Mohon tunggu...
Herti Utami
Herti Utami Mohon Tunggu... Dosen - Hasbunallah wa nikmal wakil

Seorang istri | ibu dari 4 orang anak | suka membaca dan jalan-jalan | lecturer, researcher, chemical engineer | alumni UGM | hertie19@hotmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Tidak Kutemukan Romantisme di Kota Ini

4 Desember 2013   13:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:20 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanyalah sepenggal cerita sebagai catatan kecil, bahwa kaki ini pernah melangkah dan menyusuri sudut kota yang terkenal dengan sebutan Kota Romantis. Memang tidak pernah kusangka bahwa dalam waktu yang begitu singkat, diriku bisa menjejakkan kaki di kota ini yang sebelumnya hanya bagaikan impian semu. Bagiku, Paris adalah kota yang hanya bisa dilihat dari sebentuk gambar dan film. Siapa yang tidak ingin datang ke kota ini? Semua yang kudengar dan kulihat menceritakan keindahan, dan nuasa keromantisan di kota ini, seperti yang ada di buku-buku novel ataupun di film-film.

13861387871579703785
13861387871579703785

13861388381036116590
13861388381036116590

Ketika pertama menjejakkan kaki di sini, kenapa semua jadi tidak seperti dalam angan dan impian? Kenapa semua jadi terasa biasa saja? Mungkin karena musim panas, so tidak ada perbedaan suasana dengan negara tropis. Hijau daun-daun terlihat biasa saja, lain halnya jika daun-daun itu berwarna kuning atau kemerahan seperti halnya warna daun maple ketika musim gugur atau musim semi. Padahal suasana itu yang sebenarnya membuat perbedaan yang signifikan. Hmmm, harusnya perjalanan di musim semi atau musim gugur lebih menarik. Ini adalah poin penting yang mestinya perlu diperhatikan.

1386138895248815392
1386138895248815392

1386138968798730422
1386138968798730422

13861390311278646257
13861390311278646257

Kenapa ketika Eiffel ada di depan mata, aih ternyata menara ini hanyalah bangunan tegak tepat di pinggir jalan raya. Sama sekali tidak sesuai dengan bayangan. Mungkin memang saat itu salah mengambil posisi yang tepat, harusnya di bagian yang ada tamannya dan Eiffel bisa terlihat dari kejauhan. Maklum saja, hujan mengguyur Paris, dan kami berjalan tanpa bisa menikmati suasana sekitar. Hawa terasa dingin dan meskipun memakai payung, percikan air hujan tetap saja terasa. Selain itu, begitu banyak pedagang asongan yang menjual air mineral dan souvenir. Ah…desahku, suasana ini sungguh berbeda dan tidak seperti di film-film.

13861390881993703878
13861390881993703878

13861391191935848875
13861391191935848875

13861391651331998956
13861391651331998956

Ah, Paris, kenapa semua tidak seperti di film romantis itu? Musium Louvre adalah tempat yang memang paling kuinginkan untuk melihat berbagai karya seni dunia. Di ujung jalan Champs de Elysees adalah gerbang Arc de Triomphe yang mengingatkanku akan kegagahan seorang Napoleon Bonaparte. Palais Garnier adalah tempat dimana pertunjukan orkestra musik klasik bisa kita dengar secara langsung. Istana Versailes adalah kediaman mewah Raja Louis XVI dan ratunya, dengan tamannya yang luas dan indah.

1386139493750452316
1386139493750452316

1386139531614019748
1386139531614019748

Memang bangunan-bangunan tua itu nampak indah di mata. Dan sudut-sudut jalan itu terasa berbeda suasananya. Bangunan tua dengan arsitektur khas Eropa serta banyaknya kafe-kafe di pinggir jalan raya yang tidak hiruk pikuk suasananya. Ahh memang menarik. Namun hanyalah kesenangan sejenak yang kurasakan. Tapi untuk apa? Tidak ada sedikitpun nuansa romantisme di sini. Kata seorang teman, jelas saja, aku tidak bisa merasakan nuansa itu karena kakiku lecet karena sepatu yang kurang nyaman, yang dominan adalah rasa nyeri yang kurasa, sehingga membuat semua menjadi bad mood. Waduh, bagaimana tidak lecet, setiap saat harus mengukur jalanan yang seolah tiada berujung.

13861394181602705146
13861394181602705146

13861394351172967330
13861394351172967330

Namun sebenarnya aku tahu sebab dan alasannya, kenapa suasana begitu hampa, karena apa? Tidak ada engkau di sampingku ketika menyusuri jalanan di kota ini. Kalaupun secara fisik aku melakukan perjalanan dan menikmatinya, tapi hatiku selalu tertinggal untuk memikirkanmu dan anak-anak kita.

*****

13861393092009525063
13861393092009525063

13861393622093306341
13861393622093306341

Tapi kupikir, dengan kauberikan kebebasan untuk terbang dan sampai di kota ini adalah pengorbanan dan hadiah yang paling romantis darimu. Kauberikan kesenangan sejenak dari rutinitas harian yang memusingkan. Sekalipun engkau bukan pria yang romantis, namun hal-hal indah dan pengalaman yang terbaik ada ketika bersamamu. Dan hal yang paling kuhargai adalah ketika engkau selalu mengizinkan diriku ini untuk sejenak terbang pergi meninggalkan sarang.

Kadang terbersit keinginan kapan kita dapat meninggalkan sarang bersama-sama dan menikmati kota ini? Sehingga bisa kurasakan nuansa romantis itu? Mungkinkah di suatu hari ataupun suatu saat ketika kita telah menua. Namun dimanapun tempatnya sebenarnya tidaklah masalah, suasana romantis itu bisa hadir jika kita selalu bersama-sama, tidak harus di kota ini.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun