Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Optimis, Menyongsong Masa Depan Bangsa Besar

7 November 2013   17:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:28 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Boleh dibilang negara kita Indonesia adalah negara yang unik di mana dihuni suatu bangsa yang mempunyai ciri khas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Ketika disebut sebagai negara salah satu terkorup di dunia, tetapi di lain sisi ada walikota atau bupati yang dipilih sebagai yang terbaik di dunia. Suatu kondisi yang –mungkin- disebut paradoks dan bertolak belakang. Ditengah keterpurukan dan sorotan dunia yang tidak mengenakkan masih memberikan harapan yang cerah, masih ada tokoh-tokoh yang mempunyai integritas dan dedekasi tinggi. Jika dalam prosesnya para pemimpinnya seperti itu maka suatu modal untuk menjadi bangsa yang besar.

Bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa besar bukanlah bualan belaka. Bawaan sebagai bangsa besar sudah pernah diraih oleh nenek moyang kita di jaman nusantara lama dulu, abad ke-7 dan ke-14 melalui kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Artinya potensi itu sudah ada dari sono-nya, tinggal saat ini berusaha untuk merealisasikan dengan sekuat tenaga. Dan memang menjadi bangsa besar tidaklah didapatkan begitu saja. Ada upaya yang sistematis dan konsisten membangunnya secara berkesinambungan dan menyeluruh. Dan itu dilakukan dengan cara yang tidak bisa melainkan di luar kebiasaan, di atas rata-rata yang dilakukan orang.

Potensi atas kekayaan alam yang berlimpah, ditambah lagi tanahnya subur. Sebagai negara kepulauan terbesar juga mempunyai lautan yang luas dan garis pantai yang panjang. Masalah Sumber Daya Alam (SDA) bukanlah persoalan berarti, jika mau bekerja keras dan menerapkan kebijakan yang tepat tidak perlu impor bahan pangan, ikan, ataupun mineral lainnya. Dari keadaan geografis ini dapat memunculkan dua kebudayaan sekaligus : agraris dan maritim. Tidak dipungkiri lagi masalah sumber daya manusia (SDM) yang harus diperbaiki.

Bangsa tahan banting

Bangsa kita memang pernah dijajah oleh bangsa lain. Namun demikian tidaklah mudah untuk menundukkan bangsa Indonesia, perlawanan demi perlawanan terus dilakukan.Sampai akhirnya dengan usaha sendiri mampu mewujudkan kemerdekaan sebagai negara yang berdaulat penuh. Adanya krisis ekonomi yang melanda di beberapa tahun lalu juga tidak mempengaruhi kondisi bangsa dan negara secara signifikan. Sikap yang tahan banting ini menyebabkan efek positif yaitu sikap tidak mudah menyerah, mengeluh, dan berputus asa. Memang ada sisi negatifnya dari bangsa yang tahan banting ini, yaitu anggapan bahwa bangsa ini dianggap lemah, kurang mendapat nilai tawar (bargaining) karena tidak melakukan “perlawanan”.

Sikap yang tahan banting ini harus terus ditempatkan pada proporsi sebenarnya agar tidak diremehkan bangsa lain. Seperti ketahui betapa tahan bantingnya para TKI yang bekerja di luar negeri itu. Jika para pekerja di dalam negeri yang begitu bebas berdemo untuk menuntut “ini-itu”, para TKI justru mendapat perlakuan tidak enak baik dari majikan atau pemerintah setempat. Dan ternyata mereka cukup tahan walaupun –kadang- tidak mendapat perhatian pemerintahnya sendiri. Karena punya daya tahan itulah yang membuat persoalan tidak mencuat terlalu jauh, dengan konsekwensi dianggap terlalu menggampangkan persoalan .

Sikap bangsa yang tahan banting ini harus bisa dikelola secara baik. Modal ini dapat dipakai sebagai upaya untuk tetap bertahan (survive) dalam melangkah menuju ke arah yang lebih baik. Sikap ini bisa dipakai untukpantang menyerah dan tidak terlalu mudah mengeluh dalam mengalami kesulitan.Termasuk juga tahan banting bila harus berjuang dalam melawan mempertahankan harkat dan martabat bangsa, seperti ketika berjuang melawan penjajah dulu.

Bangsa mudah belajar dan beradaptasi

Ketika orde baru tumbang dan digantikan orde reformasi. Bangsa Indonesia beralih dari sistem otoriter ke arah sistem yang demokratis. Sistem demokrati adalah suatu sistem yang terbaik dari sistem yang ada karena di situ ada partisipasi rakyat dan adanya pembatasan kekuasaan. Maka pemimpin tidak begitu saja semena-mena dalam memimpin jika tidak mengakomodasi kepentingan rakyat, karena rakyat yang memilih maka rakyat pula yang dapat menjatuhkannya.

Melaksanakan sistem demokrasi memang tidak mudah, apalagi sebelumnya melaksanakan sistem otoriter. Bangsa Indonesia dapat melaksanakan itu dengan baik. Rakyat dapat memilih sendiri pemimpinnya sesuai keinginan dan tanpa ada paksaan. Sistem demokrasi juga tercermin dari kebebasan berserikat dan mengemukakan pendapat, walau ada yang mengatakan itu kebablasan. Dan untuk itu Indonesia telah menempatkan diri sebagai negara demokratis ketiga di dunia, setelah Amerika dan India jika berdasarkan jumlah penduduknya.

Demokrasi dan kebebasan harus ditempatkan kepada ruang yang semestinya yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan kebebasan itu kita dapat memilih suatu hal yang melangkah ke depan yaitu menjadi bangsa yang besar. Dan mulai saat ini kita harus terus belajar dan beradaptasi menuju ke arah itu.

Bangsa yang realistis-idealistis

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mampu menempatkan realitisme dan idealisme secara secara berimbang. Yaitu yang mampu bersikap objektif tanpa meninggalkan sikap subjektifitasnya. Contoh kecil dapat kita lihat dari fenomena suporter sepak bola kita. Di awal dan pertengahan tahun ini, negara kita kedatangan tim elit sepak bola dari eropa mulai tim Belanda, dan klub (Arsenal, Liverpool, Chelsea). Dan rupanya bangsa Indonesia merupakan kumpulan penggemar fanatik tim itu. Alasannya cukup objektif, sebagai tim yang bagus dalam bermain dan itu layak didukung.

Ketika tim-tim itu datang dan bertanding dengan tim nasional kita, terlihat para suporter bersikap secara objektif. Dengan kaca mata yang paling sederhana pun kita pun sadar bahwa yang dihadapi adalah tim unggul, justu mengharapkan kemenangan adalah harapan yang tidak realistis. Walaupun pertandingan hiburan, semangat suporter begitu menggebu. Tetap mendukung lawan tetapi tidak melupakan tim nasionalnya. Dan itu terbukti di lain waktu bahwa ketika tim garuda (senior ataupun junior) bertanding dalam pertandingan para suporter Indonesia pun mendukung dengan antusias, walaupun kadang hasilnya belum maksimal.

Contoh lain adalah kehadiran Kompasiana. Media sosial buatan dalam negeri ini juga mendapat hati di masyarakat. Karena memang kehadirannya cukup menarik dan mampu memberikan apa yang menjadi keinginan masyarakat. Padalah Kompasiana harus “bertanding” dengan media sosial besar lainnya seperti facebook dan twitter. Khusus katagori blog untuk masalah interaktifnya Kompasiana tidak kalah dengan blogspot dan wordpress. Dengan keunikan Kompasiana yang lebih mengedepankan (content) daripada tampilan. Dan juga dimoderasi agar tulisan yang masuk tidak tergolong tulisan yang menyesatkan dan merusak. Dalam segi kualitas Kompasiana memang unggul, perlu ditingkatkan lagi dari segi kuantitasnya .

Dari dua contoh di atas maka masyarakat dapat memilih mana yang terbaik, dan penilaiannya cukup objektif. Inilah tantangan yang harus dijawab para kreator dalam negeri untuk menciptakan sesuatu yang bagus. Pangsa pasar akan datang dengan sendirinya jika itu baik dan berkualitas, tanpa harus dijejali slogan nasionalisme. Masyarakat kita cukup objektif dalam menentukan pilihannya, dan lebih bagus pula dengan disertai kebanggaan akan produksi dalam negeri yang menyangkut unsur subjektifitasnya.

Membangun karakter bangsa

Bung Karno sangat mengedepankan membangun karakter bangsa (nation character building) untuk membangkitkan lagi karakter bangsa yang sudah dijajah ratusan tahun. Membangun karakter bangsa yang mampu menjiwai segenap bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan dan gangguan baik dari dalam ataupun luar. Untuk menuju karakter bangsa yang, religius, bermartabat, berbudaya, dan berkeadaban.

Pembangunan memang perlu tetapi tetap tidak menekankan pada hal yang bersifat fisik. Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya telah menekankan ”Bangunlah jiwanya bangunlah badannya”. Pendidikan karakter jelas diperlukan untuk menjadi bangsa yang unggul. Perlu kiranya diterapkan semenjak dini untuk menyadarkan kepada kita sudah selayaknya kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa besar lainnya.Dan perlu diperhatikan pula kesadaran yang dibangun jangan sampai terjebak pada nasionalisme sempit yang malah berujung merendahkan bangsa lain (cauvinis).

Kita telah mempunyai Pancasila yang merupakan dasar negara. Hal itu perlu kita terapkan lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk dilaksanakan secara murni dan konsekwen. Tidak perlu dilaksanakan seperti jaman orde baru yang bersifat indoktrinasi, yang kemudian hari hasilnya tidak maksimal. Cara yang paling mudah dan efektif adalah dengan keteladanan pemimpinnya, serta penegakan hukum yang adil.

Membangunkan raksasa tidur

Banyak yang meramalkan bangsa Indonesia adalah penerus bangsa besar, bahkan ada yang yang menyebutkan sebagai calon negara super power berikutnya. Tidak berlebihan memang penilaian itu. Dengan berbagai potensi yang dimilikinya (SDA dan SDM) akan mampu menjawab tantangan itu.Yang perlu adalah kesadaran sendiri bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar. Dan itu ibaratnya membangunkan raksasa yang sedang tidur.

Sebenarnya kita mampu berhadapan dengan bangsa lain. Ketika akan dibuka perdagangan bebas baik itu dengan ASEAN, China, Asia, ataupun duniaternyata kita mampu menghadapinya. Kita telah membuka diri untuk masuknya unsur ataupun barang dari luar, dan itu tidak menjadi masalah yang berarti dan tanpa harus kehilangan identitas diri.

Malah di beberapa kasus negara kita tidak berimbang dalam melaksanakan asas kesetaraan (resiprokal). Sebagai contoh adalah adalah negara kita mempermudah perijinan bank asing untuk beroperasi di negara kita. Namun ternyata bank nasional kita justru dipersulit untuk beroperasi di negara tersebut, Singapura sebagai contohnya. Maka justru kita bertanya siapa sebenarnya yang siap dalam perdagangan bebas itu.

Maka keberadaaan globalisasi dan pasar bebas tidak perlu ditakutkan. Selama ini banyak ditakutkan –para pengamat- kita tidak siap dengan persaingan yang ketat itu, berkenaan dengan daya saing dan sumber daya manusianya. Memang seakan-akan kita kalah sebelum bertanding, padalah pertandingan belum dibuka secara penuh. Untuk itu mulai dari saat ini kita persiapkan mental bertanding yang fair dan sehat serta infrastrukturnya. Betapapun juga globalisasi dan perdagangan bebas akan datang juga cepat atau lambat. Dan ketika kompetisi benar dibuka, kita telah siap dan mampu berkata seperti yang dikatakan bung Karno: “Ini dadaku,.. mana dadamu !”. Dan ternyata nantinya jika kita justru memenangkannya, kita tidak perlu heran untuk itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun