Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beberapa Kerugian Bila Risma Jadi Mundur

20 Februari 2014   13:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="488" caption="Sumber:http://bebasasaprokok.com/wp-content/uploads/2013/04/timbangan.jpg"][/caption]

Wali kota Surabaya Tri Rismaharini akhir-akhir ini menjadi pembicaraan oleh banyak kalangan. Mulai dari rakyat awan, politisi, akademisi, dan birokrat. Perkaranya adalah Risma mewacanakan akan mundur dari jabatan walikota yang diembannya sejak 2010 lalu. Walaupun pengunduran diri belum dilaksanakan secara lugas (baca: prosedural) telah membuat “kegaduhan” tersendiri bagi kalayak sebab tidak menginginkan Risma mundur. Gerakan yang berkembang terus mendukung Risma tetap bertahan sebagai walikota baik secara langsung ataupun di dunia maya (#saveRisma).

Berbagai pihak memang khawatir bila Risma benar-benar mundur. Sebagai pemimpin ia mewakili figur yang diidam-idamkan rakyat: tegas, peduli, dan anti popularitas. Risma telah memberi harapan kepada rakyat untuk mewujudkan sebuah tatanan kota (fisik) dan sosial (mental) yang bersih dan manusiawi. Secara kasat mata banyak yang telah dihasilkan, dengan banyaknya taman kota dan ruang publik lainnya. Tanpa terasa dan gembar-gembor publikasi, 51 penghargaan telah diraihnya baik dari dalam maupun luar negeri. Tidak heran pula ia menjadi kandidad sebagai walikota terbaik dunia. Dan banyak yang luput dari perhatian publik adalah komitmennya untuk memberantas akar masalah penyakit masyarakat yaitu dengan menutup lokalisai, dengan caranya sendiri agar tidak timbul gejolak.Belum lagi masalah di Kebun Binatang Surabaya (KBS), tidak luput dari perhatiannya.

Menanggapi isu ini dilihat dari beberapa sepak terjangnya, tanpa kajian “ini-itu” mayoritas berbagai kalangan mengambil kesimpulan: Risma jangan mundur. Tidak berlebihan tuntutan itu sebab jika memang Risma benar-benar mundur sudah melihat akibat kerugian (mudhorat) lebih besar dibanding keuntungan (manfaat) yang nanti akan dirasakan.

Timbul krisis kepercayaan. Jika Risma mundur sesuai prosedur maka yang akan naik yaitu wakilnya Wisnu Sakti Buana. Naiknya wisnu ini dikhawatirkan akan membawa krisis kepercayaan, hal inidisebabkan karena rekan jejak (track record) yang tidak jelas kalau tidak mau disebut buruk. Di awal Risma menjadi walikota sudah di goyang dengan pemakzulan dan ia juga termasuk inisiatornya. Wisnu akan sulit mendapat dukungan dari warga Surabaya dan birokrat didalamnya.Bisa jadi sikap hormat (respect) akan hilang begitu saja karena diragukan kapabilitas apalagi integritasnya. Di dalam anggata DPRD juga tidak menjamin akan mendapat dukungan penuh. Terkecuali mungkin ada deal politik, yang hanya mementingkan segelintir kelompok. Ketika rasa kepercayaan masyarakat hilang, maka akan sulit untuk mematuhi kebijakan yang dibuat pemerintah walau itu dirasa bagus.

Bidang sosial terbelengkalai. Tidak banyak pemimpin yang turun langsung ke lapangan. Di sinilah kelebihan Risma yang terjun ke lapangan untuk mengetahui akar permasalahannya, dan langsung membuat keputusan sehingga masalah itu tidak berlarut terselesaikan. Aksi sosial telah banyak dilakukannya terutama dalam menangani masalah lokalisasi, anak yatim, warga miskin, dan gelandangan. Perhatian bagi orang yang yang termajinalkan dan tertindas itu bukanlah sekedar basa-basi, beberapa diantaranya sudah banyak dirasakan. Dan jika Risma benar-benar mundur maka tidak ada jaminan perhatian pemerintah (baca: pengganti Risma) terhadap mereka masih terlayani. Bisa jadi mereka akan terbelengkalai dan kondisinya akan lebih parah lagi.

Kebijakan publik berubah. Selama ini apa yang dilakukan Risma tujuannya sangat jelas untuk kepentingan masyarakat luas. Risma pun berani pasang badan –walau sendirian- melawan kekuatan pengusaha yang mempuyai kekuatan uang. Pajak reklame dinaikkan, menolak tol tengah, mengelola kebun binatang, menutup lokalisasi adalah bagian kebijakan pro rakyat. Walau yang dihadapi itu adalah para pengusaha, pemerintah pemprov dan pusatsemua dihadapi tanpa kompromi. Jika ada pergantian walikota dikhawatirkan semua kebijakan yang pro rakyat itu akan berubah total. Kebijakan yang dulu ditentang Risma akan berubah demi kepentingan kalangan tertentu, dan kongkalikong dengan DPRD akan lebih mudah sebab “batu sandungan” sudah tersingkir.

Ongkos Politik yang besar. Dengan mundurnya Risma berakibat peta politik baik di daerah (Surabaya) ataupun nasional akan berubah total.Dalam tatatan Surabaya (legislatif) sendiri tidak begitu jelas di mana posisi oposisi atau pendukung pemerintah. Berkaca pada kasus pemakzulan Risma yang gagal, 6 dari 7 fraksi mendukung termasuk PDI-P (partai pengusung)terkecualiPKS yang menolak. Dengan mundurnya Risma bisa jadi 6 fraksi di DPRD akan kompak, untuk melanjukan lagi agenda para “oknum” yang mengatasnamakan partai. Kalau kebijakan itu pro rakyat tidak masalah, yang dikhawatirkan adalah “perselingkuhan” politisi dengan pemilik modal yang mempunyai agenda tersendiri. Kepentingan rakyat yang sudah terakomodasi akan terancam dengan ulah para politisi lokal yang tidak bertanggungjawab.

Dalam pentas nasional dengan mundurnya Risma akan bertambah ramai dan panas. Akan ada perubahan arah perpolitikan menjelang pemilu. Risma sebagai orang ”bebas” akan banyak diincar partai untuk dijadikan pendongkak elektabilitas partai dan tokoh elitnya. Beberapa survey menyebutkan bahwa Risma adalah tokoh yang elektabilitasnya mampu menyaingi Jokowi sebagai calon presiden (capres) bila jadi diusung.Jika Risma tidak dicalonkan oleh PDI-P baik sebagai capres ataupun cawapres akan diambil partai lain. Kusak-kusuk yang berkembang saat ini bahwa Risma diwacanakan untuk disandingkan dengan Prabowo. Tidak menutup kemungkinan pula dengan Golkar, Demokrat, atau partai menengah yang lain. Segala kemungkinan dalam politik tetap ada dan itu bisa berubah seketika.

Hal semacam ini tentu tidak diinginkan PDI-P, dan jelas akan merugikan partai ini. Dengan Risma mundur akan berdampak kesan bahwa PDI-P tidak dapat mempertahankan kadernya yang didukung masyarakat luas (tidak hanya PDI-P). Selama menjadi Walikota selama ini kebijakan Risma jelas pro rakyat, ini sejalan dengan visi PDI-P yang membela wong cilik. PDI-P sangat berkepentingan dengan keberadaan Risma yang cukup membantu mendongkrak citra partai demi kepentingan pemilu nanti.

Dari hitungan beberapa aspek mundurnya Risma membawa dampak yang kurang bagus. Dan itu yang tidak kita inginkan. Warga Surabaya jelas tidak mau ditinggalkan oleh walikota yang begitu pro rakyat kecil dan telah memberikan hasil yang nyata. Begitu banyak kerugian yang akan ditimbulkan bila Risma tidak menjadi walikota lagi. Jalan yang terbaik adalah Risma tetap bertahan sebagai walikota sampai masa jabatanya usai nanti.

Keteguhan, ketegaran, kegigihan Risma sangat diperlukan untukmenunjukkan sebagai pemimpin seharusnya. Serta untuk membangkitkan semangat warga untuk bertahan dalam segala rintangan yang ada, seperti yang dilakukan bung karno dulu. Teringat apa yang dikatakan Mahfud MD dalam Mata Najwa on stage di UMM beberapa waktu lalu (12/11/13). “Pemimpin itu tidak perlu banyak mengeluh sebenarnya…soalnya pemimpin itu membesarkan hati rakyatnya seperti bung Karno. Rakyat melarat tapi ia tampil ke depan dunia, di depan masyarakat seakan tidak ada apa-apa. Dan itu akan lebih membanggakan bagi rakyatnya…memberi harapan.”. Tolong jangan mundur ibu walikota.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun