Mohon tunggu...
Chairun Abdullah
Chairun Abdullah Mohon Tunggu... -

Anak Petani

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pluralisme, Negara dan Agama

28 Juni 2014   12:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:28 2209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan kemajemukan dan keberagaman budaya, suku, agama dan ras. Itu berarti bahwa ada beragam karakter, kebiasaan, keyakinan serta bentuk rupa manusia yang berbeda – beda hidup dalam satu rumpun yang terbingkai dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Keadaan ini tentu sulit untuk menerjemahkan secara rasional tentang bagaimana mungkin sekian banyak perbedaan anak manusia dapat terbingkai dalam satu kesatuan tanpa saling menindas dan tertindas. Penciptaan situasi yang kondusif di tengah keberagaman yang menggunung serta tumpukan perbedaan yang berserakan di seluruh pelosok negeri, tentunya bukan pekerjaan yang mudah dan mutlak membutuhkan kerja keras serta peran dari berbagai pihak di setiap lini kehidupan.

Kehadiran paham Pluralisme setidaknya telah memberikan kontribusi rill dalam rangka membantu penataan serta pengaturan lalu-lintas perbedaan dan keberagaman menjadi tertib dan terkendali. Pluralisme sebagaimana definisinya yaitu suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya Kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat.Keanekaragaman yang dimaksud di sini jika kita tarik pada situasi sosial keindonesiaan, maka akan menyangkut tentang perbedaan suku, ras, agama , adat istiadat dan lain – lain. Pluralisme tidak sepatutnya kita pandang sebagai sebuah ancaman atas keberlangsungan suatu kaum, utamanya kaum mayoritas di indonesia yang belakangan merasa terancam dengan kehadiran serta pesatnya pertumbuhan paham Pluralisme. Kekhawatiran – kekhawatira dari kaum mayoritas akan perkembangan paham ini sebenarnya sungguh tidak beralasan, mengingat bahwa Pluralisme itu memiliki berbeda mendasar dengan sinkritisme (penggabungan) dan assimilasiatau akulturasi ( penyingkiran ). Selain itu pula kita tidak boleh memposisikan bahwa pluralisme identik dengan inkulturasi walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam pluralismebisa terjadi inkulturasi yang mana keaslian serta keutuhan akan tetap terjaga.

Pada prinsipnya bahwa konsep Pluralisme dipastikan muncul setelah adanya konsep toleransi terlebih dahulu. Jadi pluralisme ini dikatakan tumbuh serta berkembang ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu – individu lain dalam kehidupan bermasyarakat.Kemunculan ide pluralisme ini di indonesia tidak terlepas dari upaya untuk melenyapkan pola ‘privatisasi kebenara’ yang telah disadari telah menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikalisasi serta menjadi biang dari serangkaian penindasan dan bahkan pembunuhan yang mengatas namakan firman Tuhan.Maka oleh karena itu, kaum Pluralis menganggap bahwa segala bentuk kedzaliman yang mengatas namakan agama akan dapat ditiadakan bila mana setiap umat beragama tidak lagi memaksakan dirinya sendiri dan orang lain untuk menganggap bahwa agamanya yang pailng benar.

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa suatu negara atau masyarakat yang baik serta anti diskriminasi tentu akan cenderung menumbuh kembangkan paham Pluralisme sebagai media pengatur ritme perbedaan serta keberagaman. Sebaliknya negara yang cenderung diskriminatif serta jauh dari kesan kesetaraan, akan senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk terus membunuh dan mendiskeritkan setiap penganut paham ini, sebab perkembangan paham Pluralisme tentunya akan menjadi ancaman atas keberlangsungan diskriminasi serta ketidak setaran dalam kehidupan bernegara.

Chairun Abdullah, SH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun