Tentu saja ini sebuah restoran prasmanan. Tidak biasa, karena berada dihotel bintang lima. Yang menjadikannya luar biasa adalah berada di hotel bintang lima terbaik di kota paling berdosa dan hedonis didunia, the Sin City, Las Vegas. Entah nasib apa yang mengantarkanku sampai bisa makan siang bersama warga kosmopolitan yang konon sedang menghambur hamburkan uangnya disini.
Mewah gemerlap, pasti. Tidak saja dekorasinya tetapi juga makanannya, penyajiannya dan tentu saja pengunjungnya. Aku sedikit ragu untuk memasukinya, bukan karena takut dengan harga makanannya yang konon sekali makan bisa mencapai harga gaji sebulan cleaning service di kantorku, namun kecil hati dengan penampilanku. Wajah Asia, pendek dengan baju yang aku sendiri ragu apakah pantas untuk berada ditengan pria pria yang meskipun casual tapi tampil modis necis tinggi bersih. Juga para wanita yang sungguh mewah cantik cantik dan tidak ragu tampil seksi. Perihal wanita wanita disini, aku memberinya nilai sembilan, sementara aktris sinetron kita kuberi nilai dua. Logis.
Keraguanku banyak berkurang manakala seorang wanita dengan amat ramahnya memintaku untuk mengikutinya menuju sebuah meja yang besih dan tertata rapi dengan pisau garpu gelas dan serbet merah. Jangan tanya sendok, ini Amerika dimana orang orang hanya terbiasa makan dengan pisau dan garpu. Entah apa enaknya makan dengan pisau ditangan kanan sementara kita harus susah payah menyendok makanan dengan tangan kiri dan memasukannya kemulut dengan garpu.
Setelah memilih minuman yang mereka tawarkan, berjenis jenis jus, bir, anggur yang satupun namanya tidak pernah kudengar, aku berdiri, mulai berjalan dan mulai bingung. Piring, ya piring, dimanakah engkau berada ? Dengan pura pura telah terbiasa aku mencari piring dengan cara seperti orang memilih makanan, sambil berjalan mataku melirik lirik mencari piring. Untunglah, aku mensyukuri model budaya super cuek masyarakat ini, yang benar benar cuek, sehingga aku merasa sama sekali tidak diperhatikan. Akhirnya kuketahui bahwa piring itu berada pada setiap kolong meja disemua makanan. nDeso.
Kebingungan mencari piring telah berlalu, tiba saatnya bingung memilih makanan. Terlalu banyak jenis makanan tersaji disini. Kemungkinan makanan lima benua ada disini. Dan yang paling Asia diwakili oleh makanan Jepang, Cina, Arab serta India. Aku tidak melihat ada makanan Indonesia sama sekali. Kalaupun ada nasi pasti bersanding dengan makanan Thailand atau India. Dan akhirnya aku memilih berjalan berkeliling didalam the Buffet ini untuk bertamasya memanjakan mata melihat lihat semua makanan diruangan yang sangat luas ini.
Steik, salmon, lobster, asparagus, dan semua makanan yang selama ini kuanggap mahal, disini disajikan berlimpah ruah, dan kita kalau sanggup, boleh mengambil semaunya. Tentu saja yang pertama kutuju adalah nasi, nasi goreng dibagian makanan India, yang tampilannya beda dengan nasi goreng Suraji belakang kantor. Nasi goreng disini bercampur kacang polong hijau, nanas dan kismis. Biarlah yang penting nasi.
Dipojok ruangan kulihat beberapa orang sedang mengantri sambil memegang piring. Ternyata sedang mengantri steik. Seorang berseragam koki berbadan tinggi besar berwajah Turki sedang mengiris daging panggang yang besar. Setiap irisan dia sendok dan ditaruh dipiring orang orang yang mengantri. Asap daging panggang beraroma lezat menghambur kemana mana. Tibalah giliranku. “I’d like beef steik” kataku. “Sure”, raksasa Turki itu mengiris daging besar dan menaruhnya dipiringku. Kurasa itu irisan yang terlalu besar. “ Try this, nice”, koki itu menjepit daging bertulang yang ternyata iga domba yang harum dan berminyak. “Sure” jawabku sambil sekali lagi piring kusodorkan. Gunungan daging lezat berminyak itu membuat piringku tak bisa dimuati makanan lain. Selanjutnya, dimana tadi mejaku ?
Jangan bilang makanan Indonesia paling lezat didunia sebelum mencicipi steik dan lamb di the Buffet Las Vegas. Sangat lezat, gurih, lembut. Hanya perut yang tak lagi muat yang bisa menghentikannya. Dan benar, aku hanya sanggup menghabiskan separo dari makanan ini. Aku duduk kekenyangan dan membiarkan makanan itu turun keperut. Sementara seorang pelayan menawari aneka macam kopi atau anggur. “Sure, I’d like a black coffee with no sugar and cream“ Satu yang sungguh kusesalkan adalah tulisan didinding, no smoking.
Sambil berjalan menuju the Sweets, pojok makanan penutup, kulihat deretan sajian makanan aneka rupa. Bentuk, warnanya sangat menggoda. Andaikan perut ini tak bisa kenyang. Melewati meja meja yang dipenuhi orang orang yang sedang makan, kulihat beberapa orang sedang menikmati makanan makanan yang menurutku aneh. Ada yang sedang makan sepiring besar daun daunan seperti kambing, ada yang makan irisan ikan yang sepertinya mentah dengan semacam kripik yang dioles oles krim berwarna putih. Pasangan muda agak jauh disana sedang suap suapan makanan sambil sesekali berciuman mesra. Sedang berpacaran, bulan madu, atau selingkuh, sungguh aku tidak perduli.
Makanan penutupku adalah sliced fruits, rhum cake yang ditumpuki es krim vanila dan strawberry. Sebenarnya ada duapuluh macam rasa es krim dan puluhan macam cakes. Namun aku memilih yang lidahku mengenalnya. Kurang puas, diatasnya kutumpuki lagi brondong manis berlapis karamel. Steik lezat, makanan penutup dan segelas kopi pahit ditengan rimba makanan ini membuatku merasa lengkap. Namun seruputan kopi harum ini membuat tenggorokanku tidak tahan untuk segera diasapi dengan nikotin.
Aku segera beranjak keruang merokok yang sangat luas, yaitu ruang casino yang mewah. Musik berdentum memenuhi ruangan, beberapa cewek berbaju seksi terlihat menari nari. Mungkin setengah mabuk. Aku duduk di bar menghisap nikmat rokok kretek filter made in Indonesia.