"Dikit-dikit berdoa, manusia kan memiliki akal budi, berusaha dong..." Pernah mendengar pernyataan seperti itu? Memang bagi orang yang skeptis berdoa itu dianggap sebagai tanda kelemahan dan kemalasan. Tetapi bagi orang yang religius, berdoa menjadi cara pertama untuk mengatasi masalahnya. Lepas dari permasalahan apakah kita orang yang skeptis terhadap agama atau orang yang religius, beberapa penelitian di bawah ini sangat menarik untuk kita perhatikan.
Profesor Lisa Miller, direktur Clinical Psychology dan direktur Spirituality Mind Body Institute di Teachers College, Columbia University, melakukan penelitian terhadap 103 orang yang berisiko tinggi mengalami depresi berdasarkan sejarah keluarga mereka. Dengan menggunakan MRI untuk memetakan aktivitas dan struktur otak mereka, Â Lisa menemukan fakta menarik, yaitu: orang-orang yang menjunjung tinggi agama dan berdoa secara teratur memiliki korteks lebih tebal dibandingkan mereka yang tidak atau jarang berdoa. Korteks yang lebih tebal mengindikasikan, bahwa orang tersebut memiliki kecenderungan untuk menderita depresi jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang memiliki korteks tipis. Seperti diketahui, penipisan korteks, khususnya di bagian tertentu di otak merupakan indikator semakin memburuknya kesehatan seseorang, terutama karena tekanan depresi.
Penelitian lain yang dilakukan di Inggris dan diterbitkan di British Journal of Health Psychology, menyatakan, bahwa berdoa bisa mengurangi risiko seseorang terserang depresi dan kegelisahan dalam hidupnya. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menemukan bahwa orang yang rajin berdoa di tempat ibadah cenderung menjadi orang yang merasa positif dan tidak tertekan.
Dr. Andrew Newberg dari Department of Psychiatry di University of Pennsylvania dalam salah satu penelitiannya juga menemukan fakta, bahwa berdoa bisa meningkatkan kadar dopamine atau "hormon gembira" di otak sehingga membuat orang lebih bahagia dan lebih damai.
Para peneliti dari Gallup juga pernah melakukan riset terhadap 676 ribu orang Amerika dengan cara melakukan survei melalui wawancara telepon untuk menilai dan menggambarkan seberapa sehat masyarakat dengan membaginya berdasarkan beberapa kategori, yaitu: bagaimana kualitas hidup, kesehatan emosional, kesehatan fisik, kebiasaan perilaku sehat, kepuasan kerja, akses ke dokter dan sumber daya kesehatan lainnya. Setiap tanggapan dari partisipan akan diberikan skor dengan skala 0-100. Dalam wawancara tersebut, partisipan juga diminta untuk menyebutkan agama mereka.
Hasil survei ini menunjukkan, bahwa orang yang beragama memiliki nilai lebih tinggi dalam skor kesehatan dan kesejahteraan secara umum dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak religius. Peneliti menyimpulkan, bahwa ibadah dalam sebuah agama membuat seseorang mengalami interaksi sosial dan persahabatan dengan orang lain secara baik. Sebuah agama biasanya menyediakan mekanisme yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah hidup, seperti berdoa atau bermeditasi, sehingga bisa menolong umat mengurangi tingkat stress, depresi atau kecemasan serta meningkatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Hasil jangka panjangnya adalah orang yang religius dapat hidup lebih lama.
Riset lain yang pernah dilakukan oleh National Institutes of Health juga menemukan, bahwa orang yang berdoa setiap hari terbukti memiliki risiko 40 persen lebih rendah terkena hipertensi dibandingkan dengan mereka yang jarang berdoa.
Dari berbagai hasil penelitian di atas, berarti kita bisa menyimpulkan, bahwa kebiasaan berdoa yang dilakukan dengan kesungguhan dan kemurnian hati dapat membuat kualitas kesehatan jiwa kita meningkat. Jiwa kita menjadi lebih damai, tenang, bahagia, gembira dan memiliki harapan sehingga kita mampu mengatasi tekanan stress, depresi maupun kekuatiran hidup. Kualitas kesehatan jiwa yang seperti ini tentu saja akan mempengaruhi juga kesehatan tubuh dan meningkatkan produktifitas hidup. Kalau begitu, jangan ragu untuk melakukannya. Tetaplah berdoa dan bersyukurlah setiap hari.
Salam sukses dan bahagia!
heru tri budi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H