Sebagaimana yang telah ketahui sebelumnya, bahwa sistem pemerintahan Indonesia pada masa orde baru mengacu pada sistem sentralisasi. Sistem ini merupakan sistem penyelenggaraan pemerintah yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat dengan luasnya wilayah yang tersebar. Pemerintah pusat mendapat kesulitan dalam melaksanakan transparansi secara proporsional terhadap pembangunan nasional. Karena hal ini menumbuhkan tendensi bagi pemerintah pusat untuk lebih memfokuskan dirinya pada pembangunan di pusat dan seolah tidak memperhatikan kebutuhan pembangunan yang ada di daerah, khususnya daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat.
Imbasnya terjadi ketimpangan dan kesenjangan yang cukup signifikan antar daerah. Sehingga hal ini mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Dengan adanya ketimpangan pembangunan dan pelayanan yang tidak tertata secara transparan tersebut, pemerintah berkomitmen untuk merubah kebijakan yang ada, yakni merubah kebijakan sentralisasi menjadi system desentralisasi.
Penyelenggaraan desentralisasi terkait dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, salah satunya adalah pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengurus pemerintahannya masing-masing dan memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal demi terwujudnya kemandirian keuangan daerah.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya berarti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang telah ditetapkan dalam undang - undang. Maka dari itu, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah berbeda-beda. Namun, prinsip dalam otonomi daerah tetap sama, yaitu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu beorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan, kebutuhan dan aspirasi yang tumbuh di dalam masyarakat. Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah telah diatur mengenai pelaksanaan sistem desentralisasi di negara Indonesia, dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme, dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang menitik beratkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah. Pemerintah daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan berbagai sumber daya yang mampu menggerakan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Fakir keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda pemerintah daerah.
Keuangan daerah adalah yang termasuk didalamnya keseluruhan tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman, serta pendapatan daerah lain-lain yang sah.
Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud dengan otonomi daerah karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling mengetahui kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik dari segi permasalahan yang ada sampai kepada sumber pendapatan yang bisa digali oleh pemerintah daerah tersebut. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang diperoleh oleh tiap pemerintahan kabupaten/ kota. Semakin besar pendapatan asli daerah dibandingkan dengan bantuan yang diberikan pemerintah pusat maka pemerintah kota tersebut tingkat kemndirian keuangan daerahnya tinggi. Pendapatan asli daerah itu sendiri merupakan poin utama dalam megukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu, perlu dilihat efektivitas pendapatan asli daerah tersebut dengan membandingkan antara pendapatan asli daerah yang dianggarkan dengan realisasi pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah inilah yangÂ
merupakan sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil daerah.
Selain pendapatan asli daerah, dana perimbangan juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap struktur APBD. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan dana perimbanagan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Akan tetapi, diharapkan setiap daerah tidak menjadikan dana perimbangan sebagai sumber utama pendapatan daerah tapi menjadikannya sebagai sumber pendapatan pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin kecil. Dengan semakin kecilnya tingkat ketergantungan tersebut, maka suatu daerah dapat dikatakan mandiri.