Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertambangan ( batubara dan beraneka macam mineral), semakin banyak bermunculan perusahaan pertambangan baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya. Umumnya aktifitas penambangan ini awalnya berada di daerah yang sangat terpencil, ditengah belantara, dilereng pegunungan dan sebagainya. Bahkan sebagian besar jalan menuju ke daerah tersebut belum ada, sehingga pada tahap awal konstruksi biasanya perusahaan perusahaan tersebut menggunakan jalur transportasi udara atau sungai dan barulah kemudian membuat jalan yang menghubungkan daerah pertambangan tersebut ke peradaban. Karena berada “in the middle of nowhere” alias terpencil maka biasanya dibangun camp atau kadang ada yang menyebutnya barak ( seperti barak tentara saja kesannya hehehe..) untuk semua karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Karena jaraknya yang lumayan jauh dari peradaban ( terkadang mulai dari 30 km sampai ratusan km ke kota kecamatan terdekat) maka karyawan biasanya bekerja dalam sistem roster yang sangat beragam jenisnya, ada yang 2 minggu kerja 1 minggu off, 6 minggu kerja dua minggu off dan masih banyak lainnya tergantung kebijakan perusahaan. Hidup di camp ada enaknya dan ada juga tidak enaknya, buat yang masih single mungkin tidak terlalu berat, namun buat yang sudah berkeluarga pasti agak terasa berat, tapi demi sesuap nasi dan sejumput berlian mau tidak mau ini harus di jalani, dan biasanya perusahaan pertambangan memberikan gaji dan berbagai tunjangan yang lumayan kompetitif jika dibandingkan dengan industri lainnya sehingga orang tetap saja tertarik bekerja di industri ini. Perusahaan biasanya berusaha membuat kondisi dan suasana di camp senyaman mungkin agar karyawan dapat beristirahat dengan baik, merasa nyaman dan betah, namun ini juga sangat tergantung dengan “kelas” perusahaan tersebut. Semakin besar perusahaan, maka kemampuannya untuk menggelontorkan uang yang dialokasikan untuk membangun camp juga akan sangat besar sehingga camp yang di buat bisa sangat nyaman, camp tersebut kadang dilengkapi dengan sarana olah raga seperti lapangan tenis, badminton, dan bahkan kolam renang. Dan tiap kamar biasanya sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti lemari es, pendingin ruangan, televisi dan lain sebagainya. Dan tentu saja karyawan tidak perlu report untuk urusan mencuci pakaian kotor dan merapikan kamar, karena sudah ada yang mengurusnya..... jadi setiap kali masuk kamar tiap sore setelah pulang kerja semuanya dah rapi....mantape rek....hahahahaha.
Salah satu mining camp yang pernah saya tinggali, indah !
Namun untuk perusahaan yang baru mulai berkembang, yang merasa sebaiknya semua uang yg ada dijadikan modal dagang, biasanya camp yang dibangun yang penting cukup layak untuk dijadikan tempat beristirahat buat para perkerjanya. Soal pakain kotor dan kamar yah dibereskan sendiri dech, kalo mau nonton TV atau film, bisa nonton rame rame di tempat yang disulap menjadi “recreation hall”.Malah saya pernah tinggal di camp yang amat sangat ala kadarnya waktu kerja kerja praktek saat masih jadi pelajar sekitar 16 tahun yang lalu di pedalaman sumatera hehehehehe....jangankan bermimpi mendapat kamar yang ada TV nya, kasurnya aja cuma sedikit lebih tebal dari koran dan warnanya juga sudah gak jelas..dinding kamarnya juga terbuat dari papan yg tidak rapat sehingga kalau malem tetep aja kedinginan...hehehehe, dan jika hujan yah jangan ditanya dech.....naseeeeebbbb......
Saya juga pernah tinggal di sini
dan juga pernah tinggal di sini
Seperti kata pepatah ada gula ada semut....biasanya tak lama setelah camp tambang berdiri, di sekitar tambang pasti akan muncul warung warung kecil yang menjual makanan ringan, kopi, rokok, perlengkapan mandi dan lain sebagainya. Awalnya Cuma sedikit, namun seiring berjalannya waktu, maka semakin banyak yang jualan di sepanjang jalan menuju ke tambang dan biasanya ini menjadi tempat hiburan alternatif buat para karyawan setelah pulang dari bekerja. Biasanya tempat ngobrol ngalur ngidul sambil ngopi dan makan pisang goreng. Setelah kurang lebih setahun biasanya sudah banyak warung yang dibuat secara permanen dan digabung dengan rumah yang punya dan sebagian besar warung yang dulu ada telah menjelma menjadi toko yang menjual lebih banyak barang dan yang biasanya digabung ama wartel..... nahwartel ini dulu biasanya sangat ramai dikunjungi karena banyak yang mau nelpon keluarga, pacar dan lain sebagainya ..heheheh.... tidak heran jika lambat laun daerah yang dulunya terpencil jauh dari mana mana dan tidak ada penghuninya mulai menjadi ramai dan berkembang menjadi kelurahan lalu berkembang menjadi kecamatan dengan perputaran ekonomi yang cukup cepat. Bisnis di sekitar tambang tidak lagi hanya sebatas warung kopi, namun sudah merambah, ke sektor perumahan, bisnis transportasi dan juga sebagian penduduk menjadi general supplier ke perusahaan tambang tersebut.
Tempat di mana saya tinggal saat ini juga awalnya dari camp tambang yang mulai di buka tahun 1900 oleh salah satu perusahaan pertambangan terkemuka di dunia saat ini. Awalnya hanya dihuni oleh buruh buruh tambang yang tinggal di tenda tenda seperti yang dulu sering kita lihat di film di TV, bahkan sampai th 1918 penduduknya hanya mencapai 1000 orang. Perkembangan penduduk secara signifikan dimulai tahun 1945-1960 dimana banyak imigran dari eropa yang mulai berdatangan untuk mengadu nasib di Australia karena pada saat itu eropa dilanda depresi. Mulailah dibentuk dewan kota dan berbagai sarana pendukung lainnya, seperti rumah sakit, sekolah, kantor pos dan lain sebagainya.
Pabrik pengolahan bijih besi menjadi baja
Apalagi kemudian di bangun pabrik peleburan baja di kota ini pada tahun itu, maka semakin ramailah orang berdatangan untuk mengadu nasib di kota ini baik sebagai pekerja tambang, buruh pabrik baja atau untuk berdagang dan bekerja di sektor industri lainnya layaknya sebuah kota.
Pekerja tambang yang datang dari berbagai penjuru tempat
Kini kota ini telah berpenduduk lebih kurang 40 ribu jiwa dan terus berkembang, amat sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di kota kota di Indonesia, mungkin hanya seukuran kecamatan dech kalo 40 ribu jiwa atau malah seukuran kelurahan di daerah Jakarta pusat hehehehe... Dan seperti halnya industri pertambangan di Indonesia yang mengundang banyak tenaga kerja dari berbagai daerah di Indonesia untuk bekerja di suatu tambang, Industri pertambangan di sini juga bagaikan lampu petromaks yang mengundang laron untuk berdatangan dari berbagai arah, sehingga banyak sekali pendatang dari berbagai negara yang mencoba mengadu nasib di sini, baik sebagai pekerja tambang, ataupun membuka took, cafe ( biasanya orang dari Italy) ataupun restaurant masakan asing, seperti masakan India, Italia dan tentu saja masakan China tidak akan ketinggalan. Secara umum saya suka tinggal di sini, tidak terlalu ruwet seperti jika hidup di kota besar yang bising dan macet. Semua yang saya butuhkan bisa saya dapatkan di sini, dua raksasa supermarket juga ada di sini, dan juga cuma 20 menit terbang ke Adelaide atau 4 jam jika ingin berkendara, ke tempat kerja hanya 30 menit, jadwal kerja 8 hari kerja dan 6 hari off, dan yang paling penting saya tidak tinggal di camp lagi hehehehehe....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H