam. Ada yang mengorbankan. Banyak juga –semoga tidak termasuk kita- untuk mencapai tujuan tertentu kadang mengorbankan orang lain atau prinsip-prinsip yang dulu dipegangnya teguh. Ada juga atasan yang mengorbankan bawahannya agar dapat selamat dari kasus tertentu. Ada pula yang mengorbankan idealisme yang dipengang secara teguh selama ini demi kekuasaan, jabatan yang akan direbut atau telah dimiliki.

Ketika ada pihak yang mengorbankan,tentu ada pula pihak yang dikorbankan. Posisi dikorbankan apalagi disengaja adalah sesuatu yang tidak mengenakkan. Posisi dikorbankan adalah menikmati sendiri akibat perbuatan yang dilakukan bersama, ada pihak lain yang tidak mau menanggung konsekwensi yang dilakukannya. Yang paling tidak mengenakkan adalah justru dikorbankan dengan perbuatan yang tidak dilakukannya. Seperti yang banyak diberitaikan dalam kasus-kasus korupsi, hal semacam itu sering terdengar, biasanya yang ketiban pulung siapa lagi kalau bukan anak buah atau pejabat dibawahnya.

Kadang pula berposisi sebagai korban. Kita sering mendengar atau membaca seseorang yang menjadi korban tabrak lari, bencana alam, PHK, penipuan, atau hal-hal yang tidak mengenakkan lainnya. Menjadi korban jelas tidak mengenakkan.Di situ tergambarkan penderitaan yang harus ditanggung. mensikapinya pun bermacam-macam ada yang pasrah, menerima, bertahan ataupun sampai melawan.

Sikap yang terakhir adalah berkorban. Inilah sikap yang cukup berat tetapi mempunyaiefek yang cukup baik. Berkorban identik dengan kesadaran diri untuk melepaskan kepentingan diri sendiri demi keadaan yang lebih baik atau untuk orang lain. Berkorban dan cinta beda tipis jaraknya. Kita dapat melihat bagamana orang tua kita berkorban dalam mendidk dan mencari nafkah buat keluarga dan anaknya. Para pahlawan pun demikian yang rela berkorban tidak hanya harta, tenaga ataupun cucuran keringat, darah, dan air mata. Nyawa dan ragapun tidak segan diberikan untuk negaranya.

Makna berkorban inilah yang merupakan refleksi dari berqurban. Berkurban tidak saja menyerahkan harta yang kita miliki yang diwujudkan berupa berupa binatang ternak yang natinya disembelih. Tetapi makna berkurban dalah bagainama kita meminimkan raga ego yang dimiliki, untuk berbagi dan memberi kepada pihak hak berhak menerimanya. Meminjan istilah KH Mustofa Bisri bahwaPengorbanan adalah atau mestinya merupakan pantulan dari kecintaan dan kebaktian itu. Dari pengorbanan, bisa diukur seberapa dalam kecintaan dan seberapa agung kebaktian seseorang.” (Kompas.com)

Dengan berkorban diharapkan kita dapat men berikan manfaat kepada orang lain. Betapa pun juga kita perlu berkorban dalam bentuk apapun baik itu materi , tenaga, atau waktu . Alangkah lebih eloknya jika dibarengai dengan rasa tulus dan ikhlas, sehingga apa yang kita korbankan itu tidak menjadi beban. Berkorban tidak selalu dengan hal yang besar atau berat. Kadang juga yang kecil, halus, atau sifatnya abstrak: berkorban perasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun