Mohon tunggu...
Herwin Halman
Herwin Halman Mohon Tunggu... Buruh - Ikhlas

Ikhlas

Selanjutnya

Tutup

Politik

TV Pengumbar Janji

18 Desember 2014   19:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak heran jika kau membodohiku ,dan tak berdosa pula jika kau perdengarkan suara yang sumbang mu ketelinga kiriku yang penuh bintik hitam sebagai bentuk tanda lahir dari orang tuaku.
Kuingin terlelap tapi kehebatammu beretorika membuatku harus bangkit dari rebahan diatas kasur penuh bercak orang orang yang ingin belajar berpolitik, kuambil sebatang gumpalan tembakau, lalu ku kemas hingga rapi, dan akhirnya kujilat dan kubakar sendiri , mirip janji manis sebahagian para politisi saat berorasi .
Kutatap wajahmu lewat kaca bergambar yang membuat perusahaan listrik negara menguras isi kantongku, ku pertajam deras sentakan suaramu lewat sebuah remot yang berkekuatan 2 batrei.
Engkau seakan bernyanyi bait perbait, engkau lantunkan ke telinga masyarakat yang tengah keasikan mengikuti suara gendang yang entah di desaign oleh siapa, tapi tentunya saya mengakui kalau dia hebat karna mampu membuat lebih dari separuh masyarakat yang tak memakai alas kaki di negara ini tengah asik bergoyang diatas pecahan beling.
Wajah lugu seakan milik semua kalangan engkau tampilkan, sedikit menunduk untuk menanduk lalu menyampaikan pesan jikalah engkau menghargai kami sebagai penikmat layar kaca, hahaha ternyata engkau lagi keteteran membaca naskah pidato yang membuat sebahagian dari kami penikmat layar kaca berhasil kau bodohi.
Entah sampai kapan engkau buat saya tercengang sambil memegang tembakau via 2 ( dua ) jari.
Mataku melotot, menatapi wajah di balik wajahmu yang mungkin saja tengah asik menertawakan kami,
Wahai negeriku entah atas nama cinta ataukah atas nama nasionalisme terserah saja. Tunjukan amarah mu, tampilkan kebenaran, pecahkan kaca TV ku, buka topengnya. Aku sudah lelah di sajikan drama yang di desaign semiris dan semanja film korea tapi memang alurnya pantas di acukan 2 jempol atauka 2 jari ( terserah ).
Tak kalah menggelitik saat engkau nyata nyatanya membuat kaki kami berdarah, perut kami keroncongan, lalu otak kami berputar lebih cepat dari biasanya, dampak kenaikan BBM penyebabnya.
Tapi dengan tampilan secara refleks ataukah memang hobi engkau katakan "Bukan Urusan Saya". Lah jadi ini urusan siapa ? Tanyaku
Mungkin tuhan telah bosan melihatku bertanya dalam hati dalam keadaan emosi, suara gemuruh hujan diturunkan, suara TV tak lagi terdengar, gambarnya mulai berpasir,
Tak ada pilihan lain selain kembali rebahan lalu mencoba untuk tertidur, inilah cara tuhan membuatku mencoba tertidur.
semoga saja tuhan dengan cepat juga menurunkan cara agar mereka sebagian penguasa yang gemar memainkan perasaan masyarakat agar percaya dengan kebohongannya tergerak untuk cepat tertidur di dunia lalu bangun di akhirat agar negara ini bisa sedikit tenang dari suara sumbang pengumbar janji.
( Di tulis saat ngantuk dan selesai saat ingin bermimpi tak seburuk nilai tukar rupiah saat ini )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun