Dunia penerbangan Indonesia mengalami situasi yang sangat mempengaruhi keselamatan penerbangan. Beberapa letusan gunung antara lain Gunung Raung, Sinabung dan Lokon di Sulawesi Utara membuat jadwal penerbangan kacau balau. Belum selesai masalah yang satu itu. Akhir-akhir ini gantian asap yang mengganggu. Asap yang ditimbulkan oleh pembakaran hutan, baik sengaja maupun tidak telah mempengaruhi kontinyuitas beberapa penerbangan. Asap yang muncul akibat gambut yang bisa mencapai kedalaman lebih dari 10 meter, membuat lahan yang terbakar sangat sulit dipadamkan.
Siraman atau semprotan air dari atas tidak sepenuhnya mencapai titik api dan memadamkannya. Bahkan barangkali malah membuat asap semakin tebal, karena api tidak benar-benar padam. Jika tidak padam, maka justru akan membuat asap menjadi semakin tebal dan pekat. Alternatif yang dikerjakan untuk menanggulangi kebakaran hutan adalah dengan membuat kanal-kanal penyekat. Kanal-kanal ini diharapkan dapat menahan api di suatu lokasi dan tidak menyeberang ke lokasi lainnya. Dengan begitu penyebaran kebakaran hutan dapat dilokalisir.
Asap yang semakin tebal, membuat beberapa situasi yang sulit. Selain membuat kesulitan bernafas juga membuat jarak pandangan menjadi buruk. Pada situasi biasa saja dari pengalaman, di jalan-jalan di Pekanbaru beberapa tahun lalu jatak oandangan tinggal kurang dari 100 meter. Jadi ketika kita menyetir di jalan raya, mobil dari arah depan baru terlihat setelah kurang dari 100 meter.
Sungguh situasi yang sangat memprihatinkan. Itu baru di darat. Di bidang penerbangan asap ini membuat situasi yang semakin rumit. Beberapa penerbangan terpaksa ditunda, dialihkan bahkan juga dibatalkan. Data dari pada bulan September jumlah penerbangan yang dibatalkan di beberapa bandara yang diselimuti asap adalah sebanyak 785 penerbangan.
Asap hasil kebakatan hutan ini selalu terjadi dari tahun ke tahun. Negara tetangga Singapura dan Malaysia pun terkena dampaknya. Asap ini sudah melintasi batas negara dan menutupi sebagian wilayah mereka. Singapura dan Malaysia sudah mengeluhkan masalah asap ini kepada Indonesia. Dan kita kesulitan menjawabnya.
Memperhatikan dan mengamati bahwa asap ini selalu menjadi masalah nasional dari tahun ke tahun, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan terpadu untuk mengatasi hal ini. Ada dua usul yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah kebakaran hutan ini. Yang pertama dengan menggunakan teknologi baru pemadaman asap dan kedua dengan teknologi pendaratan pesawat dengan bantuan instrumen di cockpit pesawat yang disebut sebagai ILS (Instrument Landing System).
Teknologi Pemadaman
Untuk mengatasi hal tersebut diatas perlu dilakukan usaha yang direncanakan dengan baik. Yang pertama, tentang teknik pemadaman kebakatan hutan. Dengan pengalaman yang terus terjadi dari tahun ke tahun, dapat diusulkan untuk memperoleh cara baru dalam pemadaman kebakaran hutan. Mesti ada usaha dan penelitian yang cermat dan teliti untuk mengevaluasi kebakaran ini dan menghasilkan usulan bagaimana memadamkan kebakaran ini.
Dari pengalaman selama ini air rasanya tidak dapat sepenuhnya memadamkan kebakaran, oleh karenanya perlu di cari cara lain atau cairan lain selain dengan menggunakan air. Para ahli kehutanan dari universitas utama dan ternama, diharapkan memberikan alternatif dan cara baru pemadaman kebakaran hutan ini. Saya membaca dari beberapa sumber dan tulisan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup sedang menjajagi kemungkinan bekerjasama dengan Jepang, untuk membuat bom dengan cairan tertentu untuk memadamkan kebakaran hutan ini.
Alternatif lain untuk memadamkan kebakaran hutan gambut, perlu terus diupayakan. Para ahli mesti diyakinkan dan diberi dana yang memadai untuk mencari solusi lain dan teknologi lain untuk memadamkan kebakaran hutan.
Alat Bantu Pendaratan
Kedua, perlu disediakan alat bantu pendaratan, agar pesawat tetap dapat mendarat meskipun jarak pandangnya terbatas. Jarak pandangan yang memburuk membuat pilot tidak berani mengambil resiko untuk mendarat. Selain ada peraturan yang melarang mendarat jika cuaca buruk dan pandangan terbatas, juga benar-benar sulit mendarat jika landasaan tidak terlihat dengan jelas. Ini mengakibatkan puluhan penerbangan tertunda dan atau dibatalkan. Pembatalan penerbangan ini membuat beberapa kegiatan penting batal dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.
Sebenarnya dunia penerbangan sudah memiliki peralatan canggih untuk membantu pendaratan agar pendaratan dapat dilakukan dengan presisi dan tepat. Peralatan ini sudah tentu sangat membantu pada waktu cuaca buruk, dan atau pada saat jarak pandangan buruk dibawah minima yang diijinkan. Peralatan itu adalah Instrument Landing System (ILS). Peralatan ini membantu pilot untuk melakukan pendaratan tidak lagi semata-mata menggunakan pandangan mata saja, tetapi ILS akan membantu pilot untuk menentukan posisi pesawat relatif terhadap landasan.
Alat bantu pendaratan tersebut terdiri dari 2 jenis alat bantu navigasi di darat, yaitu localizer dan glide path. Cara kerjanya kira-kira sebagai berikut : kedua alat di darat tersebut memancarkan frekuensi tertentu yang dapat diterima di cockpit pesawat. Localizer memancarkan sinyal, dan diterima di cockpit pesawat lalu dikonversikan menjadi jarak dan posisi yang berada satu garis urus dengan garis tengah landasan pacu (runway centre line). Localizer ini biasanya dilengkapi dengan 3 marker beacon : outer marker (OM), jaraknya 2 km dari threshold runway, middle marker (MM) jaraknya 1 km dari threshold runway dan inner marker lokasinya di threshold runway.