Mohon tunggu...
Heru Susetyo
Heru Susetyo Mohon Tunggu... -

Dosen FH UI Depok, FH Esa Unggul Jakbar, Advokat Publik di PAHAM Indonesia, Mahasiswa Program Doktor Human Rights and Peace Studies Mahidol University, Bangkok - Thailand. Tinggal di Bangkok dan Jakarta. e-mail : heru.susetyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etnis Rohingya: Korban Kekerasan Struktural yang Menyejarah

6 Agustus 2012   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:11 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rohingya bukan satu-satunya etnis Muslim di Myanmar. Di samping etnis Rohingya, ada pula etnis Indian Muslim yang kebanyakan tinggal di Rangoon (berubah menjadi Yangoon pada tahun 1989). Kemudian, etnis Panthay, etnis Muslim keturunan Cina yang bermigrasi dari Cina barat laut (Muslim Hui). Lalu, ada etnis Muslim keturunan Melayu yang tinggal di Kawthaung dan sebagian kecil bermukim di pulau-pulau sekitar Laut Andaman dan kerap disebut sebagai moken (atau sea gypsy/orang laut).  Namun,etnis muslim lain, selain Rohingya di Arakan, cenderung hidup lebih aman daripada warga Rohingya.  Walaupun bukan berarti mereka hidup nyaman dan sejahtera juga.

Warga Rohingya mendiami sisi utara negara bagian Rakhine (sebelumnya bernama Arakan) di Myanmar bagian barat laut. Konsentrasi mereka ada di kota-kota di sisi utara Rakhine, yang masing-masing adalah Maungdaw, Buthidaung, Rathedaung, Akyab (Sittwe), Sandway, Tongo, Shokepro, Rashong Island, dan Kyauktaw. Komunitas terbesar etnis Rohingya tinggal di Maungdaw dan Buthidaung. Dari sisi geografis, demografis, dan bahasa, mereka memiliki kedekatan dengan Bangladesh (Bengal) yang memang dikenal sebagai negeri Muslim.

Sejarah mencatat,  muslim Rohingya telah tinggal di daerah yang kini disebut Northern Rakhine (nama Arakan dirubah menjadi Rakhine ataupun Rakhaing pada tahun 1930-an) sejak abad ke 8 Masehi. Lebih dulu dari pemukim Rakhine Mogh non muslim.  Bahkan pada tahun 1430 hingga 1784 berdiri kerajaan Islam Arakan.  Tahun 1784 kerajaan Burma menganeksasi Arakan dan Arakan berada dalam kekuasaan Raja Burma Bodaw Paya hingga tahun 1824.  Tahun 1824 Inggris menganeksasi Arakan dan Burma serta menempatkan daerah pendudukan tersebut dalam administrasi British India. Pada tahun 1937 British melepaskan Arakan dari British India dan tahun 1948 Arakan menjadi bagian dari Negara Burma merdeka.

Nama "Rakhine" sendiri identik dengan warga Arakan non muslim yang tinggal di Rakhine State/ Rakhaing. Warga muslim Arakan tidak pernah menyebut diri mereka sebagai  "Rakhine Muslim".  Maka sebagai identitas pembeda dengan warga Rakhine Buddhist, sebutan sebagai 'Rohingya' tak terlalu mereka permasalahkan.[2]

Kendati Burma telah merdeka pada tahun 1948, namun warga Rohingya tak pernah merdeka. Mereka terus menerus mengalami kekerasan.  Pembantaian dalam skala besar terhadap warga Rohingya terjadi berturut-turut pada tahun 1942, 1948, 1978, 1992 -1993 dan akhirnya pada Juni 2012.  Ini semacam kekerasan yang menyerah. Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berlangsung begitu panjang. Berskala vertical maupun horizontal, kekerasan yang bersifat struktural dan tak jelas kapan akan berakhir.

Satu pertanyaan yang seringkali mencuat dari publik Indonesia adalah: Mengapa sih orang Rohingya dizhalimi oleh Negara dan warga Arakan lain? Dari jumlahnya sudah sedikit dan tak berdaya pula? Apakah karena mereka diidentifikasi sebagai ditunggangi teroris dan ingin membuat Negara sendiri?

Zaw Min Htut, pemimpin Rohingya di Jepang membantah dugaan tersebut. "Kami tak  ingin dan tak punya kapasitas untuk mendirikan negara sendiri. Kami juga tak ditunggangi kelompok teroris manapun!  Kenapa warga Rohingya terus dizhalimi? Ini karena intoleransi dari negara Myanmar dan warga Arakan non muslim.  Mereka tak ingin ada orang Rohingya di Arakan/Rakhine.  Arakan is for Rakhine, not for Rohingya !

Indonesia-pun turut merasakan duka warga Rohingya.  Pada akhir tahun 2008 banyak warga Rohingya terusir dari negerinya dan menjadi manusia perahu (boat people), mencari keselamatan ke negeri lain. Mereka tertatih-tatih menanti negeri yang mau menampung mereka. Sekitar 1200 warga Rohingya meninggalkan Myanmar pada bulan Desember 2008 menuju Thailand. Datang dengan cara yang tidak umum, otoritas Thailand segera menampik mereka. Sebagian mereka masih ditahan di Thailand dan sebagian kembali terusir ke laut. Menggunakan sembilan perahu, mereka kemudian terdampar di Laut Andaman, sebagian kecil diselamatkan oleh warga Indonesia dan  ditampung sementara di Aceh. Sebagian kecil yang lain diselamatkan oleh Angkatan Laut India. Selebihnya, masih terkatung-katung. Daily Yomiuri (11/2-09) menyebutkan bahwa nelayan Aceh menyelamatkan 220 'manusia perahu' Rohingya pada 2 Februari 2009, namun 22 di antaranya telah tewas karena kehausan dan kelaparan.

Bulan Juli 2012 ini Indonesia mendapati lagi 82 pengungsi Rohingya (13 diantaranya anak-anak) terdampar di Kepulauan Riau dan kini ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjung Pinang. Disamping itu, pengungsi Rohingya terserak di 13 tempat berbeda di seluruh Indonesia.

Pada saat bersamaan ada sekitar 300.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh dan jumlah yang cukup signifikan di Thailand, Malaysia, Pakistan, India, Timur Tengah dan beberapa yang memperoleh status pengungsi atau suaka politik di Inggris, AS, Jepang dan beberapa negara lainnya.

Secara umum, kondisi warga Rohingya di pengungsian sama mengenaskan-nya dengan saudaranya yang berada di Arakan. Dimana-mana mereka disebut pendatang haram maupun pendatang illegal. Sebagian negara penampung mereka mengirim mereka kembali ke negeri asal. Sebagian menelantarkannya di negara penampung dengan penanganan apa adanya. Masalahnya, apabila mereka tidak ditampung di negara lain, hendak kemana mereka pergi? Lukman Hakim, pemimpin Rohingya di Jepang, mengatakan : "Brother, perhaps it is easier for you to dream about the future, but for us, Rohingya People, we  are not sure whether we still have tomorrow..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun