Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bola Panas Itu (Sebenarnya) Ada di Megawati

18 Februari 2015   13:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:59 2260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424224273532956836

[caption id="attachment_397716" align="aligncenter" width="558" caption="Sumber: tempo.co"][/caption]

Senin lalu (16/2) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan permohonan praperadilan oleh Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan (BG) bahwa penetapan status sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Keputusan itu membuat suasana bertambah lebih runyam. Presiden Jokowi rupanya benar-benar berada pada situasi bagai makan buah simalakama. Hal itu berkenaan dengan jadi atau tidaknya BG akan dilantik sebagai kapolri definitif. Satu sisi kalangan publik -sepertinya juga Jokowi- tidak sreg dengan BG, sisi lain BG didukung para Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan tidak dinyana diperkuat oleh Koalisi Merah Putih (KMP) minus Partai Demokrat di DPR.

Walaupun presiden mempunyai hak preogatif untuk melantik atau tidaknya BG, kondisi sesungguhnya tidaklah sesederhana seperti yang kita kira. Sudah menjadi fakta bahwa Jokowi memang dipilih langsung oleh rakyat (melalui pemilu). Fakta yang lain Jokowi juga diusung oleh partai dan koalisinya sehingga bisa menjadi presiden. Partai pengusung, lebih tepatnya para elitenya rupanya ingin meminta balas budi atas keberhasilan Jokowi sampai ke istana. Caranya beragam di antaranya meminta orang tertentu di jabatan publik. Kedudukan partai memang cukup kuat dalam dukungan politik terutama di DPR, dan celakanya Jokowi dan JK bukanlah elite partai yang dapat mengendalikan partai itu sendiri.

Kita dapat merasakan betapa beratnya beban Jokowi itu. Dukungan publik (yang menolak BG) baik melalui aksi jalanan atau di sosial media tidak mampu memberikan posisi kuat buat Jokowi. Apalagi sang wapres JK malah sepertinya tidak sejalan dengan –keinginan- Jokowi. Sebagai pelipur lara adalah dukungan moral dari Syafii Maarif yang tiada hentinya untuk mengingatkan Jokowi agar tetap tegar untuk berada pada jalur yang benar.

Dalam begitu lemahnya posisi Jokowi ini, kita berharap tidaklah terus berlarut, setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya. Salah satu yang bisa diupayakan adalah turun tangannya ketua umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Bola panas itu sebenarnya berada pada Megawati bukan Jokowi. Walaupun Megawati tidak berada pada tampuk kekuasaan negara, namun pengaruh dan kharismanya masih kuat tidak terkecuali kepada Jokowi sekalipun. Sebagai ketua umum partai pemenang pemilu, Megawati dapat memberikan warna tersendiri dalam mengatur keseimbangan kekuasaan (eksekutif-legislatif). Baik Jokowi atau anggota DPR dari PDIP adalah "bawahannya" karena berposisi sebagai kader partai.

Megawati harus dukung Jokowi

Posisi Jokowi saat ini sedang terjepit. Maju ataupun mundur pasti kena. Mengharapkan ketegasan presiden (Jokowi) seorang diri tidaklah cukup, pada realitasnya dukungan politik jelas sangat diperlukan. Jangan sampai kejadian yang dialami Gus Dur terulang kembali pada Jokowi. Kita ketahui bahwa komitmen Gus Dur begitu tinggi, karena ia seorang diri maka akhirnya dapat tersingkir pula.

Jokowi adalah harapan rakyat saat ini, rakyat begitu mendukungnya. Dan Megawati sebagai ketua umum yang mengusung Jokowi sebagai presiden harus sadar itu. Membiarkan Jokowi seorang diri menghadapi persoalan pelik adalah sikap yang kurang bijak. Megawati sepertinya harus turut andil dalam mengatasi persoalan BG ini.

Hal yang dapat dilakukan Megawati adalah ia harus mendukung sepenuhnya Jokowi. Yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada presiden (Jokowi) untuk memilih kapolri atas pilihannya sendiri (melalui hak preogatifnya). Ini sangat diperlukan sebab presiden adalah atasan langsung bagi kapolri. Megawati tidak perlu memaksakan diri mendukung -jagoannya- BG sebagai kapolri untuk dilantik. Selain itu Megawati tidak perlu terlalu jauh mengintervensi Jokowi, yang selama ini banyak penumpang gelap yang menyusupkan kepentingannya.

Megawati harus segera bertindak dan turun tangan sebab posisi Megawati masih kuat, beberapa faktor menyertainya. Pertama, kharismanya masih tinggi, maka apa yang diucapkannya dapat membuat beberapa orang akan “tunduk”. Hanya Megawatilah yang mampu “menjinakkan” para kader PDIP sendiri yang selama ini berkomentar dan bertindak tanpa terkontrol (pendapat pribadi dan kepentingan partai menjadi bias). Jokowi sebagai kader terbaik harus dijaga agar kepercayaan publik tidak luntur, terutama pada PDIP. Jangan sampai rakyat marah yang kemudian imbasnya akan berakibat buruk pada PDIP di pemilu 2019. Pada pemilu 2014 kejayaan PDIP pulih kembali dan mampu menjadi pemenang dan mengantarkan kadernya menjadi presiden. Dan Megawati sepertinya tidak akan mengulangi kejadian pahit di masa lampau (pemilu 1999 menang, pemilu selanjutnya jeblok), yang justru akan menguntungkan pihak lain.

Kedua, Jangan sampai Jokowi dibajak. Jokowi tentu membutuhkan dukungan politik. Jangan sampai Jokowi "durhaka" kepada partai yang membesarkannya apalagi kepada Megawati. Namanya politik segala sesuatu bisa menjadi serba mungkin. Jokowi bisa saja "dibajak" oleh KMP. Kunjungan Prabowo ke Istana Bogor bulan lalu (29/01) disambut keceriaan oleh Jokowi. Hubungan "mesra" ini harus disikapi serius oleh PDIP (baca: Megawati). Jangan sampai kader terbaik yang diusung PDIP malah menyeberang ke partai lain karena merasa tidak diperhatikan atau disingkirkan, dan lebih ironis berlabuh ke lawan politiknya. Masih ingat dalam ingatan tokoh seperti Gamawan Fauzi, I Made Mangku Pastika, ataupun Rustiningsih yang meninggalkan PDIP. Dan ini sangat merugikan, PDIP yang membesarkan justru pihak lain yang menikmati.

Ketiga, untuk kepentingan bangsa dan negara. Sikap dan sifat kenegarawanan Megawati sangat diperlukan untuk meredam dan mengakhiri kekisruhan ini. Sebagai ketua partai yang dihormati dan disegani tentu tidak rela bila bangsa ini hancur. Megawati harus bisa percaya seutuhnya kepada Jokowi untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan benar. Dan bisa menempatkan diri sehingga Jokowi tidak merasa segan, serbasalah, dan ewuh pakewuh.

Betapapun juga suara rakyat harus didengarkan, dan Megawati tahu itu. Ia tidak akan membiarkan Jokowi -pilihannya- untuk berjalan sendirian. Sebagai ibu politik, ia tahu betul bagaimana hitam-putihnya politik itu. Megawati tentu akan lebih memilih Jokowi, ini menyangkut kepercayaan diri dan publik serta keberlangsungan PDIP di masa datang. Megawati tentu akan berhitung bahwa PDIP tidak boleh menurun apalagi hancur hanya karena membela habis-habisan BG.

Ketika Megawati turun tangan dengan mendukung Jokowi dan tidak memaksa BG menjadi kapolri (seperti yang diinginkan publik). Maka banyak akan yang terselamatkan: polisi, KPK, dan kepentingan yang lebih besar (dalam hal ini rakyat). Yang terpenting adalah dengan kharisma Megawati itu BG (mantan anak buahnya) akan legowo menerimanya begitu pula dengan kader PDIP lainnya. Tentu ini berbeda bila dibandingkan dengan Jokowi yangmelakukannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun