Isu penundaan pemilu pada akhirnya layak untuk dijadikan bahaya laten selain bahaya laten komunis. Kejahatan penundaan pemilu sama saja kejahatan politik terstruktur yang jelas merusak konstitusi dan undang-undang.Â
Sementara pelaku dan gerombolan penundaan pemilu secara resmi belum ada pihak resmi mengakui perbuatannya. Jika bisa menyebutkan siapa yang bertanggung jawap siapa pendukung dan aktor pemilu hanya dilakukan sebatas analisa kejadian politik yang menyertai penundaan pemilu. Dibutuhkan sintesa berbagai kejadian dan pengalaman empiris untuk memperkuat dugaan pelaku dan beserta aktornya.
Berita politik nasional dalam pekan ini dipadati ribuan berita ,analisa ,diskusi dan segala pernak pernik isu penundaan pemilu yang bersumber dimenangkannya Partai Prima terhadap gugatan pemilu ke KPU dan berakhir dengan keputusan PN Jakarta Pusat memberikan putusan penundaan pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.Â
Akan dibutuhkan proses hukum yang beruntun,hirarki dan tentunya akan memakan waktu juga. wajar hal ini menjadi bagian kekuatiran bersama dan menimbulkan dugaan jika kalau terjadi skenario politik terstruktur mengundur pemilu melalui konflik dan perseteruan hukum yang melibatkan tri partai  yakni Partai Prima ,KPU dan PN Jakpus.
Dengan adanya produk hukum penundaan pemilu akhirnya KPU melawannya untuk melakukan banding putusan PN Jakarta Pusat.
Celah Penundaan PemiluÂ
Polemik siapa yang akan menggantikannya jabatan Menpora yang ditinggalkannya Zainudin Amalia terus bergulir. Politisi Golkar  tersebut sudah menyerahkan pengunduran diri sebagai Menpora dan langsung diserahkan  Menteri Sekretariat Negara Pratikno (9/3/2023).
Paska pengunduran Zainudin Amalia sebagai Menpora, bertebaran isu jika Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan mengisi dan menjabat sebagai Menpora.
Ketua DPP Partai Golkar  Dave Laksono angkat bicara dan merespon adanya isu Ketum Demokrat AHY potensinya mengisi kursi Menpora. Dave mengatakan ,keputusan menunjuk Menpora hak preogatif q Presiden Jokowi, Kompas(02/03)2023).
 Bagi-Bagi Kekuasaan
Distribusi atau bagi- bagi  kekuasaan seperti jabatan menteri jika dipaksakan  dilakukan justru akan semakin meresahkan . Apalagi bagi -bagi kekuasaan ini menjelang dilaksanakannya hajat nasional yakni Pemilu 2024 yang kan memilih presiden ( pilpres ) dan memilih wakil rakyat( DPR).
Bagi -bagi kekuasaan secara brutal akan meruntuhkan ruh pemberlakuan pemerintahan yang demokratis. Berakhir hancurnya sistem pemerintahan yang kita anut yakni Trias Politika. Semangat dan  ide bahwa sebuah pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan menjadi dua atau tiga kesatuan kuat yang bebas akan luntur bahkan hilang.
Dengan proses politik berbagi kekuasaan tersebut menyebabkan   sistem perimbangan kekuasaan menjadi labil bahkan akan padam. Kedaulatan  parlemen di DPR tidak berlaku lagi.