Alam ini penuh dengan pelajaran. Jika kita mau sejenak melihat rumput yang bergoyang, maka akan ditemukan jawabannya. Sebuah negara itu ibarat sebuah pohon. Pohon yang baik terdiri atas aka yang kuat, batang yang menjulang dan berbuah setiap musimnya. Buah yang baik berasal dari akar yang baik. Ilustrasi ini juga ada dalam sebuah negara. Negara terdiri atas undang-undang dasar (akar), pemerintahan (batang), dan ketundukpatuhan rakyat (buah). Jika ketundukpatuhan rakyat atau hasil peradaban dari rakyat ini buruk, maka telah terjadi kerusakan pada undang-undang dasar atau ideologinya. Walaupun jika pohon yang tidak berbuah itu pasti semuanya terjadi kerusakan baik pada akar maupun pada batangnya. Jika sebuah cita-cita atau tujuan negara tidak kunjung tercapai, maka pastinya ada kesalahan dalam memaknai ideologi maupun undang-undang dasar dari bangsa ini.
Penulis sepakat bahwa lima dasar ini sudah mutlak dan tidak perlu diperdebatkan. Akan tetapi, dari kelima dasar ini harus ditafsirkan berdasarkan kaidah ilmiah universal sebagai jalan hidup bangsa ini. Kita harus berani membedah apa yang menjadi persoalan dari ideologi bangsa ini. Logikanya, jika secara visual “pigura” Pancasila saja sudah sulit untuk ditemukan, maka hipotesanya adalah nilai-nilai dasar Pancasila juga sudah hilang atau sudah tergantikan dengan ideologi barat, timur, maupun timur tengah (mungkin juga banyak ditemukan visualisasinya di rumah-rumah warga).
Kembali kepada Jalan Tuhan YME
Penulis mencoba melihat dengan bening krisis multidimensi dari bangsa ini. Menurut hemat penulis, bangsa ini sudah benar menempatkan dasar negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Justru karena bangsa ini berani melandaskan kehidupannya pada Tuhan YME, penulis menjadi takut jika bangsa ini tidak menjalankan kehendak dan rencana dari sang Maha Pencipta tersebut. Konsekuensi jika seseorang atau bangsa mengaku Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi tidak menjalankan perintah-Nya, maka Tuhan akan murka dan memberikan kutuk bagi bangsa tersebut. Tuhan YME sangat marah jika hanya disebut-sebut tetapi tidak dijadikan landasan dalam setiap berfikir, berkata dan berbuat.
Jika bangsa ini benar-benar mengakui Dia sebagai Tuhan YME, maka seluruh anak dari bangsa ini harus mengenal Dia. Manusia Indonesia harus mengenal dimensi, sifat, peranan maupun karakter-Nya sehingga bisa mengabdi dengan benar kepadanya. Tuhan Yang Maha Esa adalah Sang Pencipta alam semesta yang Maha Pengasih dan Penyayang mempunyai fungsi sebagai Pengatur, Penguasa, dan Pusat pengabdian bagi seluruh makhluk-Nya. Setiap diri manusia menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu-satunya Tuan sehingga tidak ada Pengatur, Penguasa, dan Pusat pengabdian lain kecuali Dia. Dia sangat benci jika dipersekutukan dengan Tuan-Tuan lain. Tuan-Tuan lain tersebut adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dicintai, dan ditaati segala kehendak dan perintahnya, seperti manusia, harta, tahta, wanita, kendaraan, rumah, sawah, ladang, maupun hawa nafsu sendiri bisa menjadi Tuhan yang mempersekutukan Tuhan YME.
Jika bangsa ini ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, maka bangsa Indonesia harus menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber Kebenaran Sejati, sumber hukum dan sumber dari segala sumber nilai bagi hidup dan kehidupan manusia. Segala peraturan, hukum, dan konstitusi disusun berdasar pada nilai-nilai Kebenaran Sejati sehingga seluruhnya merupakan pengejawantahan dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia harus beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk patuh hanya kepada-Nya sesuai dengan Jalan Kebenaran sejati yang alamiah dan ilmiah sebagaimana dicontohkan oleh para Pembawa Risalah-Nya.
Jika bangsa Nusantara ini mendengarkan suara Tuhan YME dan melakukan dengan setia segala perintah yang diucapkan oleh Pembawa Risalahnya, maka segala berkat akan dilimpahkan kepada bangsa ini dan akan dijadikan bangsa di atas segala bangsa di bumi. Jika sekiranya penduduk negeri ini beriman, maka akan didatangkan anugerah dari langit dan bumi. Bangsa ini akan menjadi terang dunia atau mercusuar dunia sebagaimana yang dicita-citakan oleh foundhing father. Syaratnya adalah menjalankan semua perintah Tuhan YME dengan setia.
Namun, jika bangsa ini hanya sekedar mengaku ber-Ketuhanan Yang Maha Esa tetapi tidak melakukan dengan setia segala perintah-Nya, justru berkiblat kepada hukum bangsa-bangsa (barat-timur-timur tengah), maka Tuhan YME akan memberikan kutuk atau menjadikan bangsa ini selalu tertinggal dengan bangsa lainnya. Bangsa ini akan selalu berada dalam gelap gulita dan mengalami krisis multidimensi yang semakin merajalela. Tuhan akan mendatangkan berbagai macam kerusakan alam maupun kerusakan sosial karena kedurhakaan bangsa ini. Jika bangsa ini tidak mengikuti Jalan Kebenaran Sejati sebagaimana yang dicontohkan Para Pembawa Risalah-Nya, berarti bangsa ini sedang mempersekutukan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila, Janji yang harus Ditepati
Inilah esensi atau akar tunggal dari permasalahan bangsa. Jika bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini benar-benar memahami karakter Tuhan dan menjadikan karakter tersebut menjadi karakternya, maka empat nilai dasar lainnya akan tergenapi. Jika manusia Indonesia sudah berkarakter Tuhan, maka akan tercipta manusia yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuyswaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua hukum Tuhan yang tercatat dalam kitab sucinya selalu mengajarkan kepada manusia tentang monotheisme untuk menyatu dengan Tuhan “manunggaling kawula gusthi” atau Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi manusia yang beradab penuh dengan cinta kasih, bersatu, berkepemimpinan dalam upaya menciptakan keadilan dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Hukum utama dan terutama adalah cintailah Tuhan segenap akal budimu dan cintailah manusia sebagaimana mencintai dirimu sendiri.
Inilah Pancasila, sebuah janji bersama dan komunal warga bangsa untuk menjadi manusia yang ber-Tuhan, berkemanusiaan, bersatu, berkepemimpinan dan berkeadilan. Jika manusia belum mengenal Tuhan, maka selamanya akan terjadi kebiadaban, perpecahan, arogansi kekuasaan, dan ketidakadilan. Jika manusia sudah menepati janji untuk menyatu dengan Tuhan, ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Pancasila sejati, maka semua tujuan dalam pembukaan UUD 1945 hanya menunggu waktu dan ridho dari yang mencipta bangsa ini. Pancasila, sebuah janji yang harus ditepati agar semua itu segera terjadi.