Setiap tempat adalah istimewa, karena memiliki ciri khas dan keindahan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Demikian halnya dengan Indonesia. Kaya akan tempat-tempat menarik yang layak untuk dilihat, yang tidak kalah dengan tempat menarik di ujung bumi lainnya. Kita kaya panorama dan sejarah, itu sudah pasti. Namun ketika orang Indonesia ingin melihat tempat indah di ujung dunia yang lain itu juga wajar, sama halnya orang asing yang ingin melihat tempat indah yang kita miliki. Karena masing-masing memiliki pesona yang berbeda.
Suatu saat teman pernah bercerita, ketika dia pulang dari studi lanjut di sebuah negara Eropa. Jika ada seminar ke Asia pasti pembimbingnya yang berangkat sendiri. Sementara kalau tempat lain yang masih kawasan Eropa mahasiswanya yang disuruh berangkat. Dan dengan bangganya pasti ditunjukkanlah foto-fotonya ketika melanglang ke negara Asia. Dan foto itu salah satunya adalah ketika bergaya di candi Borobudur. Sang professor itu bangga berfoto di antara stupa candi. Sama halnya ketika saya mengikuti kuliah tamu dari dosen asal Swedia. Setelah mengakhiri kuliah, dengan bangga dia tunjukkan hasil jepretannya yang mengabadikan suasana di sekitar Malioboro. Termasuk deretan motor yang diparkir yang demikian panjang. Jelas saja itu dianggapnya unik karena pasti di negaranya tidak akan menemui hal semacam itu. Ya samalah dengan kita, tapi kebalikannya. Pasti juga senang jika berfoto di tempat yang jauh misal di salah satu tempat di Eropa sana. Itu adalah hal yang wajar-wajar saja. Karena sekali lagi, setiap tempat punya keindahan yang berbeda. Dan setiap orang pasti ingin merasakan sensasi perbedaan itu.
Untuk melihat keindahan dan tempat menarik yang ada di dekat kita kadangkala sering terlewatkan, karena kadang tidak menjadi prioritas, mentang-mentang karena dekat. Jadi pikiran kapan-kapan saja, selalu sering terjadi. Malah jadinya sama sekali belum ke tempat tersebut. Ya saya belum pernah melihat ke situs Ratu Boko, sampai kemarin. Akhirnya keinginan itu terwujud. Keterlaluan bukan?
Melihat candi juga belajar sejarah. Saya masih ingat ketika masa SMP dulu, pernah berwisata ke candi Borobudur, dan memori itu melekat hingga sekarang. Oleh karena itu jika anak-anak liburan sekolah, mereka saya ajak jalan-jalan, salah satu diantaranya ke candi. Karena tinggal di Yogya, dekat banget kan? Ke Borobudur dekat, apalagi ke candi Prambanan dan situs Ratu Boko. Sepertinya memang keterlaluan, saya belum pernah ke situs Ratu Boko, meskipun anak-anak sudah bersama ayahnya. Sebenarnya kalau jujur saya juga baru ke Prambanan dua kali, meskipun melewati jalan di depan candi itu mungkin beratus-ratus kali. He he he. Begitulah. Yang dekat biasanya tidak menjadi prioritas, karena selalu berpikiran bisa kapan saja datang ke sana.
*****
Candi Borobudur yang berada di kota Magelang (semua juga tahu he he he biarlah belajar lagi sejarah dikit yaa), candi ini berbentuk stupa yang didirikan penganut Buddha, pada masa tahun 800 pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Ya, candi ini sudah masuk sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di bagian atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Menurut sejarawan J.G. de Casparis, pendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Hmmm lama juga ya. Maklum bangunan sebesar dan semegah itu.
Sedangkan Candi Prambanan, menurut prasasti Siwagrha, disebut juga Candi Rara Jonggrang, mulai dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa karajaan Medang mataram.
Candi Prambanan ini juga termasuk situs warisan dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.
Candi Prambanan ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (dalam bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Yang terakhir yaitu tentang Situs Ratu Boko adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek candi Prambanan. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25 ha. Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko.
Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke 8 pada masa Wangsa Syailendra atau Rakai Panangkaran dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton atau istana raja. Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.