Mohon tunggu...
Herti Utami
Herti Utami Mohon Tunggu... Dosen - Hasbunallah wa nikmal wakil

Seorang istri | ibu dari 4 orang anak | suka membaca dan jalan-jalan | lecturer, researcher, chemical engineer | alumni UGM | hertie19@hotmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jika Pilihan Anda Adalah S3 di Dalam Negeri

17 Juli 2014   18:17 Diperbarui: 4 April 2017   17:36 1753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Bagi pengajar (dosen) atau peneliti, jenjang S3 adalah suatu yang layak untuk dicapai. Meskipun tidak harus. Berdasarkan Peraturan Menteri PAN No. 17 Tahun 2013 juga menegaskan bahwa kenaikan jabatan Akademik Dosen untuk menjadi Lektor Kepala atau Profesor harus memiliki ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat. Jadi sangat jelas bahwa jika seorang dosen ingin mencapai jabatan Akademik atau jabatan fungsional tertinggi yaitu Profesor maka mau tidak mau ya harus menempuh S3. Profesor adalah jabatan Akademik yang merupakan jabatan keahlian, jadi bukan gelar. Terkadang ada yang salah kaprah dengan hal ini. Urutan jenjang jabatan ini adalah Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor. Jadi puncak pendidikan formal untuk seorang Profesor ya S3 atau setara dengan S3 dengan gelar akademiknya Doktor.

Namun, keinginan saya pribadi untuk mengambil jenjang S3 adalah bukan karena alasan itu. Ketika dalam perjalanan sebagai pengajar, ternyata mengalami masa-masa yang dirasa stagnan dan merasakan tidak ada peningkatan secara keilmuan terutama dalam hal riset. Sepertinya kok risetnya begitu-begitu aja. Sangat jauh jika dibandingkan dengan hasil riset dari publikasi orang lain. Ada rasa malu, dan kadang juga bosan. Rasa bosan itu sempat datang ketika tidak ada perubahan keadaan. Hal itulah yang memotivasi diri untuk nekad mengambil S3 tanpa persiapan apa pun.

Memilih tempat untuk S3 tentu banyak pilihan. Dan pilihan tersebut akan dipilih dengan berbagai pertimbangan. Jika memilih tempat S3 di luar negeri, akan banyak memberikan pengalaman tambahan, juga fasilitas alat dan bahan pendukung untuk riset yang lebih lengkap yang kadang sulit diperoleh di dalam negeri. Namun hal ini bergantung juga topik riset dan bidang ilmu anda. Dalam hal akses jurnal universitas di luar negeri biasanya juga langganan jurnal yang lebih lengkap, dibandingkan dengan universitas di dalam negeri. Namun hal ini bisa disiasati dengan meminta tolong teman yang sedang studi di luar negeri. Pilihan tempat untuk S3 tentu dengan berbagai pertimbangan.

Saya memilih cukup S3 di dalam negeri dengan pertimbangan karena anak-anak. Membayangkannya saja cukup repot kalau membawa dan mengurus mereka sendirian di suatu negara lain sambil studi S3 karena suami tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Lagi pula saya berangkat S3 tanpa pemikiran panjang, termasuk keputusan dadakan yang pernah saya ambil selama ini. Tanpa memikirkan resiko dan beratnya beban atau kesulitan yang nanti akan dihadapi. Sekarang saya tidak menyesalinya setelah menjalani perjuangan panjang itu.

Dari pengalaman yang saya hadapi selama S3 di dalam negeri, khususnya di Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ada beberapa hal yang menjadi catatan yang mungkin berguna bagi Anda jika memiliki niatan yang sama. Di jurusan Teknik Kimia khususnya dan di UGM pada umumnya masih ngetop dengan lama lulusnya. Nah, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian agar Anda tidak mengalami seperti yang saya alami, :D yaitu cukup lama (5 tahun 7 bulan) menjalani studi adalah sebagai berikut:

# Topik Riset

Pemilihan tentang topik dan rencana riset atau penelitian itu harus benar-benar matang. Hal inilah yang sangat menyita waktu studi. Anda harus sudah memikirkan bagaimana analisis yang akan dilakukan, apakah alatnya ada? Alat untuk percobaan apakah sudah tersedia atau mudah untuk merangkainya? Bagaimana dengan bahan untuk penelitian? Apakah mudah diperoleh?

Kesulitan ini yang pernah saya alami. Untuk menentukan jenis katalisator saja perlu waktu setahun. Apalagi ada bahan yang harus diimpor dari luar, hmm, terpaksa menunggu 3 bulan hingga barang itu datang.

Setelah berhasil mendapatkan data-data dengan eksperimen di laboratorium, lalu data-data tersebut diapakan? Cukup berbahagialah bagi Anda yang risetnya bersifat eksploratif dan tak perlu susah-susah mengolah data tersebut. Nah, bagi saya yang risetnya mengandung banyak pemodelan matematis, perlu usaha keras tersendiri untuk mengolah data-data tersebut. Masih enak jika bisa diolah dengan software yang sudah ada/tersedia/sudah jadi. Cukup memasukkan data dan hasil hitungan itu muncul. Tapi jika memerlukan rangkaian program yang harus disusun sendiri, hmm. Ini perlu waktu yang lama, bahkan bisa jadi lebih lama daripada waktu yang diperlukan untuk eksperimennya itu sendiri. Selama menjalani itu semua, ketika banyak menghadapi kendala, kadang membuat otak serasa stuck, meskipun sudah berdiskusi dengan pembimbing atau teman. Sering saya hanya mengandalkan mukjizat dengan berdo’a. Ya, siapa lagi yang bisa menolong kecuali hanya Allah? Karena ilmu manusia tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan ilmu-Nya. Tentu saja Anda tetap harus berikhtiar mencari jalan, lalu inspirasi untuk memecahkan masalah itu pasti akan datang. Jadi tetap semangat, berusaha dan berdo’a harus selalu dijalankan.

# Dana Studi

Jika studi di dalam negeri dan beasiswa kita dapatkan dari Dikti, untuk bidang riset yang saya hadapi jangan harap dana risetnya mencukupi. Lalu bagaimana mengatasinya? Ya haruslah mengajukan proposal penelitian lewat hibah-hibah yang Dikti tawarkan. Tapi dengan mendapatkan dana hibah riset tersebut, terus terang agak menyita waktu Anda, ketika harus membuat laporan penelitian. Apalagi laporan keuangannya yang cukup ribet. Jadi perlu ada waktu tersendiri, selain fokus ke studi S3.

Bagaimana jika waktu studi molor? Ya terpaksa dengan dana sendiri untuk membayar SPP-nya, namun pemerintah melalui Dikti juga berbaik hati karena mengadakan beasiswa perpanjangan studi. Tapi tetap kita harus menalangi pembayaran SPP itu terlebih dahulu. Jadi kelancaran dana studi untuk SPP dan dana riset itu sangatlah penting. Karena jika tidak memilikinya, otak kita juga ngga bisa berpikir dengan jernih. Jika harus cuti atau riset terhenti, bagaimana bisa lancar studinya?

# Fokus hanya Studi

Ya, jangan sambil bekerja jika ingin lulus cepat. Prioritas hanya untuk studi. Bagaimana ingin lulus cepat jika harus nyambi bekerja atau mengajar? Soal fokus ini juga kendala buat saya. Ya bagaimana lagi, kan sebagian waktu harus tetap mengurus anak-anak? Apalagi hamil dan melahirkan selama studi, lebih banyak lagi waktu yang tersita untuk yang lainnya selain hanya urusan studi. Itulah resiko jika menjadi seorang ibu. So, it’s okay.

# Komunikasi dengan Pembimbing

Pemilihan siapa yang akan menjadi pembimbing selama S3 itu juga sangat penting untuk kelancaran studi kita. Meskipun itu hanya sebagai pembimbing pendamping atau ko-promotor. Harus dipertimbangkan dengan matang. Kelancaran berkomunikasi dengan para pembimbing harus benar-benar dijaga. Ketika saya mengalami pernah ada kesalahpahaman dengan salah satu ko-promotor, benar-benar akibatnya sangat tidak enak. Saya terpaksa sulit melupakan persoalan tersebut dan sangat mengganggu kelancaran studi. Semoga hal buruk seperti itu tidak pernah terjadi pada Anda.

*****

Itulah beberapa catatan saya, semoga bisa diambil manfaatnya biar Anda lancar dan cepat dalam menjalani studi S3. Menempuh studi S3 ternyata juga tidak melulu memusingkan kok. Makanya perlu diimbangi dengan jalan-jalan. Saya dan teman-teman merasakan banyak suka cita ketika harus publikasi riset ke luar negeri. Sambil menyelam minum air. Sambil publikasi juga sambil jalan-jalan meskipun harus mencari travel grant sendiri. Ketika menyusun disertasi sambil saya tulis travel writing itu di Kompasiana. Lumayan deh mengurangi kepusingan untuk selingan tidak sekedar memikirkan disertasi. So, menempuh studi S3, siapa takut?

*****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun