Maksud Tulisan ini hanya membuka wacana cara penanggulangan kabut asap yang terjadi seperti menambah musim di Indonesia yang biasanya cuma 2, menjadi 3 musim, yaitu musim hujan, musim kemarau dan musim asap. Orang yang terpapar asap berbulan-bulan tak banyak yang diharapkan dari mereka karena lingkungan yang amat membatasi gerak langkah mereka. Mereka tak mungkin diharapkan menjadi superman yang sanggup membiayai, melengkapi alat, memobilisasi massa dan lainya untuk memadamkan api yang amat luas cakupan areanya jauh dari gapaian kehebatan manusia.
Disampaikan secara ringkas termasuk beberapa pengalaman lapangan di Kalimantan Tengah, juga beragam cara penanganannya, disertai kendala dan hambatannya sebagai upaya membuka menggugah daya pikir nalar manusia yang sudah mampu pergi ke Bulan dan banyak penciptaan hebat, yang perduli untuk memikirkan solusinya, bahkan kalau bisa memberi solusi yang paling jitu.
A. Pemanfaatan Air Tanah di Kalimantan Tengah
A.1. Masalah Blocking Canal.
DR. Suwido H. Limin, M.Si (SHL) ahli lahan gambut, perintah GALI KANAL (Kalteng Pos / Tabengan 25 Sep15), hendaknya tak langsung ditelan jadikan proyek. Jangan buka PLG Proyek Lahan Gambut Jilid 2. Tugas kita seharusnya memulihkan ekosistem gambut yg terdegradasi dan cepat mengering akibat pembangunan Kanal Berlebih PLG Sejuta Hektar yg gagal menjadi sentra penghasil beras, tapi justeru menghasilkan asap. Kanal, akan alirkan air keluar dari ekosistem gambut, shg muka air tanah gambut sangat dalam pd msm kemarau, pd titik tertentu (kubah) mencapai 200cm. Pengaruh blocking canal yg dibuat 2005, muka air tanah diukur pd bulan yg sama tahun berbeda, naik bervariasi antara 9-151cm tergantung letak titik pengukuran. Data terbaru (Sep '15), lapisan gambut terbakar selama 67,5 jam, lapisan hilang 54cm, 57cm, 62cm (Ketebalan gambut pd titik tersebut 313cm, muka air tanah 209cm). Mari kita kaji dulu, sebelum terlanjur keliru. Tks. Suwido Limin. CIMTROP Palangka Raya.
A.2. Pengeboran Air Tanah.
Air tanah khususnya di Kalimantan Tengah masih cukup tersedia karena tak ada pemakaian industri.
SHL. Saya dengan TSA Tim Serbu Api Kalteng perlu belajar dan berlatih keras, agar bisa kerja seperti Tim lainnya. Kenapa? Dalam acara ILC (Indonesia Lawyer Club) dg topik kebakaran, ada peserta yang menyatakan, padamkan 1 ha cukup SETENGAH jam. Di media cetak, 3 hari 17 orang mampu padamkan 150 ha. Sedangkan TSA, padamkan dgn sistem menyapu atau membasahi seluruh bidang seluas 4,0 ha, 16 orang kerja diujung nozzle, memerlukan waktu 4 hari di lokasi dgn total waktu semprot 101,5 jam dengan total air 730.800 liter (hitungan dgn debit 2,0 l/detik, walaupun nozzle tertentu 2,5 - 2,7 l/detik). Saya teringat Keynote Speaker dalam Seminar Gambut Internasional di Bogor, yang laporkan telah berhasil hijaukan ratusan ribu hingga jutaan ha. Saya tanya, kalau hanya tumbuh 1 pohon dari yg ditanam 500-1000 phn/ha, apa dibilang satu hektar? Beliau tak bisa jelaskan. Tks. SHL.(09.10.15).
1)Di Tbg Nusa Jl. Mahir Mahar km 33, tgl 29 Sep - 2 Okt pk 01.40, buat 2 sumur bor dan 1 bak air serta gunakan 1 sumur bor masyarakat. Total waktu penyiraman selama 4 hari (3, 3, 3, 1 nozzle) 113 jam. Total air yang disiram 813.600 liter. Luas yang dipadam total kl 3,5 ha.
2)Di Bundaran Burung Jl. Adonis Samad, 2 Okt pk 02.15 s/d 6 Okt pk 09.00. membuat 2 sumur bor dan gunakan air parit. Total waktu penyiraman selama 4 hari (5, 2, 3, 1 nozzle) 101,5 jam. Total air 738.800 liter luas kl 4 ha.
3)Di Jl. Lingkar Dalam. Mulai 6 Okt pk 10.15, diperkirakan 2-3 hari lagi masih kerja menyapu bara atau api dibawah tanah (ground fire). Hari ini Jum'at 9 Okt Kadisbun Prov dan Ka. BPBD Prov menyaksikan langsung cara kerja TSA di lapangan (Lingkar Dalam) dan memberi bantuan. Tks. SHL (09.10.15).
A.3. Hujan Buatan (HB).
HB amat tergantung dengan kehadiran awan dan arah angin, selama tak ada awan colomunimbus (CB) dan arah angin yang tepat, maka hujan ini tak bisa direkayasa. Kemarau itu identik dengan nihilnya awan CB dan arah angin yang cenderung statik.
A.4. Pengboman Air.
Memanfaatkan Pesawat, yaitu terkendala ketersediaan sarana / prasarana pesawat, manajemen operasi, tenaga, waktu, biaya dan kondisi alam yang berasap tentu saja sulit ditembus oleh pilot, karena untuk mengebom target dengan air butuh ketinggian yang tepat dan volume air yang signifikan. Di samping itu sumber air jarang tersedia dekat pada musim kemarau.
B. Partisipasi Masyarakat.
B.1. Carbon Trading (CT).
Sudah banyak dilakukan konsep CT ini khususnya melalui bantuan asing seperti REDD+ Norwegia via PBB, namun dalam prakteknya sampai akhir proyek masyarakat belum melihat hasilnya, yaitu kepada masyarakat yang mampu memelihara flora / tanamannya bahkan terus menambahnya akan mendapat kompensasi di bayar dengan uang karena menghasilkan oksigen bagi alam.
B.2. Hutan Kemasyarakatan (HK).
Konsep Hutan Kemasyarakatan ini hampir serupa dengan CT, namun juga belum nampak hasilnya karena kesulitan mengakui hak masyarakat dalam hutan yang amat erat dengan kepastian hukum tanah masyarakat / adat yang pada umumnya mayoritas tak ada dokumennya.
B.3. Demonstrasi.
Kiat ini kendalanya adalah mobilisasi massa selalu dianggap identik dengan keinginan orang tertentu secara politik ingin menampilkan ketokohannya dengan memanfaatkan momentum tertentu. Masyarakat cenderung apatis bila ada ajakan demo, karena hasilnya belum jelas, juga sudah melihat contoh-contoh tokoh yang semula giat demo setelah masuk ke sistem tertentu, menjadi diam dan malah makin tidak jelas.
B.4. Penggalangan Dana Masyarakat.
Inisiatif penggalangan dana bersifat temporer dan kurang mendapat dukungan publik, karena uang yang terkumpul tak bisa dikethahui dengan jelas dan tak ada auditnya, karena bersifat sukarela amat tergantung kejujuran penggagas dan pelaksananya tanpa ada ketentuan yang mengaturnya dengan amat tegas.
B.5. Ritual Magis (RM).
Banyak dilakukan dengan pawang hujan (misalnya menceburkan kucing, mejahili kodok dan lain-lain) untuk meminta alam menindaklanjuti permohonan membuat hujan dari masyarakat tertentu. Kiat ini nampaknya sudah sering dilakukan, namun kendalanya adalah tak ada kepastian hasilnya dengan jutaan alasannya pula.
B.6. Berdoa Kepada TYME Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang baik sendiri atau berkelompok telah melakukannya, namun kendalanya adalah asap muncul karena alam telah berubah atau cenderung rusak, yang ditimbulkan oleh kiat merubah alam yang telah di buat seimbang oleh TYME dirubah secara ekstrim oleh manusia. Barangkali untuk doa bisa terjawab, maka komitman segenap pihak mengembalikan keseimbangan alamiah kepada hakekat penciptaanNya sebagaimana banyak tertuang dalam kitab-kitab Suci.
B.6. Hujan Duit.
Karena proyek lingkungan khususnya bantuan asing itu cukup banyak dan hasilnya nihil terbakar juga, maka sebaiknya berdasarkan peta citra satelit di buat peta potensi kebakaran hutan dan lahan. Lalu secara periodik disiapkan sejumlah uang baik dari hasil donasi, maupun lainnya yang dibungkus per lembarnya kedap air.
Pada lahan tersebut di atas, dengan helikopter ditaburkan duit itu seperti hujan duit. Maka mungkin saya pun akan mendatangi lokasi tersebut untuk mencari duit sambil plesiran, misalnya berburu atau mencari tanaman hutan seraya cari duit. Dengan cara ini patut dilakukan plot / lokasi percobaan, lokasi di buat sekat bakarnya yang baik dan diamati apakah lahan hujan duit itu tersebut tetap di bakar pada saat musim kemarau atau terbakar karena faktor alamiah.
B.7. Pilot Proyek Desa Subsidi Kebakaran.
Cara ini dengan menetapkan suatu desa yang rutin terbakar sekitarnya bila musim kemarau, dengan perhatian manajemen yang sangat khusus dibuat desa itu menjadi desa yang mendapat pemenuhan kebutuhannya sehingga kondisinya lebih maju dari desa lainnya. Dilakukan monitoring dan evaluasi dengan intelijen apakah sekitar desa itu masih tetap terjadi kebakaran pada saat kemarau, bisa diamati dengan memasang kamera pengintai seperti yang di bangun oleh Jepang di Kalimantan Tengah di Desa Kalampangan.
Â
Demikian tulisan saya, mohon maaf bila dangkal dan banyak kekurangannya, daripada tak banyak yang bisa dilakukan di tempat saya, karena asap yang tak kunjung berhenti sampai saat ini. Kami hanya berharap keterbatasan manusia dalam menganggulangi hal ini hanya bersifat sementara, karena manusia dikarunia otak akal pikiran yang mulia melampuai segala mahluk lain di muka bumi ini dan manusia sudah banyak membuat problem sekaligus solusi yang signifikan buat peradaban manusia yang lebih baik.
Setelah 18 tahun terpapar asap kami / saya masih baik-baik saja, barangkali dalam kadar yang tidak pekat asap ini mengandung banyak zat alamiah bergizi tinggi yang mampu memberi kenaikan level daya tahan manusia, yaitu kandungan dari seperti flora / fauna langka dan tanah langka yang terbakar akumulatif yang berbeda dari asap industri beracun.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H