Â
Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Kualitas pers yang baik dan benar akan menjadi jaminan semakin tegaknya demokrasi Indonesia. Kemajuan suatu bangsa tercermin dari kualitas data dan informasi yang terpublikasi khususnya melalui media pers. Pers yang bebas amat penting sebagai elan vital energi demokrasi agar data informasi dari media mengalir kepada publik terbebas dari kekang intelektual azasi manusia. Namun sejalan sisi putih kebebasan pers, selalu bersamaan terjadi sisi hitam dan abu-abu. Otoritas pers memang selalu perduli dan berupaya melakukan penegakkan kebebasan pers. Kriteria dalam perundangan untuk melakukan hal ini memang tersedia. Tapi dalam prakteknya ternyata masih dibutuhkan banyak inisiatif, pendalaman dan dukungan agar tindakan otoritas pers tidak bias.
Salah satu masalah dalam menegakkan kebebasan pers, amat dominan otoritas pers hanya mengacu delik aduan terhadap obyek yang diadukan teradu. Padahal amat banyak kasus media yang secara sistematis melakukan pelanggaran kasus serupa dalam waktu panjang dan berantai. Sementara personil otoritas pers amat minim kemampuannya melakukan silang periksa terhadap informasi yang di buat dari waktu ke waktu. Para ahli pakar pers ini belum memiliki database yang tersistem secara time series diupdate untuk menjadi basis data mengolah suatu kasus aduan. Ketokohan personil otoritas pers amat tergantung kepada kemampuan mereka mengingat data dan informasi dari masa lalu, kini dan akan datang. Sayangnya hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan memori referensi yang baik. Rakyat Indonesia juga karena kebhinekaannya dengan aneka ragam karakter manusianya, nampaknya dengan cepat melupakan data informasi dari media hanya dalam beberapa waktu saja.
Lebih parah lagi, oknum tertentu anggota otorita pers dapat membuat opini di media sebelum menjalankan fungsinya secara formal. Seringkali kedangkalan memahami kasus pers diatasi secara vulgar dengan oknumnya ikut berdebat di media dan oknum seperti ini sering terpancing melakukan vonis terhadap teradu sebelum sidang pengadilan dilakukan, karena terjebak dalam opini trial by the pers pada kasus yang dikucilkan dari hubungan sebab akibat pemberitaan yang kompleks.
Keangkuhan menilai informasi dengan hanya menyederhanakan kompleksitas kasus demi dan atas alasan kebebasan pers. Para pemegang kewenangan pers seperti ini sangat kekukeuh dan otoriter dengan pendapatnya. Selalu sangat mengagungkan senioritas dan pengalaman. Padahal dinamika dunia ini tak pernah berhenti selalu membawa paradigma baru yang tidak akan masuk ke dalam memori cerdas otak bila tak ada update informasi individu.
Sangat berat bagi masyarakat untuk menilai sebuah kasus media, apalagi yang muncul dari media besar dengan corong kepentingan politik. Ekspos berulang seperti teror mental berita yang temanya sejenis dengan hanya merubah judulnya amat melelahkan untuk diikuti, sehingga rangkaian informasi lengkap dari awal sampai akhir amat sulit untuk diikuti pencernaan otak pemirsa. Pemahaman pemirsa kadangkala hanya terbentuk pada potongon tertentu dari informasi dan akhirnya menjadi tersesat di rimba media dan informasinya.
Kondisi ini amat merugikan masyarakat luas, karena fungsi pers yang mendidik publik menjadi terbalik menjadi pereduksi cakrawala publik terjebak dalam disinformasi yang melelahkan yang berakhir pada apatisme tentang informasi yang berkualitas. Reduksi informasi yang dapat memenuhi kriteria informasi sehat, telah menekan juga banyak media, karena pemirsa menjadi tak perduli dengan isi informasi yang disajikan mereka. Media ini jalan terus dengan kaca mata kuda dan menutupi biaya dengan memperbanyak porsi iklan dan ekspose costumer yang mau bayar. Maka akhirnya semua terjebak dalam perangkap komersial materialistik yang mengagungkan kekuatan uang menjadi ukuran kredibilitas integritas informasi.
Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas kebebasan pers, khususnya dalam pengaduan kasus pers agar justifikasi otoritas pers tidak bias, dalam melakukan pengaduan sebaiknya materi dibuat secara komplet, yaitu semua informasi terhadap obyek aduan di buat secara lengkap dari satu judul ke judul sejenis dirangkai ke dalam tema aduan dengan data time series dan sumbernya akurat.
Aduan yang sahih harus berdasarkan evauasi kriteria parameter informasi seperti dalam artikel http://www.kompasiana.com/herson61-1/revolusi-mental-cuci-otak-waspadai-media-propaganda-era-modern_566a50831093735106e85008
Harus ada gudang referensi evaluasi terhadap kinerja otoritas pers yang dipublikasikan secara terbuka dan interaktif publik dengan membangun dan mengoperasikan Sistem Informasi Kebebasan Pers.
Fitur utamanya adalah untuk memberdayakan publik memberikan haknya turut membuat media informasi lebih berkualitas produknya dalam mengisi rohani dan jasmani manusia Indonesia yang berkarakter integritas semakin tinggi bersatu teguh kukuh memberi dinamika kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kriteria parameter utama untuk indikatornya secara ilmiah sebagaimana disebutkan di atas kriteria parameter indikator informasi. Ahli hukum, ahli teknologi informasi, ahli komunikasi publik, para pengacara, pemerintah, swasta dan masyarakat tentu akan amat butuh database yang terbentuk dalam sistem informasi ini.