Dua ribu tahun yang lalu, Hukuman menjatuhkan seorang anak manusia tersalib dengan tuduhan penistaan agama. Hukuman yang terpaksa dijatuhkan oleh Penguasa saat itu demi menghindari amuk massa yang beringas menyerukan agar dia disalibkan. Walaupun sudah banyak diperbuat untuk melepaskannya termasuk penyiksaan dan memberikan pilihan lain tetapi massa pada jaman itu berusaha untuk mengadilinya. Dan tentunya penguasa saat itu menimbang adalah lebih baik mengorban satu orang daripada terjadinya pemberontakan. Dengan mencuci tangan dihadapan orang banyak saat itu, dia akhirnya memenuhi tuntutan orang dengan memberikan vonis DISALIBKAN.
Cerita diatas tentu beda jaman dan beda latar belakang dengan Basuki Tjahaya Purnama (BTP) lebih dikenal dengan sebutan Ahok. Yang satu dianggap Nabi bahkan Putra Tuhan oleh sebagian besar orang hingga saat ini dan satu lagi adalah seorang Politikus berjabatan Gubernur non aktif DKI Jakarta saat ini. Walaupun beda, mereka berdua dituduh sebagai penista Agama. Yang satu dituduh menghina Tuhan karena dia menyebutnya sebagai PutraNya sesuai dengan nubuatan yang telah dinubuatkan para nabi jauh sebelumnya dan satu lagi karena mengucapkan” jangan mau dibohongi pakai ayat Almaidah 51” dari Kitab suci Agama Islam.
Adalah naif apabila saya mensejajarkan mereka dan saya tidak menempatkan Ahok sebagai Nabi atau junjungan yang ajarannya dan perilakunya harus ditiru. Mereka memang berbeda dari kita kebanyakan, yang satu berani mengecam pemimpin-pemimpin Agama kala itu didominasi oleh kaum Farisi dan Saduki sehingga dicari segala cara untuk menjebaknya. Akhirnya Ia pun bisa ditangkap karena penghianatan oleh salah satu pengikutnya.
Sedangkan Ahok pengikut ajaran yang disalibkan tersebut sudah sering mengecam kelakuan Ormas Agama bernama FPI, saat ini didesak dengan Demo Bela Islam yang sudah 2 edisi walau sudah 2 kali memberikan dirinya diperiksa oleh Bareskrim Polri dan meminta maaf tetapi tidak mengubah pendirian para penuntutnya agar segera dihukum. Demo kedua kalinya ini telah diarah kepada penguasa negara saat ini Presiden Joko Widodo dengan tuntutan segera menggelar perkara kasus dugaan penistaan agama. Bahkan demo sejatinya damai ini terlihat seperti memaksakan kehendak agar ahok segera dihukum.
Intrik Pemimpin Agama jaman dulu menghasut rakyat agar berteriak keras-keras “Salibkan dia” dan mengintervensi hak pemeriksaan Penguasa kala itu dengan menyatakan bahwa orang yang menganggap dirinya raja adalah musuh Kaisar. Saat ini, melalui demo 411 yang seharusnya berakhir damai pada pukul 18.00 wib tetapi berakhir ricuh dan memindahkan arena demo dari istana ke gedung dewan, intervensi itu sudah ada dengan menyatakan bahwa orang kafir tidak boleh menggunakan kitab suci Al Quran untuk kepentingannya. Dia di cap sebagai kafir dan orang kafir layak dihukum karena menyitir kitab suci mereka.
Cerita dua ribu tahun yang lalu dihukum dengan disalibkan melalui pengadilan yang sangat memalukan, sedangkan Ahok saat ini masih harus diperiksa dan segera mungkin disidangkan.
Teka-teki akhir kasus Ahok tentang penistaan agama ini apakah berakhir dengan Penjara (Hukuman disalibkan tidak berlaku lagi saat ini kecuali Hukuman ala ISIS) dan menyudahi karir politik sang Gubernur non aktif? Apakah penguasa saat ini tunduk terhadap desakan peserta Demo Bela Isalam II seperti Pontius Pilatus memberikan vonis disalibkan?
Mari kita menanti babak baru proses hukum terhadap Ahok sipenista agama ala FPI,HMI dll selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H