Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dalam Memberi pun Ada Etikanya

29 Juli 2012   22:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memberi sesuatu kepada tentu pernah kita lakukan, baik kepada orang yang kita cintai ataupun orang lain. Beragam pemberian yang diberikan ada kalanya mempunyai motif dan tujuan tertentu. Biasanya adalah suatu ungkapan kasih sayang dan tanggung jawab, pemberian orang tua kepada anaknya misalnya. Ada juga sebagai rasa syukur karena diberi kelebihan rejeki serta menunaikan kewajiban karena beberapa harta yang dimiliki merupakan hak orang lain, disamping memang merupakan anjuran agama.

Memberi adalah sikap mulia apalagi diberikan kepada pihak yang tepat, yang merasa membutuhkan pertolongan dan kekurangan baik yang dikenal maupun tidak. Sebutannya pun akan bertambah dari hartawan menjadi budiman atau dermawan. Dalam memberi pun diharapkan memperhatikan tata cara dan etika. Karena tidak semua pemberian itu berakhir dengan baik walaupun dengan niat dan tujuan yang baik pula. Waktu , situasi, dan kondisi patut menjadi pertimbangan dalam memberi agar kedua belah pihak (pemberi dan penerima) sama-sama memperoleh manfaat dari proses tersebut. Beberapa etika dalam memberi telah diajarkan dalam agama di antaranya:

Tidak lebih dari sepertiga harta. Seperti anjuran rasulullah pemberian kepada orang lain walaupun di niatkan shadaqah sebaiknya tidak lebih dari sepertiga harta yang dimiliki. Pesan moral yang bisa diambil adalah bahwa pemilik harta juga memperhatikan keberlangsungan ahli warisnya agar berkecukupan sehingga tidak berpotensi menjadi miskin yang akan meminta-minta kepada orang lain.

Pemberian yang terbaik, bukan yang tidak kita sukai. Banyak diantara kita memberi kepada orang lain dengan barang yang sudah tidak sukai. Misalnya kita begitu bangga memberi pakaian bekas yang sudah tidak terpakai karena memang sudah using dan tidak suka lagi. Maka dalam memberikan barang itu tidak ada beban lagi karena sudah dianggap “sampah”. Anjuran agama adalah bagaimana kita memberi yang terbaik, memberi makan sesuai dengan apa yang kita makan, memberi pakaian sesuai yang kita pakai.

Jangan merendahkan penerima. Terkadang dalam suatu kejadian ketika kita di minta tolong atau memang ada yang sengaja meminta –misanya pengemis-, terkadang tanpa kita sadari melontarkan kata-kata yang tidak pantas bahkan menyakiti. Walau kata-kata itu terkesan logis dan dan sedikit “bercanda”, misalnya “Sepertinya badannya itu cukup sehat, kok jadi pengemis ya?”, “Emangnya saya ini bapakmu?”, atau“Emangnya saya ini departemen sosial apa?”. Menghadapi hal ini apabila memang tidak berkenan, lebih baik tidak memberi dari pada memberi dengan perkataan yang merendahkan atau syarat tertentu. Seperti dalam firman Tuhan yang tercantum dalam kitab suci. “Pekataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Mahapenyantun,” (Al-Baqarah: 263).

Dapat memberi manfaat. Dalam sabda rasulullah di sebutkan bahwa “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama”. Besar kecilnya memang tidak menjadi ukuran. Biarpun kecil jumlahnya bila dilakukan secara kolektif (jamaah) akan dirasakan manfaatnya juga. Masih teringat dalam ingatan kasus Prita yang dihukum gara-gara curhat di dunia maya. Masyarakat menggalang dana berupa koin, dan ternyata hasilnya luar biasa, koin yang terkumpul berjumlah ratusan juta. Pemberian yang baik memang untuk “membebaskan” yang diberi untuk keluar dari kesulitan itu. Ada ungkapan “lebih baik memberi kailnya dari pada ikannya”.

Memberi dengan tulus dan ikhlas. Memberi dengan tulus adalah memberi dengan tanpa beban dengan hati yang lapang, memberi tanpa harap kembali. Dalam konteks lain menjalankan kewajiban “probono” yaitu membantu publik tanpa kompensasi. Memberi dengan ikhlas artinya memberi semata-mata diniatkan atas nama Tuhan, hanya mengharap ridha Ilahi. Mengharap hanya kepada Tuhan bukan kepada makhlukNya, karena mengharap selain kepada Tuhan akan berpotensi kecewa di kemudian hari.

Maka dalam memberi seperti yang banyak dianjurkan “tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu”. Memang berat melaksanakan hal ini, tetapi inilah pemberian yang terbaik. Tidak ada jaminan bahwa pemberian dan maksud yang baik berakibat baik kepada kita dikemudian hari ada kalanya malah kebalikannya. Seperti peribahasa “Air susu dibalas air tuba” memang ada benarnya, kebaikan yang diberi malah kejahatan balasannya. Menghadapi hal ini yang terbaik adalah intropeksi diri dan ambil hikmah di dalamnya. Anggap saja ujian berlatih kesabaran dan keikhlasan serta untuk berhati-hati di kemudian hari.

Harta yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan sepenuhnya, yang dititipkan kepada kita untuk mengelolanya. Maka dalam memberi sebenarnya adalah menyampaikan harta Tuhan kepada makhluk yang lain melalui perantara kita. Bukankan tugas manusia itu sebagai “kalifahtullah”, wakil Tuhan di muka bumi. Dan amanat itu harus dijalankan walaupun tidak ringan, termasuk dalam memberi terhadap sesama.

Sumber foto: http://sebuahrisalah.multiply.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun