BBM NAIK, MASYARAKAT MENGHARGAI ENERGI
Di negara maju seperti di Eropa Barat, pemerintahnya hanya sedikit memberikan subsidi untuk produk energi, bahkan ada yang tidak memberikan subsidi sama sekali, sekalipun negara tersebut kaya akan minyak.
Contoh, Norwegia misalnya, yang dianggap salah satu negara paling maju di dunia dan negara kaya minyak dengan jumlah ekspor minyak mencapai 1,6 juta barrel per hari alias negara pengekspor minyak terbanyak ke 9 di dunia, disana harga minyak mencapai 2,26 USD per liter, malah lebih mahal dibanding harga minyak di pasar internasional yang besarnya sekitar 1,5 USD. Artinya pemerintah disana sama sekali tidak memberikan subsidi minyak bagi warganya. Hal yang sama juga terjadi untuk produk gas dan listrik.
Masyarakat Norwegia dipaksa untuk belajar menghemat energi. Bahwa kalau mereka tidak mau bayar mahal, ya kurangi pemakaian, gunakan listrik, gas, dan minyak hanya untuk hal yang penting-penting saja. Begitu kira-kira pesan pemerintahnya. Jadi tidak seperti di Indonesia, orang belanja 100 meter saja sudah bawa motor, lampu dan TV menyala 24 jam, lebih memilih naik mobil pribadi yang isinya cuma 1-2 orang dibanding kendaraan umum. Masyarakat kita terutama yang ekonominya kelas menengah ke atas sangat tidak menghargai energi karena saking murahnya produk tersebut.
Kembali soal Norwegia, jika warganya dipaksa membeli minyak sesuai harga minyak dunia, lantas keuntungan penjualan minyak baik dalam negeri maupun ekspor dibawa kemana? Tidak lain dialihkan untuk hal yang lebih berguna dan tepat sasaran, misalnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Sebagai catatan untu presiden kita ini, Norwegia adalah negara yang dianggap kualitas pendidikannya paling baik, termasuk 10 besar, tepatnya berada di posisi ke 7 berdasarkan data tahun 2007, sedang untuk kualitas sistem kesehatannya, Norwegia berada di peringkat ke 11 berdasarkan data WHO tahun 2000. Bandingkan dengan Indonesia, sudah miskin, banyak hutang, defisit minyak, sok ikut memberi subsidi minyak dengan jumlah yang besar segala, hasilnya pembangunan jadi terhambat, masyarakatnya tambah bodoh dan sakit-sakitan, karena sasarannya tidak tepat.
Dengan membandingkan situasi antara Negara kita dengan Norwegia kita bisa tahu mana kebijakan yang baik dan mana yang tidak. Ada negara yang bisa maju dan berhasil kenapa kebijakannya tidak dicontoh oleh presiden kita? Alasan kenapa pemerintah mempertahankan kebijakan subsidi BBM yang dari awal sudah diakui salah oleh Habibie dan SBY ini, adalah karena kebijakan pengurangan subsidi BBM sifanya tidak populer alias tidak disukai masyarakat umum, siapapun yang mengambil kebijakan ini akan dibenci dan menjadi sasaran empuk media, maka dibutuhkan pemimpin yang berani dan tegas untuk mengambil kebijakan ini, dan untuk saat ini Jokowi mampu membuktikan hal itu sekalipun baru menjabat sebagai presiden. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa Jokowi tidak mementingkan pencitraan seperti yang selama ini dituduhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H