Tumpahlah rindu ini, disapu kegelisahan yang menenggelamkan semua impian. Saat nyanyian lama menggema ditengah malam. Mengiris iris tajam dalam lamunan kebimbangan.
Benarkah ini suara yang menghilang tahunan dan tiba-tiba terdengar lewat handphone. Lalu bertutur tentang sepinya malam dan sakitnya hati yang tak pernah mau mengerti.
Nyanyian itu sungguh mengejutkan waktu itu. Bersenandung pelan dalam pelukan malam.
Lalu menguras habis air mata yang bercucuran diantara wajah setengah tengadah dan membiarkan luka menganga. Sementara kau melenggang melayang ke tanah seberang tanpa kabar berita puluhan tahun.
Saat ini semua sudah berubah, menjelma gedung-gedung tinggi dan tak ada lagi sawah ladang, yang ada stadion super modern serta kolam renang mewah.
Kambing, kerbau, sapi hilang ditelan kemajuan zaman. Seperti dirimu juga hilang keaslian suara kas anak desa dan pakaianmu gemerlap bak artis dadakan yang selalu berlebihan dalam penampilan.
Entah harus kujawab apa saat suaramu manja memecah malam, mengetuk pintu hati yang kosong. Aku jadi bengong dan menutup ponselku, karena hanya akan menambah keribetan dalam hidupku. Anggap salah alamat atau salah nomor handphone.Â
Aku tahu itu suaramu, tapi hati terlanjur membeku menjadi batu.
Sungailiat, Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H