Akademi sepakbola Como 1907 merupakan akademi sepakbola yang dimiliki oleh Club sepakbola Como 1907, Italy. Klub sepakbola Como 1907 menjadi fenomenal dan mengejutkan banyak Masyarakat baik yang ada di Como Italy, Indonesia maupun dunia. Fenomena yang telah menjadi bagian histori penting perjalanan klub sepakbola itu adalah dimulai dari Langkah keluarga Hartono melalui Group Djarum untuk mengakuisisi Como 1907 yang saat itu sudah sangat terpuruk terdegradasi hingga ke Serie D Liga Italy. Selanjutnya hanya dalam waktu 4 tahun Como 1907 bisa naik kembali ke Liga Italy Serie A. Dari sekian banyak hal yang banyak menjadi sorotan tentang fenomena Como 1907 ini ada satu hal yang sangat membedakan klub sepakbola ini dengan klub-klub lainnya, yakni ada nilai tanggung jawab Perusahaan terhadap masa depan pemain saat pensiun dari dunia pemain sepakbola.
    Dalam membangun akademinya Como 1907 banyak mendatangkan orang-orang penting dan piawai dalam berbagai hal seperti Denise Wise Legenda Chelsea, Cesc Fabregas sebagai pelatih, maupun Thiery Henry sebagai investor minoritas di Como 1907. Satu hal professional yang merupakan Langkah terobosan diambil oleh manajemen Como 1907, yakni memisahkan antara bisnis dan teknis. Bagi orang-orang yang diserahi tanggung jawab teknis tidak boleh terlibat dalam urusan bisnis, dan harus focus pada masalah teknis saja, demikian juga sebaliknya. Dengan pola manajemen seperti ini mampu menyulap Como 1907 dalam waktu singkat menjadi Perusahaan sepakbola yang sehat finansial sekaligus melejit dalam kemampuan teknis dan mampu menembus ke Serie A Liga Italy.
    Tidak cukup sampai disitu, Como 1907 juga sangat berbeda dalam melakukan pendekatan kurikulum di Akademi sepakbolanya. Ada satu hal yang menjadi pembeda bagi Como 1907, yakni adanya pembekalan skill dan knowledge bagi para siswa didiknya untuk menghadapi masa pensiun dari pemain sepakbola nanti. Inilah kepiawaian manajemen dalam menangkap peluang untuk menerapkan nilai-nilai perusahaannya sekaligus menjadi branding penting bagi perusahaannya sehingga pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan bagi Perusahaan. Ya, Como bukan hanya sukses dalam membangun bisnis dan teknisnya, namun juga mampu menanamkan nilai-nilai perusahaannya untuk membangun Human Capital sumber daya manusianya.
    Seorang petinggi sepakbola di Indonesia pernah menyatakan ada lima syarat mutlak yang harus ada pada satu klub sepakbola jika ingin menjadi kekuatan yang diperhitungkan bahkan juara, yakni, kekuatan finansial, manajemen yang professional, dukungan supporter yang maksimal, masyarakat umum setempat yang mencintai dan mendukung klub, serta memiliki stadion sebagai homebasenya. Menarik untuk membicarakan dukungan Masyarakat setempat selain supporter fanatiknya serta homebase. Dukungan masyarakat setempat merubakan salah satu ukuran dalam menilai suatu klub telah memiliki akar yang kuat atau belum, ibarat tanaman yang memiliki akar kuat maka akan tumbuh dengan subur dan kuat pula. Maka klub sepakbola harus mendapatkan level perhatian dari Masyarakat setempat, dan umumnya dukungan ini akan mengikuti prestasi atau ada satu nilai penting lainnya seperti historis maupun jasa besar klub kepada masyarakat. Jika masyarakat saja sudah demikian mencintai klub sepakbola tersebut maka logikanya supporter dan para pemain akan lebih mencintai klub tersebut. Terkait homebase menunjukkan bahwa homebase tak bisa dipisahkan dari klub dan pemain serta supporter, karena homebase adalah ibarat tempat dari akar dan tanaman akan tumbuh. Jangan pernah memisahkan klub dengan homebasenya. Banyak Pelajaran yang bisa diambil, ketika klub tidak memiliki homebase maka serta merta prestasinya menurun drastis. Homebase bukanlah sekedar sentralisasi kegiatan dan klub berlatih serta bermain, namun ia memiliki ikatan yang kuat dengan sejarah, emosi dan mental klub secara keseluruhan. Jadi nilai-nilai inilah yang tidak boleh dilepaskan dari  homebase suatu perusahaan atau institusi apapun. Dengan kata lain suatu perusahaan yang ingin meraih prestasi tinggi dan dicintai oleh seluruh SDMnya serta masyarakat setempat, maka menjadi pantangan baginya untuk memisahkan homebase dengan social capitalnya.
    Social capital merupakan sumber daya produktif yang bisa dinikmati oleh organisasi atau individu selama ada relasi, tetapi menghilang ketika relasi tidak ada lagi (Djoyo Yuwono, 2016). Demikian juga menurut Nahapiet & Ghoshal (2018), social capital didefinisikan sebagai jumlah sumber daya aktual dan potensial yang tertanam, tersedia dan berasal dari jaringan yang dimiliki individu atau kelompok. Dalam konteks ini, maka sosial capital setiap perusahaan ataupun institusi tidak bisa diseragamkan sekenanya saja, namun tetap harus mengakar dan berada di Lokasi social capital tersebut berada. Satu klub sepakbola atau institusi harus tetap berada di tempat asalnya beserta social capital yang ada, tidak masalah seberapa banyak klub itu akan muncul selama memiliki tujuan tertentu dan nilai-nilai khas dan strategis yang bisa dibangun maka ia mesti ada untuk kepentingan humanisme yang bukan sekedar pragmatisme. Sebagaimana Como 1907, segala bentuk kekurangan dan kelemahannya tidak menjadi alasan ia harus dibubarkan atau merger dengan klub lain yang lebih kuat, atau bahkan meniru persis manajemen klub besar yang ada. Namun ia bertahan dengan nilai-nilai lokalnya termasuk social capital yang ada dengan homebase yang tetap berada di kota yang kecil namun cantik, yang sangat memikat perhatian dunia. Forza Como, Ciao...(NN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H