Mohon tunggu...
Heru Prasetyo
Heru Prasetyo Mohon Tunggu... -

Saat ini tercatat sebagai PNS Kementerian Perhubungan di Jakarta. Pernah bertugas sebagai Staf KBRI di London, Inggris tahun 2003/2007

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PESAN RASULULLAH SAW KEPADA PARA MAJIKAN

6 Oktober 2012   03:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:12 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebih dari 14 abad yang lalu Rasulullah SAW pernah berpesan kepada para majikan dengan kalimat yang singkat sebagai berikut "BAYARLAH UPAH SEBELUM KERINGAT KERING". Sabda Rasulullah ini telah menghindarkan manusia dari perbuatan "mendapat upah tanpa mengeluarkan keringat" atau sebaliknya "mengeluarkan keringat tanpa mendapat upah" atau "Apabila seseorang ingin makan, maka ia harus bekerja bukan hanya minta dan berdoa". Pesan Rasulullah SAW tersebut juga telah membebaskan seluruh umat manusia dari bencana perbudakan, eksploitasi jasa dan tenaga manusia oleh manusia lainnya, serta jaminan kepastian pemberian upah bagi setiap orang yang telah melaksanakan pekerjaan untuk orang lain.

Sabda Rasulullah tersebut harus diterjemahkan dan diuraikan sebagai pedoman dalam menentukan aturan bekerja yang bersifat universal yang berlaku bagi seluruh umat manusia dengan penjelasan sebagai berikut:


  1. Bahwa setiap makhluk ciptaan Tuhantermasuk manusia pasti terdiri dari unsur JIWA dan RAGA sebagaisatu kesatuanyang utuh, dimana keduanyadapat dibedakan, namun tidak akan mungkin dapat dipisahkan. Setiap perbuatan jiwa dan raga yang dipersembahkan kepada Tuhan, sekecil apapun,pasti akan diberi imbalan.Selanjutnya, setiap kegiatan jiwa dalam wujud JASA atau disebut juga sebagai ibadah yang didasarkan pada NIAT, akan diberi imbalan dalam bentuk PAHALA; sedangkanuntuk setiap kegiatan raga dalam wujud TENAGAatau biasa disebut amalyang pelaksanaannyadidasarkan pada KIAT, akan diberi imbalan dalam bentuk RIZKI (rejeki). Dari dasar filosofi tersebut, maka setiap orang yang menggunakan jasa dan tenaga orang lain, maka ia wajib menjamin dan memastikan untuk memberi imbalan atas jasa dan tenaga yang digunakan dalam bentuk UPAH.
  2. Bahwa upah yang diberikan untuk jasa dan tenaga yang telah digunakan harus didasarkan pada tolok ukur yang jelas dan pasti, yakni keluarnya KERINGAT dari tubuh orang yang telah memberikan jasa dan tenaga. Kepastian tolok ukur tersebut akan memudahkan pengguna jasa dan tenaga untuk membuktikan bahwa seseorang memang telah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Secara alamiah, seseorang pasti akan mengeluarkan keringat ketika jiwa dan raganya melakukan kegiatan yang kemudian keringat itu berangsur-angsur akan mengering dalam kurun waktu keseluruhan kurang lebih 1 (satu) jam.
  3. Bahwa untuk menjamin kepastian pemberian upah karena melaksanakan suatu pekerjaan, diperlukan adanya kesepakatan antara pengguna jasa dan tenaga (user), dengan penyedia jasa dan tenaga (supplier) atau pekerja dalam kedudukan yang setara (equal). Kesepakatan kerja ini paling sedikit harus memuat uraian mengenai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan, besaran upah yang akan diberikan, dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan. Sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, maka setiap kesepakatan harus disertai dengan BUKTI dan SAKSI.


Pada akhir abad ke 18,telah terjadi revolusi dalam sistem penyelenggaraan negara di Eropa yang telah mengubah sistem pemerintahan dari monarki absolut menjadi sistem demokrasi yang lebih menghargai dan menghormati hak rakyat (civil rights) sebagai kekuatan utama dalam penyelenggaraan negara.Ketika itu, seorang bangsawan di Perancis bernama Kaisar Napoleon Bonaparte (1769-1821), telah melakukan kodifikasi berbagai aturan mengenai hak-hak perdata perorangan dalam "Code Civil", termasuk di dalamnya hak dan kewajiban perorangan dalam bekerja untuk orang lain (perburuhan) yang diambil dari prinsip-prinsip dasar sebagaimana telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, yakni:


  • JAMINAN KEPASTIAN PEMBERIAN UPAH,
  • KEJELASAN TOLOK UKUR KERJA, dan
  • KESEPAKATAN KERJA YANG DIDASARKAN PADA KESETARAAN.


Selanjutnya, pada awal abad ke-19 "Code Civil" diterapkan danberlaku di seluruh kawasan Eropa yang kemudian diterapkan pula oleh Pemerintah Belanda di wilayah jajahannya sebagai "Burgerlijk Wetboek" (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sejak tahun 1823, namun aturan tersebut hanya berlaku bagi "orang-orang golongan Eropa, golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan Tionghoa".

Pada pertengahan abad 19 ketika di Inggris terjadi revolusi industri, ketiga prinsip dasar kesepakatan kerja yang bersifat universal sebagaimana tertuang dalam sabda Rasulullah SAW tersebut telah digunakan oleh masyarakat di Inggris, yang berkembang ke Eropa dan Amerika sebagai pedoman dalam pemberian upah dalam bentuk uang,

Selanjutnya pada tahun 1919 ketiga prinsip dasar kesepakatan kerja tersebut dibahas dalam Sidang Pertama dari "International Labour Organization (ILO)" yang kemudian dituangkan dalam Konvensi ILONomor 1tentang "The Hours of Work (Industry) Convention, 1919", yang dalam Article 2 menetapkan pedoman dengan terjemahan umum sebagai berikut:

"perhitungan upah bagi setiap orang yang bekerja pada sektor industri, baik publik atau privat/swasta, kecuali orang yang bekerja untuk kegiatan usaha dalam lingkungan keluarga, adalah tidak boleh lebih dari 8 (delapan) jam dalam satu hari dan tidak boleh lebih dari 48 (empat puluh delapan) jam dalam satu minggu".

Berdasarkan hasil kesepakatan dalam Koferensi Majelis Umum ILO ke-19 yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss, pada tanggal 4 Juni 1935 yang kemudian dituangkan dalam Konvensi ILO Nomor 47, diputuskan bahwa seluruh Negara Anggota ILO menyetujui untuk mengurangi jam kerja dalam satu minggu dari 48 (empat puluh delapan) jam, menjadi 40 (empat puluh) jam kerja dalam satu minggu.

Selama hampir satu abad pedoman tersebut diterapkan oleh negara-negara anggota ILO, terciptalah kebiasaan dan norma bahwa setiap pelaksanaan pekerjaan yang merupakan penyerahan jasa/pikiran dan tenaga sebagai satu kesatuan yang utuh, WAJIB didasarkan pada kesepakatan dalam wujud Perjanjian Kerja (kontrak) antara penyedia jasa dan tenaga (pekerja, worker, labour) dengan pengguna jasa dan tenaga (majikan, employer) dalam kedudukan yang setara yang dilindungi oleh Negara.

Tidak ada perbedaan besaran upah bagi orang yang bekerja di sektor publik (pegawai negeri) dan orang yang bekerja di sektor privat (swasta), sebab pada prinsipnya seluruh warga negara, tanpa membedakan pegawai negeri dan pegawai swasta, bekerja untuk membangun dan memajukan negara.

Dalam praktek di beberapa negara di Eropa, terutama di Inggris, upah pekerja yang tertuang dalam perjanjian kerja dihitung dalam jangka waktu 1 (satu) jam, sedangkan pembayarannya disesuaikan dengan sifat dan jenis pekerjaan yang dilakukan yakni jenispekerjaan paruh waktu(part time job) atau pekerjaan tetap(full time job), dan paling lama upah harus sudah dibayarkan setelah 40 (empat puluh) jam kerja atau satu minggu melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian majikan dapat dengan mudah menghitung dan mempersiapkan alokasi upah yang wajib dikeluarkan terkait dengan kegiatan usahanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun