Mohon tunggu...
Heru Andika
Heru Andika Mohon Tunggu... -

Account lama saya di-hack karena saya menulis tentang kebenaran, namun saya tak akan pernah bisa dihentikan dengan cara seperti itu, karena saya amat mencintai menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

99 Cahaya di Langit Eropa 2, Lebih Baik dari yang Pertama

16 Maret 2014   22:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:52 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_326801" align="aligncenter" width="300" caption="Poster film "][/caption]

Itulah sekilas yang terlintas di benak saya, sejak adegan awal film dimulai, yang menggambarkan situasi di kota  Karachi, Pakistan.

Kok Pakistan? Bukankah film ini bercerita tentang pasangan Indonesia Rangga Almahendra (diperankan oelh Abimana) - Hanum Salsabiela Rais (Acha Septriasa) yang sedang menetap dan menyelesaikan studinya di Eropa, tepatnya Wina, Austria ?

Tebakan saya semula benar.....ternyata adegan di Pakistan itu adalah flashback yang menceritakan asal mula bagaimana salah seorang sahabat Rangga di Austria yang bernama Khan Mohammed bisa kuliah PhD bersama Rangga di University of Vienna, Austria.

Anak kecil yang digambarkan dalam adegan tersebut, tak lain adalah Khan di tahun 1990, yang diajarkan oleh sang Abu (Ayah) untuk berjihad dengan pena (menuntut ilmu untuk dakwah Islam) alih-alih ikutan sebagian pemuda di jamannya yang muali ikutan aliran fanatik Islam, bahkan berjihad dengan Taliban Afghanistan, yang malah banyak menimbulkan teror dan citra kurang baik bagi agama Islam sendiri.

Adegan pun kemudian berangsur maju ke era abad 21, saat Khan, Rangga, Hanum dan tokoh-tokoh lainnya seperti Steffan (Nino Fernandez) dan Maarja (Marissa Nasution) telah berkumpul satu kampus menjadi mahasiswa pasca sarjana dari berbagai negara yang disatukan oleh bahasa ilmu pengetahuan di Austria.

Saya yang banyak mengkritik kelemahan detil dan "kurang" nya greget dari sutradara Guntur Suharjanto dalam film pertama, harus mengacungi jempol untuk film kedua ini.

Dengan menghadirkan Steffan dan Maarja yang tak ada di novel aslinya, sebenarnya yang saya harapkan adalah film ini lebih berani bermain-main dengan drama dan fiksi ketimbang sekedar men-copy paste atau menerjemahkan novelnya ke dalam film.

Dan kesan itulah yang saya dapatkan pada film pertama, sehingga saya keluar bioskop agak kecewa waktu itu, padahal itu adalah hari pertama penayangannya di bisokop.

Akibat kekecewaan itulah, hari ini saya sempat menimbang antara menonton film "99 Cahaya di langit Eropa jilid 2" atau menonton film sekuel yang tak kalah fenomenalnya "300 Rise of The Empire".

Selain juga baru setelah dua minggu premiere nya, saya berniat menonton film ini. Tidak terburu-buru menjadi yang pertama menonton dan mengulasnya di Kompasiana seperti film pertama sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun