Sebagai saran masukan untuk membenahi angkutan umum (public transport) di Jakarta, perlu digunakan prinsip-prinsip dasar manajemen angkutan umum yang benar sebagai berikut:
1. Menggunakan kaidah umum yang berlaku dalam pengelolaan angkutan umum yakni:
"ticket is for safety; safety will increase the speed; the speed will confirm the schedule; the confirmation of schedule will create trust; and the creation of trust will develop security".
Artinya bahwa pada dasarnya pengelolaan angkutan umum atau transportasi publik adalah merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat yang difasilitasi oleh Negara, dimana seluruh pengguna angkutan umum wajib membayar tiket sebagai iuran (bukan setoran..!!) dalam rangka memelihara keselamatan (safety) prasarana dan sarana transportasi itu sendiri.
Dengan prasarana dan sarana angkutan umum yang terjamin keselamatannya, maka akan jadwal perjalanan dihitung dengan tepat dan pasti yang selanjutnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan pelayanan angkutan umum.
Selanjutnya dengan kepastian dan ketepatan jadwal serta keteraturan tatanan transportasi publik, maka akan terbangun kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan (security) dari kegiatan angkutan umum supaya dapat tetap berjalan secara kontinyu dan konsisten.
2. Untuk membangun sistem tersebut, perlu dibentuk Otoritas Pengelola Angkutan Umum (Public Transportation Authority) yang bukan dalam bentuk Perusahaan, namun merupakan lembaga non-profit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan dana pembiayaan tetap dari APBD ditambah dengan dana yang dikumpulkan secara transparan dari partisipasi pengusaha swasta dalam bentuk sumbangan tetap dan pemasukan iklan.
Langkah ini harus dilakukan karena pada dasarnya pengelolaan transportasi publik (public transportation management) memerlukan modal yang sangat besar namun mempunyai tingkat pengembalian yang lama (a high capital demand but slow yielding). Karenanya penyerahan pengelolaan transportasi publik kepada pihak pengusaha swasta tidak akan pernah bisa berjalan dengan efektif dan efisien, bahkan hanya akan membebani masyarakat dengan kenaikan ongkos angkut karena keinginan pengusaha untuk meraup keuntungan, dengan kondisi prasarana dan sarana angkutan yang dari waktu ke waktu semakin menurun karena dikuranginya biaya perawatan, yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat keselamatan dan ketepatan jadwal perjalanan.
Tugas utama dari Otoritas adalah melakukan manajemen aspek teknis (yakni pengawasan terhadap keselamatan prasarana dan sarana transportasi, depo/bengkel, jadwal perjalanan, dan pengawasan terhadap sertifikasi kualifikasi pengemudi dan montir) dan manajemen aspek bisnis (yakni pengawasan terhadap permodalan, investasi, iuran atau sumbangan tetap dari sektor swasta, pemasukan iklan, upah/gaji karyawan, standar mutu kegiatan pelayanan jasa angkutan dan perencanaan terhadap kesinambungan dan pengembangan kegiatan pelayanan serta perhitungan ongkos angkut yang terjangkau oleh masyarakat pengguna jasa transportasi publik).
3. Pengelolaan angkutan umum sebagai bagian dari fasilitas umum (public facilities) yang disediakan oleh Pemerintah, harus dilakukan dengan menggunakan bentuk kerjasama "Public Private Participation" (keikutsertaan sektor swasta dalam pengelolaan fasilitas umum) karena tidak boleh ada keuntungan (non-profit), bukan dalam bentuk "Public Private Partnership" atau kemitraan antara Pemerintah dan swasta yang akan mengarah pada tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Disini akan terlihat patriotisme dan kepedulian dari kalangan pengusaha swasta yang juga merupakan komponen dari masyarakat dalam membangun transportasi publik. Apalagi bila partisipasi atau keikutsertaan pengusaha swasta tersebut secara transparan dipublikasikan dalam brosur-brosur atau buletin yang diterbitkan oleh Otoritas, sehingga ada kebanggaan dan promosi tersendiri bagi pengusaha yang telah ikut berpartisipasi dan punya andil dalam pengelolaan angkutan umum.