Sekitar jam 4 sore kami tiba di perhentian bus Eurolines di Brussel, kemudian naik kereta ke stasiun Brussel Midi atau Brussel Zuid. Setelah menyimpan kopor di automatic locker, dengan memasukkan koin beberapa euro dan menyimpan tiketnya untuk membuka lokernya nanti, akhirnya tiba saatnya bagi kami untuk menyusuri kota dalam waktu singkat. Yah, waktu kami hanya sedikit, karena jam 10 malam harus naik kereta Thalys yang akan membawa kami ke Paris. Tujuan kami ke Brussel, adalah ingin ke Grand Place, yang berada di kawasan kota tua. Ada yang menyebutkan bahwa Grand Place merupakan one of the most beautiful town squares in Europe, sehingga masuk dalam daftar tempat impian yang ingin saya datangi.
[caption id="attachment_206327" align="aligncenter" width="656" caption="Grand Place, di Brussel (dok. Pribadi)"][/caption] Salah satu teman yang ikut, sebelumnya sudah pernah ke Brussel. Tapi rupanya ia lupa jalan menuju tempat tersebut. Sekitar setengah jam lebih waktu kami terbuang, hanya muter-muter saja, belum menemukan jalan yang tepat untuk menuju ke sana. Kami sesekali melihat peta dan menyusurijalanan di Brussel, dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana kota. [caption id="attachment_206329" align="aligncenter" width="300" caption="Penanda di depan pintu keluar stasiun Brussel Midi, tinggal jalan lurus saja dari sini sampailah ke kawasan kota tua (dok. Pribadi)"]
Sore hari yang cerah, di musim panas bulan Juli tahun lalu. Kami berjalan di sepanjang trotoar jalanan kota Brussel. Tidak sengaja mata saya melihat suatu nama hotel kecil yang begitu menarik perhatian yaitu Orient Express. Aaah, ingatan langsung melayang ke novel Agatha Christie yang pertamakali saya beli waktu jaman SMP dulu. Judulnya yaitu : “Pembunuhan di Kereta Api Orient Express”. Jadi ingat dengan sosok detektifBelgia Hercule Poirotdan Orient Express, kereta jaman dulu yang merupakan alat transportasi darat di Eropa, dengan tujuan akhirnya di Istanbul. Ternyata ada juga yang mengabadikan nama itu untuk hotel dan kafe kecil di jalanan Brussel.
[caption id="attachment_206330" align="aligncenter" width="300" caption="Hotel dan kafe Orient Express (dok. Pribadi)"]
Lalu perjalanan kami lanjutkan. Ada beberapa kios yang menjual buah-buahan. Wow, begitu menggiurkan. Harganyapun murah, hanya beberapa sen euro, lebih mahal jika dibandingkan kalau membeli minuman air putih kemasan yang harganya 2euro per botol kecil. Buahnya segar dan ukurannya tidak biasa, terutama untuk buah semangka begitu sangat sangat besar. Saya sungguh menyesal karena tidak mengambil gambarnya.Kami kemudian kembali meneruskan perjalanan.
[caption id="attachment_206331" align="aligncenter" width="300" caption="Lihatlah, patung mannekin pis yang mungil itu di pojokan itu, dikelilingi turis dari berbagai negara (dok. Pribadi)"]
Akhirnya tibalah kami di suatu sudut jalan antara Rue de L’Etuve (Stoofstraat) dan Rue de Chene (Eikstraat), tempat dimana patung legendaris mannekin pis berada . Awal keberadaan patung ini sebenarnya lumayan sudah tua, yaitu sekitar awal abad 17 atau sekitar tahun 1618.Patung anak kecil yang maaf sedang pipis ini juga merupakan icon wisata kota Brussel. Cerita tentang anak kecil ini, ada beberapa versi. Salah satu versinya adalah menceritakan anak kecil yang bernama Juliaanske dengan gagah berani mengencingi bom yang akan meledak di kota itu, sehingga akhirnya dibuat patung perunggu anak kecil sedang pipis. Mungkin sebagian orang berpikir, apa sih yang bisa dilihat di sini, masak cuma melihat patung kecil begitu saja. Tapi justru itu yang membuat penasaran dan sepertinya kurang afdol jika ke Brussel tidak melihat patung ini.
[caption id="attachment_206332" align="aligncenter" width="300" caption="Mannekin Pis, icon wisata kota Brussel (dok. Pribadi)"]
Tiba-tiba tepat di seberang mannekin pis itu, ada pemusik jalanan, yang meniup saxophone-nya. Sebuah lagu jazzy berkumandang menambah meriah suasana. Lagunya sungguh cocok dengan suasana saat itu. Ini adalah salah satu pengalaman menarik, yang saya alami, dan terus terang saya sangat menyukainya (agak norak juga nih, ketika berfoto disamping orang tersebut).
[caption id="attachment_206333" align="aligncenter" width="300" caption="Tiupan saxophone yang memikat (dok. Pribadi)"]
Hari semakin petang, setelah perjalanan panjang, kamipun merasa lapar. Di seberang jalan samping mannekin pis, kita bisa membeli waffle Belgia yang perlu untuk dicicipi. Terlihat begitu menggugah selera dengan berbagai macam toping-nya. Dengan toping ice cream di campur coklat dan juga strawberry, hhmmmm lezaat, membuat perut terasa kenyang. Selain waffle, di area tersebut juga terdapat beberapa toko yang menjual coklat. Nama coklat Belgia salah satunya adalah Leonidas. Bagi yang muslim, katakan saja ke penjualnya untuk memilih yang non-alkohol ketika kita membelinya. Saya paling suka dengan coklat pralines, terdiri bermacam-macam isi dan coklat hitam dengan aroma jeruk (meskipun agak pahit rasanya). Jika anda punya lebih banyak waktu, soal berburu coklat ini juga sudah pernah dituliskan oleh penulis lain di sini, tentang coklat yang lebih unik rasanya.
Ah, memang coklat Belgia begitu terasa lezat. Sekarang ini kalau saya terbayang-bayang dengan coklat Belgia tersebut, cukup membeli coklat produksi lokal Indonesia, yaitu dari kota sendiri (Yogyakarta). Lumayanlah agak mendekati citarasa coklat Belgia, namanya adalah coklat Monggo. Pemilik dan pembuat coklat Monggo tersebut orang asli Belgia, namanya Eduard Triando Picasso. Produknya lumayan juga sih, yaitu dark coklat yang spesial, termasuk pralines juga ada, berisi rasa yang berbeda yaitu krim-kacang mete, coklat caramel dan coklat jahe. Jika ngiler membayangkan coklat Belgia yang asli, cukup digantikan dengan coklat dari kota sendiri sajalah. (Waduh ini bukan iklan lho ya, dari coklat Leonidas kok ngelantur ke coklat Monggo. Hanya ingin lebih menengok ke produk lokal dan berharap sebagai alternatif pilihan oleh-oleh dari Yogyakarta )
[caption id="attachment_206335" align="aligncenter" width="300" caption="Toko waflle dan coklat Belgia (dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_206334" align="aligncenter" width="300" caption="Pernak pernik mannekin pis (dok. Pribadi)"]
Setelah mencicip waffle, dan membeli oleh-oleh kami melanjutkan perjalanan, menyusuri Rue de L’Etuve menuju ke Grand Place, salah satu tempat impian yang ingin saya lihat. Jarak antara mannekin pis ke Grand Place, tidak jauh. Sepanjang jalan, tentu saja banyak toko-toko yang menjual makanan dan souvenir (kaos, tas, pajangan, topi, syal, dll). Salah satu toko yang menarik adalah toko tas yang berupa tapestry bag (harap maklum, kan perempuan pastinya tertarik dengan yang satu ini). Tas tersebut bagus-bagus, tapi tentu saja harganya juga bagus. Memang kalau oleh-oleh khas dari Belgia yang agak eksklusif salah satunya adalah tapestry (bahan karpet) ini, bisa berupa hiasan dinding atau tas cantik.
[caption id="attachment_206336" align="aligncenter" width="300" caption="Tapestry bag, salah satu oleh-oleh spesial dari Belgia buat wanita (dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_206338" align="aligncenter" width="300" caption="Patung Everardt Serclaes, selalu menerima usapan dari orang yang lewat (dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_206339" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan masuk ke Grand Place, terlihat Guild Hall ditutupi penghalang (dok. Pribadi)"]
Tibalah kami di kawasan kota tua yang mulai berdiri sekitar abad 11, yaitu Grand Place atau Grote Markt, dalam bahasa Belanda. Town Square kota Brussel ini pada awalnya diperuntukkan sebagai pasar besar. Kini Grand Place merupakan tujuan wisata yang penting di Brussel. Jadi tidak heran, begitu banyak turis yang berada di sini, sambil mengagumi dan menikmati keindahan bangunan-bangunan tua. Memang ada kesan tersendiri ketika saya berada di sini. Suatu perasaan senang ketika melihat ke sekeliling tampak gedung-gedung kuno yang megah, dibangun sejak berabad-abad lampau. Grand Place ini sudah ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh UNESCO. Seandainya saja saat itu tepat diselenggarakan hamparan karpet bunga yang tiap 2 tahun sekali, tentunya akan terlihat lebih indah lagi, pantaslah jika disebut sebagai salah satu alun-alun kota yang terindah di Eropa. Jika ingin melihat hamparan karpet bunga tersebut sudah pernah dituliskan oleh penulis lain dan bisa dilihat di sini.