Mohon tunggu...
Heru Kesuma
Heru Kesuma Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Seorang penggemar berat Harutya. Menulis untuk hidup, selain mengisi waktu. Karena ia hanya seorang pengangguran yang hampir dua puluhan. Setiap apa yang ditulisnya membuatnya merasa dirinya punya alasan atas eksistensinya.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Surat Pengakuan Seorang Pria

11 September 2023   20:39 Diperbarui: 11 September 2023   20:51 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: unsplash.com

Tak henti juga ucapan itu berapa kali pun saya membela diri. Sampai akhirnya saya yang menjaga jarak. Lama saya tidak menemui Anda yang rasanya begitu berat di hati. Namun lebih lagi beratnya dengan semua yang terucap pada saya. Pada akhirnya, tidak ada yang benar-benar spesial dari Anda kepada saya. Begitulah saya pikir. Sampai Anda berdiri di depan pintu rumah saya dengan tersenyum. Mengajak saya ke perpustakaan, untuk membantu menulis roman baru. Yang kata Anda dari kisah nyata, dari kejadian asli, bukan reka-reka. Saya tidak bisa bilang senang dengannya. Bukanlah sebab tak bisa berkata-kata, melainkan tak habis pikir. Rasanya seperti Anda mengambil lagi apa yang sudah ditolak mentah-mentah. Makanya tidak saya indahkan ajakan itu. Dan hanya menyuruh Anda pulang dengan baik-baik. Bisa saya lihat mata yang kecewa yang makin membuat saya tidak karuan.

Malamnya saya berpikir habis-habisan. Dari senja buta ke tengah malam, sampai lagi ke pagi subuh. Akhirnya jawaban saya dapat. Yakin saya bahwa Anda mungkin hanya ingin menganggap saya teman. Selama beberapa waktu bersama, saya sadar Anda begitu jarang, bahkan hampir tidak pernah bersama teman. Mungkin dari awal, Anda berpikir kita teman barang sekali. Jadi, pengutaraan rasa itu membuat buruk hubungan. Meski begitu pula, saya tetap akan bilang bahwa saya kelewat suka pada Anda. Mau bagaimanalah ke depannya Anda menganggap saya, tetap saya menyukai Anda. Hal itu tidak akan berubah.

Waktu-waktu setelah pikir-memikir itu, datanglah lagi saya pada Anda. Meminta maaf atas apa yang telah diperbuat. Apakah tidak pantas, mau sengaja atau pun tidak. Namun Anda malah memeluk erat begitu melihat saya. Anda menganggap saya teman, tidak nyaman dengan perasaan saya, dan malah memberi perhatian besar yang lebih dari teman berikutnya. Sudah habis kira saya. Sudah memantapkan hati untuk jadi teman, lalu hancur sebab perasaan suka datang lagi.

Setelah lama saya bantu menulis roman baru itu, yang isinya hampir tidak ada beda dengan cerita kita, kembali lagi saya utarakan rasa saya. Kali ini yang terakhir, kata saya. Dan Anda tidak menjawabnya, malah menyuruh saya membaca roman yang baru itu. Memberi jawaban iya atau tidak pun Anda tak mau. Karenanya sejak kali terakhir itu, kita tak pernah lagi bersua. Saya melalang buana entah ke mana. Coba-coba melupakan rasa pada Anda.

Hari ini saya menulis sebuah surat. Yang selesai tengah malam tadi, dan saya yakin Anda membacanya di kala matahari sepenggal naik. Saya akan minta maaf atas kesalahan saya. Dan surat ini ialah pengakuan saya yang sebenarnya atas Anda. Dan satu lagi, sampai kapan pun, tetap rasa saya tidak akan berubah. Begitulah awal yang pertama, sampai saya selesai membaca habis roman itu.

Jadi, ada pula satu hal lagi yang ingin saya sampaikan. Tidaklah saya tahu sedikit pun bahwa Anda seorang pengarang. Niat hati mendekati Anda, sepenuhnya karena suka pada Anda. Bukanlah pada seorang kuli pena. Mau Anda seorang pengarang atau tidak pun, rasa saya tetap tak berubah. Sekali lagi saya akan bilang bagaimana perasaan saya. Di perpustakaan saya menunggu. Anda hanya ingin kita seperti di roman itu, kan? Kenapa dari awal tak Anda beri tahu saja? Begitu pun juga tak apa, sampai malam pun saya akan tetap di perpustakaan. Menunggu Anda datang.

Habis sudah isi surat itu. Si wanita terkikik-kikik campur air mata membacanya. Segera dia bergegas, tanpa bertukar baju, dan mengunci rumah. Menutup pagar setelah keluar. Dan berlari ke perpustakaan di bawah langit yang lama-lama makin gelap. Dia segera masuk begitu sampai, celingak-celinguk mencari si pria. Begitu tertangkap oleh matanya, segera dia mendekat.

Si pria melihat wanita yang disukainya datang. Dan ikut pula saling mengejar, sampai mereka hadap-hadapan, berhenti mereka melangkah. Pria itu mendekat barang selangkah. Kini wajah si wanita tepat di dadanya. Tanpa memberi aba-aba, langsung saja si wanita memeluk tubuhnya. Dalam hati, si pria mengucap, "Dapat juga saya sebuah jawab."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun