Apakah saat ini Anda sedang marah? Atau Anda sedang menghadapi seseorang yang bawaannya marah-marah melulu? Kemarahan itu bagaikan penjara yang membelenggu hidup seseorang.Â
Orang yang sedang dikuasai kemarahan akan merasa tidak berdaya dengan dorongan emosi negatifnya ini sehingga kata-kata, sikap dan perilakunya akan merusak. Penghargaan, respek, kepercayaan dan relasi dengan orang lain akan menjadi rusak.
Marah adalah perasaan tidak senang terhadap seseorang atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Kemarahan biasanya akan diikuti dengan sikap permusuhan terhadap seseorang yang dianggap menyerang atau menyakitinya. Tidak ada satu orang pun yang bebas dari yang namanya kemarahan ini -- termasuk Anda juga kan?
Seorang pengajar program doctoral Universitas Yale, AS, Victoria Brescoll, melakukan penelitian dengan melibatkan sekitar 17.000 orang yang dipilih secara acak, lelaki dan perempuan.Â
Brescoll melakukan tiga pengujian yang meliputi: Hal apa saja yang membuat mereka marah atau kecewa saat bekerja; Alasan apa yang tepat untuk menunjukkan kemarahan; dan hubungan kemarahan berdasarkan gaji dan posisi pekerjaannya.
Dari serangkaian tes di atas, Brescoll secara garis besar menyimpulkan bahwa para pegawai emosinya akan lebih stabil jika ada sikap saling menghormati antar rekan kerja, atasan dengan bawahan, dan adanya penghargaan yang baik atas kerja keras mereka.Â
Sedangkan faktor posisi atau jabatan tidak berpengaruh secara signifikan. Baik pegawai pemula sampai eksekutif senior, tingkat kemarahannya dipengaruhi faktor-faktor seperti disebut di atas.
Brescoll juga menemukan fakta menarik tentang cara pandang tentang kemarahan pegawai di tempat kerja berdasarkan jenis kelamin. Pegawai lelaki yang marah jauh bisa lebih diterima oleh lingkungan kerja dibandingkan dengan pegawai perempuan, apa pun jabatannya.Â
Kemarahan lelaki dianggap sebagai sebuah bentuk komunikasi pribadi untuk menunjukkan dominasi pada orang lain agar mereka bisa mengikuti kemauannya. Sebaliknya pegawai perempuan yang marah, baik apapun jabatannya akan dianggap rendah derajatnya karena dinilai tak bisa mengendalikan diri dan tidak berkompeten. Ini bukan hanya penilaian responden lelaki, tapi juga para responden perempuan.
Sebuah penelitian lainnya menyatakan, bahwa sebuah gen "merah" yang bertanggung jawab di balik kemarahan, tindakan kekerasan dan agresivitas seseorang telah diidentifikasi para ahli.Â
Alkohol mempengaruhi terjadinya mutasi gen di otak penyebab perilaku impulsif. Para peneliti mengurai DNA dari sejumlah responden impulsif dan membandingkannya dengan orang non-impulsif. Dari situ ditemukan sebuah gen DNA tunggal yang dikenal dengan HTR2B. Gen inilah yang menyebabkan perilaku yang sangat impulsif.Â