Seragam sekolah, identitas yang melekat erat pada masa pendidikan bagi sebagian besar anak di Indonesia. Lebih dari sekadar pakaian, seragam diyakini memiliki peran dalam membangun disiplin, kesetaraan, dan rasa persaudaraan. Meski, di balik citra positifnya, seragam sekolah juga memicu polemik, terutama terkait biaya dan efektivitasnya.
Sejarah penggunaan seragam sekolah di Indonesia berawal dari era kolonial Belanda. Pada masa itu, seragam diberlakukan untuk membedakan kelas sosial dan etnis.Â
Seiring kemerdekaan, seragam sekolah mengalami transformasi menjadi simbol persatuan dan nasionalisme. Tujuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.
Di dunia, penerapan seragam sekolah menunjukkan keragaman. Negara-negara seperti Jepang, Inggris, dan Australia terkenal dengan kebijakan seragam sekolahnya yang ketat.Â
Di sisi lain, Amerika Serikat dan Kanada tidak memiliki aturan seragam yang seragam, memberikan keleluasaan bagi siswa dalam berpakaian.
Di Indonesia, keresahan orang tua terkait biaya seragam sekolah yang mahal semakin marak. Harga seragam yang tinggi, apalagi dengan model yang kerap berganti, dianggap memberatkan beban finansial keluarga, terutama bagi mereka yang berasal dari kalangan kurang mampu.
Pro dan Kontra Penerapan Seragam Sekolah
Penerapan seragam sekolah penuh dengan pro dan kontra. Di satu sisi, para pendukungnya meyakini seragam dapat meningkatkan kesetaraan, disiplin, dan profesionalisme, serta memudahkan identifikasi siswa.Â
Di sisi lain, penentangnya menyuarakan kekhawatiran terkait beban finansial bagi orang tua, pembatasan ekspresi diri, dan minimnya korelasi dengan prestasi belajar.
Manfaat potensial seragam, seperti menyamakan status sosial dan ekonomi serta memperkuat rasa kesatuan, memang patut dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mengurangi perundungan dan meningkatkan inklusi di sekolah. Namun, perlu diingat bahwa seragam tidak selalu menjamin tercapainya tujuan tersebut.