Ketika bulan Ramadhan tiba suasana akan berbeda dengan bulan sebelumnya atau sesudahnya. Suasana keagamaan begitu terasa, masjid banyak dikunjungi jamaah, acara televisi tidak ketinggalan, di tempat umum dan komersial hiasan ornamen Ramadhan terlihat dominan. Di bidang lain –dalam ekonomi- yang paling terasa adalah melonjaknya pengeluaran, baik itu untuk kebutuhan sehari-hari, persiapan lebaran, atau untuk mudik pulang kampung. Akibat banyaknya permintaan itu (barang dan jasa) yang –kadang- tidak mencukupi menyebabkan melonjaknya harga yang sering diistilahkan dengan Inflasi.
Gejala inflasi memang disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak bisa dilihat pada satu sisi saja, banyak variabel yang saling berkaitan yang kadang luput dari pantauan. Kita tidak perlu melihat pada skala yang besar, dengan memperhatikan yang ada di sekeliling kita cukup mampu menjelaskan gejala inflasi itu timbul. Contoh kecil, kita dapat melihat bahwa pada saat menjelang buka (ngaboburit) di beberapa ruas jalan akan ditemui pedagang dadakan yang menjajakan dangangan aneka macam makanan dan minuman. Banyaknya orang yang berjualan itu ternyata berbanding lurus juga dengan banyaknya pembeli.
Ramadhan menggerakkan roda ekonomi
Meningkatnya aktifitas ekonomi pada bulan Ramadhan ini memang terkadang bersifat “anomali” yang pada esensi Ramadhan itu sendiri yang bersifat mengendalikan diri. Kebutuhan bahan pokok justru meningkat pada bulan ini, tidak ketinggalan dengan barang atau jasa yang lain juga ikut meningkat. Kebutuhan sekunder seperti sandang juga meningkat omsetnya, toko pakaian juga kebanjiran pembeli. Tidak dipungkiri bahwa Ramadhan tidak terlepas pula dengan tradisi yang serba baru ditambah budaya mudik ke kampung halaman.
Banyak uang yang beredar. Di bulan Ramadhan ini akan meningkat jumlah uang yang beredar di masyarakat. Hal ini dikarenakan bahwa pada profesi tertentu seperti para karyawan dan pegawai memperoleh dana Tunjangan Hari Raya (THR) dari tempat ia bekerja. Bagi profesi yang lain tidak pula ketinggalan, dengan mengeluarkan simpanan yang selama ini ditabung pada bulan-bulansebelummnya untuk menyambut Ramadhan.
Adanya dana berlebih itu tentu tidak di simpan begitu saja, tentu ada yang dibelanjakan untuk kebutuhan rutin, konsumtif dan amal. Hal inilah yang menyebabkan roda ekonomi beranjak naik baik pada sektor riil dan jasa. Adanya budaya mudik juga membuat Ramadhan tampak semarak, moda transportasi dengan intensitas meningkat tajam baik di darat, laut, dan udara.
Tercipta lapangan kerja baru. Walaupun hanya sebulan, Ramadhan berhasil mendorong beberapa orang untuk mengambil peran dalam mengais rejeki. Adanya pedagang dadakan mengindikasikan hal itu. Naluri untuk sekedar menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan para pembeli telah membentuk para entrepreneur baru. Bulan Ramadhan ini cukup efektif untuk belajar berwira usaha dan menangkap peluang yang ada. Jika jiwa ini terus dikembangkan dapat menjadi usaha baru dibulan bulan berikutnya.
Meredam inflasi
Dengan melihat memingkatmnya jumlah permintaan barang dan jasa ini timbul pula kekhawatiran inflasi dan itu memang sebuah konsekwensi. Adanya inflasi di bulan Ramadhan ini memang merisaukan namun bukan berarti tidak ada solusinya. Berbagai upaya dilakukan agar inflasi itu tidak berdampak –gejolak- sosial apalagi mengarah pada urusan politik (baca: keamanan dan ketertiban)
Peran serta pemerintah (pusat dan daerah) sebagai pemegang kebijakan, Bank Indonesia pada bidang moneter, serta organisasi keagamaan diharapkan bersinergi agar inflasi tidak bergerak secara liar dan mampu dikendalikan. Berbagai upaya dilakukan sesuai dengan kewenangan masing-masing agar masyarakat dapat tenang dan beraktifitas secara normal.
Keseimbangan permintaan dan persediaan. Inflasi dapat diredan bila permintaan dan persediaan (supply and demand)mampu terpenuhi dengan baik. Permintaan kebutuhan bahan pokok memang naik, dan itu persediaanya harus dapat terpenuhi sehingga tidak terjadi kelangkaan barang. Operasi pasar terus digalakan agar harga dapat terkendali, di samping itu untuk memastikan tidak ada monopoli barang. Adanya penindakan secara hukum terhadaop pihak-pihak yang mengambil untung secara tidak wajar juga efektif agar tidak ada permainan harga.
Melebarkan pola distribusi. Kelancaran distibusi sangat penting untuk memanstikan barang yang diperlukan mayarakat dapat tersebar dengan merata. Dengan disribusi yang baik maka tidak akan ada penumbukan barang pada suatu tempat. Kelancaran distribusi ini juga dapat mengurangi ongkos produksi yang berlebih sehingga istilah ekonomi berbiaya tinggi dapat tertekan. Dampaknya harga pada tingkat konsumen tetap pada tataran yang wajar.
Pengupayaan adanya persaingan sehat. Dengan banyaknya pelaku usaha yang bermain pada kebutuhan barang-baik pokok dan sekunder- akan berdampak pada persaingan yang sehat. Maka dengan demikian konsumen (baca: masyarakat) akan mendapatkan banyak pilihan. Untuk mendapatkan perhatian masyarakat maka mau tidak mau para produsen dan penjual akan melakukan hal yang terbaik. Upaya yang dilakukan adalah bisa melalui pelayanan atau dengan permainan harga.
Dengan demikian konsumen akan memperoleh keuntungan, harga akan stabil bahkan ada yang di bawah rata-rata. Sebagai contoh adalah bahwa di berarapa supermarket atau mal malah berlomba-lomba memberi diskon khusus terhadap barang yang ada. Sensitifitas masyarakat akan harga tentu akan mempengaruhi daya beli. Bila harga wajar dan masuk akal maka masyarakat akan membelinya, dan jelas para penjual ingin tempat belanjaanya yang akan dituju.
Rasa sosial dan spiritual meredam inflasi
Tidak dapat dipungkiri bahwa bulan Ramadhan bersinggungan dengan masalah spiritual (baca: keagamaan).Yang tidak saja pada berdimensi ritual dengan Tuhannya (vertikal) tetapi juga menumbuhkan rasa sosial sesama manusia (horizontal). Di bulan Ramadhan dianjurkan untuk menambah amal ibadah di kedua dimensi tersebut. Maka tidak heran tembat ibadah ramai oleh jamaah, serta banyaknya aksi sosial baik secara pribadi dan lembaga.
Konsumsi pribadi boleh naik tetapi turut dibarengi dengan peningkatan amal untuk orang lain. Kita bisa lihat di beberapa masjid disediakan makanan dan mimunan (takjil) untuk berbuka puasa bagi matarakat sekitar dan –terutama- para pengelana (musafir). Semua disediakan oleh masyarakat sendiri yang dikoordinir oleh pengurus masjid. Di lain sisi juga akan didapati para relawan yang membagikan makanan dan minuman dijalanan pada saat menjelang buka puasa.
Tidak itu saja dikalangan organisasi massa (ormas), instansi, ataupun perusahan berlomba-lomba dapat menyelenggarakan aksi sosial.Baik itu buka bersama atau bantuan yang lain untuk meringankan beban. Ibadah yang bersifat sosial yang lain adalah kewajiban zakat yang harus dikeluarkan bagi yang mampu untuk diserahkan kepada yang berhak.
Dengan adanya ibadah berasa sosial itu maka bagi masyarakat yang kekurangan akan terpenuhi kebutuhannya. Tidak ada kekhawatiran sama sekali untuk tidak merayakan semaraknya Ramadhan. Di bulan Ramadhan ini semua berada pada titik keseimbangan, yang berada dituntut untuk memberi dan bagi kekurangan akan memperoleh haknya. Keseimbangan inilah yang membuat yang tidak langsung mampu meredang gejolak inflasi yang berlebihan. Di bulan ramadhan ini semua merasa senang baik kalangan yang berada ataupun yang kekurangan. Rasa kepedulian di bulan Ramadhan inilah yang diharapkan akan terus berlanjut di bulan berikutnya dengan format berbeda tapi esensi yang sama. Dengan demikian kekhawatiran inflasi berlebihan mampu diredam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H