Hari itu kami dalam perjalanan dari Doha ke Cairo. Jam menunjukkan pukul 03.30 sore hari, ketika pilot mengumumkan akan segera mendarat di Cairo. Pesawat Airbus A330-400 Qatar Airways yang semula terbang diatas gurun yang luas, kemudian melayang di atas hamparan hijau di bawah sana. Cairo dan Mesir. Sebuah negeri yang selama ini hanya penulis tahu lewat buku dan novel Ayat-ayat Cinta, tiba-tiba saja terhampar dibawah sana! Menjelang mendarat, bangunan tinggi menjulang nampak bertebaran di sebuah wilayah yang relatif kering. Pesawat Airbus menjejakkan rodanya dengan halus. Welcome to Cairo – Egypt. Sekeliling airside di bandara Cairo nampak kering dan coklat karena tidak banyak rumput. Ketika keluar dari garbarata, kami merasa seakan di bandara Soekarno-Hatta. Situasinya mirip. Dilihat sekilas orang Mesir mirip seperti orang Arab, hanya saja mungkin sedikit ada unsur Yunaninya. Setelah ambil bagasi dan mencari taksi, seorang pria dengan jas rapi mendekati penulis dan menawarkan jasanya. Kami ikuti dia, karena percaya pada jasnya yang keren dan nampak meyakinkan. Ternyata kami dibawa ke travel agent, yang dia sebut sebagai dibawah pengawasan pemerintah resmi. Dan mereka langsung menawarkan paket wisata. Ahmed Fahmy Sales Manager dari Flamingo Travel & Tours kemudian mengatur agar kami dapat secara efektif melihat Cairo, meskipun hanya dalam 2 hari.
Ahmed ternyata telah membuat waktu kami menjadi begitu efektif. malam ini kami akan melihat panorama sungai Nil di malam hari. Mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 sore hari, kami akan langsung mengikuti acara Nil Cruise, baru ke hotel. Kami sudah book di The Oasis Hotel, dan minta Ahmed untuk mengkonfirmasi booking kami. ternyata booking yang penulis lakukan melalui internet sudah confirmed. NIL CRUISE Malam hari, sungai Nil nampak eksotis. Kami mengelilingi pulau kecil yang terletak ditengah sungai Nil. MS Aquarius kapal yang membawa kami menyusuri sungai Nil, dari luar nampak meriah dengan lampu-lampu yang gemerlapan. Makan malam dengan buffet tetapi karena jumlah pengunjungnya begitu membludak, kami harus antri untuk mendapat makanan. Yang aneh, di Mesir setiap paket baik lunch maupun dinner yang disediakan oleh travel agent di Mesir tidak termasuk minum. Jadi, minum harus dipesan dan dibayar sendiri. Tidak termasuk dalam paket wisata. Selama dinner pengunjung diiringi penyanyi dari Mesir dengan lagu-lagu yang berirama Arab. Beberapa lagu oldies dilantunkan oleh pemain keyboard, mengundang tepuk tangan pengunjung.
Setelah itu datanglah acara yang dinantikan kebanyakan turis, tari perut! Penulis nggak cukup beruntung (atau justru harus bersyukur), karena posisi duduk penulis berada di belakang si penari. Jadi gerakan perutnya tidak nampak jelas. Setelah menari, si penari berkeliling untuk berfoto dengan pengunjung. Nanti ketika acara berakhir pengunjung dapat mengambil fotonya dengan membayar LE 40 atau Rp. 150 ribu.
Acara berikutnya tarian khas Egypt. Seorang laki-laki menari dengan berputar terus-menerus. Sebuah kain berwarna-warni yang menutupi seluruh bagian bawahnya dan diputar bagaikan sebuah payung yang terus berputar. Dalam posisi yang berputar 3600 terus-menerus, ternyata penari masih dapat mengisi gelas dengan air dalam botol, dan meminumnya tanpa tumpah! Hebat. Si penari nampak sangat mampu berkomunikasi dengan penunjung dan berbicara dalam beberapa bahasa dengan cukup lancar. Di setiap meja dia berhenti sambil berkelakar dan tentu saja fotografer kapal sibuk mengambil gambar.
Mengalihkan pandangan keluar, sungai Nil nampak begitu lebar dan tenang, tidak banyak bergelombang. Kami berpapasan dengan beberapa kapal yang sejenis, kapal nelayan dan kapal niaga. Di kejauhan beberapa hotel berkelas seperti Four Seasons, Novotel, dan beberapa lagi nampak dari sinar lampunya yang cemerlang. Sungai Nil menjadi urat nadi transportasi dan sumber kehidupan bagi Mesir sejak jaman purba. Orang Mesir kuno percaya bahwa perpaduan antara upper Egypt (daerah hulu Sungai Nil) dan lower Egypt (sungai Nil) memberikan kehidupan bagi Mesir. Sampai saat sekarang pun ternyata sungai Nil menjadi sarana bagi penduduk untuk mendapatkan nafkahnya. SAKKARA & MEMPHIS Pagi hari sesuai janji kami sudah siap jam 09.00 pagi. Kemudian seorang gadis memperkenalkan diri sebagai guide kami. Rahina Ahmeed Al Haddad 25 tahun, anak seorang purnawirawan kolonel angkatan darat, gadis yang ramah, cerdas dan energik. Dia ditemani Sharif dan driver Muhammed. Pagi ini kami akan menuju Sakkara the mother of pyramids.
Cairo dengan penduduk 22 juta memiliki keunikan tersendiri. Pusat kota terletak di sebelah kiri dan kanan sungai Nil yang lebar. Bangunannya nampak tinggi dan berkesan kuno. Cairo Tower yang dibangun pada tahun 1965 memiliki ketinggian 160 M. Menuju Sakkara, jalanan seperti di pinggir kota Jakarta. Maklum ini daerah luar kota. Kemacetan lalu lintas, perumahan yang kurang terurus. Bahkan masih nampak beberapa orang mengendarai keledai seperti pada cerita Nasruddin, dan gadis Badui yang menunggang kuda.
Tibalah kami di lokasi piramid Sakkara setelah membayar tiket, kami masuk sampai ke pelataran parkir. dari tempat parkir pesawat kami berjalan beberapa puluh meter sebelum sampai ke pintu masuk situs purbakala. Di pintu masuk terdapat puluhan tiang yang berderet dengan jarak masing-masing tiang 2 meteran, terbuat dari marmer nampak masih kokoh. Hanya saja bangunannya sudah hancur. Membayangkan bentuk tiangnya yang begitu kokoh, bangunan ini dulunya pasti sangat megah. Luar biasa. Memperhatikan bangunan dan situasi sekeliling, membuat penulis merenung. Bagaimana mereka dapat membangun bangunan yang begitu kokoh dan indah ini pada 5000 tahun SM? Barangkali mereka adalah allien? Mahluk luar angkasa! Terus masuk ke dalam situs Sakkhara. Dari jauh ibu piramid ini, tampak sudah uzur komposisi batu-batuannya sudah runtuh disana-sini. Ketika semakin mendekat tampak upayta renovasi yang dilakukan dengan kayu balok penopang bangunan. Sebuah sign mengatakan dilarang masuk, sedang dalam renovasi.
Cuaca terik sekali. Kacamata hitam pun rasanya kalah dengan suasana kering, terik dan coklat di sekeling piramid tua ini. Penulis berjalan mengelilingi bangunan pendukung yang berada di depan piramid. Ada gedung-gedung yang tinggal puing-puing dan sedang direnovasi  untuk dikembalikan kepada konstruksi awalnya. Ada bagian yang sedang di gali masuk ke bagian dalam tanah. Dulunya bangunan ini mungkin sebuah pusat budaya atau barangkali pusat spiritual. Sayang panas begitu menyengat, kami harus segera cabut dari tempat ini dan meneruskan perjalanan melihat Piramid lain yang lebih muda usianya, di lokasi yang lain kira-kira 30 km dari sini. Piramid Giza. Rahina Ahmeed Al Haddad guide kami mengingatkan agar kita dapat cermat memanfaatkan waktu yang singkat ini. Sebetulnya rasanya sayang meninggalkan lokasi ini, sebelum melihat dengan tuntas, tetapi masih ada lagi yang lebih menarik …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H