Mohon tunggu...
Heru Legowo
Heru Legowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang yang suka sesuatu hal yang baru, yang menantang fisik, kecerdasan dan yang penting segala sesuatu yang membuatnya merenung! Oleh karenanya, dia kerap melakukan pekerjaan atau perjalanan yang tidak biasa. Hal-hal baru dan tempat-tempat baru selalu mengusik keinginan-tahuannya. Dia akan melakukan apa saja untuk dapat mengerti dan memahaminya, kemudian berusaha menuliskan pengalamannya; untuk sekedar berbagi. Semoga bermanfaat …

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Helikopter Hilang di Toba

3 November 2015   04:00 Diperbarui: 4 November 2015   05:52 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecelakaan moda transportasi udara selalu membuat heboh, jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya yaitu darat atau laut. Entah mengapa. Beberapa kali kecelakaan akhir-akhir ini membuat kita semua menjadi prihatin. Ada yang percaya bahwa musibah tidak dapat dihindarkan, karena itu adalah takdir illahi. Sebagian lagi menolak, karena jika semua dipersiapkan dengan baik, dilakukan dengan cermat dan tidak menyepelekan hal-hal kecil, maka musibah dapat diminimalkan menjadi mendekati nol.  

Kali ini kecelakaan melibatkan sebuah helikopter yang terjadi pada hari Minggu, tanggal 11 Oktober 2015. Helikopter jenis EC-130 dimiliki oleh PT Penerbangan Angkasa Semesta dengan registrasi PK-BKA. Pada jam 11.33 helikopter berangkat dari Sipaharman Pulau Samosir menuju ke Bandara Kualanamu, diawaki oleh Captain Teguh Mulyatno, teknisi Heri Poerwantono dan 3 orang penumpang Nurharyanto, Sugianto dan Fransiskus. Kontak terakhir terjadi pada jam 11.50, atau 17 menit setelah helikopter terbang. Pengendali lalu lintas udara di Kualanamu Medan, baru tahu sesudah ada pemberitahuan dari perusahaan. Setelah ada laporan resmi tersebut, Badan SAR Medan langsung bergerak melakukan pencarian. Konon pencarian ini dilakukan cukup intensif, melibatkan 929 orang di darat, di permukaan danau dan melalui helikopter dari udara.

Pencarian dengan intensif dan melibatkan begitu banyak orang. Setelah sebelumnya ditemukan kursi berwarna biru, pada Selasa tanggal 13 Oktober jam 13.00, salah satu korban ditemukan. Fransiskus ditemukan mengapung diantara enceng gondok. Menurut Frans, tadinya mereka berlima masih saling berpegangan tangan. Capt. Teguh Mulyatno dengan Nur dan Sugianto dengan Fransiskus, tetapi kemudian mereka terpisah dan tenggelam. Dia mengaku sempat melihat ada tanda salib dan patung di kejauhan. Dari keterangannya itu Tim SAR menyimpulkan bahwa itu adalah Hotel Tarabunga. Lalu kegiatan pencarian helikopter dipusatkan di sekitar lokasi tersebut.

Lokasi Kejadian

Kecelakaan helikopter ini terjadi di Danau Toba. Pilot sepertinya kesulitan melihat daratan karena jarak pandang yang tertutup akibat asap kebakaran hutan. Pada kondisi terbang diatas permukaan danau, dan jarak pandangan yang buruk pilot sangat mudah disorientasi mengenai posisinya terhadap daratan atau permukaan danau.

Sebenarnya Toba bukanlah danau biasa. Letusan gunung purba pada jaman dulu membuat puncak gunung terlontar dan kalderanya yang dalam kemudian dipenuhi oleh air. Ini terbukti ketika Tim SAR melakukan pengukuran dalamnya danau Toba. Ternyata tali yang diturunkan sepanjang 500 m masih belum menyentuh dasar danau. Baru ketika tali diulur sampai 800 meter, ujungnya baru menyentuh dasar danau. Alangkah dalamnya Toba! Pada saat kejadian asap yang cukup tebal sedang menyelimuti permukaan danau dan sekitarnya. Menurut cerita anggota Tim SAR ketika terbang 300 feet pada situasi berasap, pilot tidak dapat membedakan antara permukaan air dengan langit yang diselimuti asap. Betapa berbahayanya. Toba yang terletak di ketinggian 2.500 feet, berarti kalau helikopter terbang 500 feet, berarti sebenarnya ketinggiannya dari permukaan air laut adalah 3.000 feet.

Sementara itu jika menyelam ke dalam danau Toba, pada kedalaman 20 meter konon ada ganggang tumbuhan air semacam enceng gondok. Ganggang ini akan melilit benda-benda apa saja yang berada disekitarnya. Barangkali itu yang membuat korban yang tenggelam di danau Toba tidak pernah naik ke permukaan, terlilit ganggang tersebut. Ini kemudian dikaitkan dengan hal yang bernuansa mistis. Toba barangkali memang seperti danau lainnya memiliki kisah mistis tersendiri. Yang jelas Tim SAR mengatakan jika berada di Pulau Sibandang Toba, komunikasi sulit dilakukan. Pada lokasi itu, jangankan HP antar HT pun kadang-kadang tidak dapat melakukan kontak! Bagaimana kalau ini juga mempengaruhi instrumen di cockpit helikopter? Barangkali memang ada semacam medan magnit yang jamming frekuensi, sehingga komunikasi tidak dapat dilakukan dengan baik.

Terbang Visual

Seharusnya penerbangan helikopter tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur dan peraturan penerbangan VFR (Visual Flight Rules). Artinya pilot harus terbang visual, atau dapat melihat dan dilihat. Jika terbang dengan VFR, maka pilot harus dapat melihat ke luar dengan jarak pandangan yang baik, juga dapat dilihat oleh pilot lain bila kebetulan ada yang bersamaan terbang di lokasi tersebut. Tampaknya dalam cuaca saat itu, ketentuan ini dilanggar oleh pilot. Kondisi cuaca yang diliputi oleh asap tebal, membuat pilot tidak dapat memperkirakan posisinya terhadap sekitarnya.

Dalam situasi begitu harusnya pilot terbang mengikuti peraturan IFR (Instrument Flight Rules). Artinya pilot terbang dengan mengandalkan berdasarkan semua instrumen yang berada di dalam cockpitnya. Tetapi untuk terbang dengan IFR, pilot harus memiliki rating IFR. Jadi untuk dapat terbang IFR, pilot Teguh Mulyatno ini harus memiliki rating untuk terbang dengan menggunakan instrumen. Bukan hanya dari sisi pilot saja, juga dari sisi pesawat atau helikopternya. Helikopternya sendiri harus memiliki peralatan dan instrumen yang memungkinkan dapat diterbangkan berdasarkan ketentuan IFR. Berarti helikopternya juga harus IFR rated. Saya tidak mendapat informasi mengenai hal ini. Hanya saja melihat kejadian dan jenis/tipe helikopternya, dapat diduga bahwa pilot dan helikopternya tidak memiliki rating IFR.

Kejadian ini barangkali menjadi masukan untuk yang berwenang, ketika memberikan ijin terbang di lokasi-lokasi yang terpencil atau remote dan operasi helikoper di lepas pantai. Barangkali untuk lokasi yang remote, ketentuan ini mesti dimonitor sehingga para operator melaksanakannya dengan baik. Jika terbang VFR, maka cuaca harus benar-benar VMC (Visual Meteroroligal Condition). Sekali lagi, pilot harus dapat melihat dan dilihat! Ketika semua berjalan normal dan baik, maka masalah ini memang tidak muncul ke permukaan. Jika sudah ada kejadian, baru ketahuan. Tetapi mudah-mudahan tidak begitu, ini hanya sekedar upaya untuk mengingatkan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun