Setelah lama jadi perbincangan sejak awal tahun ini, akhirnya situs berita milik kelompok usaha Bakri, KanalOne, eh salah, vivanews, mengorbit di jagad maya per Selasa (14/10) pagi kemarin. Entah kenapa pada bulan-bulan terakhir menjelang kelahirannya, KanalOne mengubah brandnya menjadi vivanews. Situs ini meramaikan dunia persilatan media online tanah air setelah okezone milik MNC meluncur awal tahun 2007 disusul kemudian inilah. Sejak bisnis online meredup di Indonesia tahun 2002 dan menggemboskan puluhan situs komersil, praktis hanya detik dan kompas yang bertahan. Tempointeraktif hanya dihitung sebagai penggembira. Kehadiran vivanews tentu saja menggembirakan karena memperkaya jagad informasi di ranah baru media bernama internet. Vivanews juga membawa semangat kompetisi bagi media-media online sebelumnya. Semangat kompetisi ini penting karena hanya dengan itulah adrenalin situs berita lain terpicu untuk terus memperbaiki diri. Bagi saya, hal yang paling menggembirakan dari situs baru ini adalah kebaruan yang diusungnya. Seperti sering digembar-gemborkan, vivanews mengklaim diri sebagai situs pertama yang mengawinkan kecepatan ala dot com dan kedalaman ala majalah. Menilik orang-orang yang membidani situs ini kita akan mafhum dengan klaim tersebut. Vivanews dikomandani oleh sejumlah pentolan Majalah Tempo. Ada Karaniya Dharmasaputra, Wenseslaus Manggut, Nezar Patria yang kepergiannya konon ditangisi Gunawan Mohammad. Mereka khatam akan tradisi investigatif ala majalah yang dalam dan komprehensif. Selain itu, situs yang mengusung tagline news and community portal ini juga digawangi Suwarjono, salah seorang dedengkot detik yang membidani okezone dan kemudian hijrah ke vivanews. Ikut pula sejumlah awak detik dan okezone ke ladang baru itu. Ammatul Rayyani bekas fotografer yang lama berkiprah di teleivis juga ikut memperkuat squad vivanews. Selama ini tradisi jurnalisme online di Indonesia sangat dipengaruhi oleh gaya detik yang serba cepat dengan berita sepotong-sepotong. Semua situs berita online di Indonesia memeluk mazhab running news. Kelemahannya, pembaca dibanjiri oleh air bah informasi yang berbentuk penggalan-penggalan kisah. Pembaca sering kehilangan konteks karena baru mengikuti sebuah isu di tengah-tengah kejadian. Cilakanya, semua media online di Indonesia tidak memberikan summary atas penggalan-penggalan itu. Mereka berdalih, kalau mau lihat summary peristiwa hari ini baca koran besok pagi. Apakah tradisi online hanya menganut gaya berita sepenggal-sepenggal? Tentu saja tidak. Kalau Anda membuka situs berita Yahoo, aliran yang diterapkan kantor berita AP, Reuters, dan AFP yang tersaji di sana adalah news in making. Sebuah berita awalnya muncul sepenggal, namun makin lama makin panjang dan komplet. Gaya ini membuat pembaca tidak kehilangan konteks peristiwa. Hal lain, ada satu kekuatan media online yang selama ini belum digarap oleh situs-situs berita yang ada, yaitu keluasan ruang. Ini tidak dimiliki oleh cetak, radio, maupun televisi. Vivanews mengambil celah ini sebagai ruang untuk liputan mendalam. Kreativitas jurnalistik bisa tumpah ruah di ruang yang tak terbatas ini. Karena hanya media online-lah yang memungkinkan terjadinya konvergensi jurnalistik ala cetak, radio, dan televisi. Di dalam ruang yang tidak terbatas ini wartawan bisa menyajikan sebuah liputan komprehensif (panjang) dan memperkayanya dengan infografis dan tayangan audio visual. Jadi memang salah kalau ada yang beranggapan bahwa online hanya berarti cepat dan pendek. Nah, selasa kemarin pertamakali membuka vivanews ekspektasi saya ternyata tidak terhempas. Bagi saya vivanews yang berbaju ala BBC ini memang menampilkan kebaruan itu. Dari sisi tampilan baju setidaknya ia tidak seragam dengan situs-situs lain. Bahkan dengan apiknya vivanews hadir dengan rubrikasi yang bisa diatur (drag and place) sesuai selera pembaca. Ini mengingatkan saya pada myYahoo. Anda bisa mengatur rubrik apa saja yang ingin Anda lihat di situs itu. Rubrik-rubrik yang tidak Anda inginkan bisa ditutup. Kebaruan lain yang tidak dimiliki situs-situs berita lainnya adalah rubrik liputan khusus. Membaca Liputan Imam Samudra dkk seperti membaca majalah Tempo dalam bentuk yang lain. Infografis, multimedia, terkemas dengan apik. Saya percaya fitur-fitur lain akan muncul tidak lama lagi. Kita masih menunggu bentuk komunitas yang ditawarkan vivanews. Kan, tagline-nya news and community. Di online, tidak cukup hanya news. Di era web 2.0 sebuah situs berita dituntut untuk memberi ruang bagi pembaca terlibat dalam interaktivitas. Ini menyangkut pageview, loyality index, yang ujung-ujungnya untuk mencari pengiklan. Terakhir, soal kebaruan di atas adalah satu hal. Hal lain yang banyak juga ditunggu jawabnya oleh banyak kalangan adalah soal independensi dan idealisme jurnalistik. Merintis bisnis media di tengah persaingan yang demikian ketatnya tidak cukup hanya mengandalkan idealisme. Kepentingan kapital seringkali masuk ke ruang redaksi. Dan, suka tidak suka harus diakui, arus modallah yang menyangga sebuah media terus bertahan (dan tentu saja mensejahterakan karyawan di dalamnya). Bagaimana vivanews berkompromi dengan pemilik modal? Itu bukan cerita yang bisa dijawab satu hari ini. Just wait and see..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H