Ditulis di Surabaya, 6 Desember 2012.
Nama saya Yunanfathur Rahman. Saya adalah dosen muda di program studi Sastra Jerman Universitas Negeri Surabaya. Tulisan ini merupakan buah apresiasi saya akan ekranisasi film „Habibie & Ainun“. Indonesia butuh banyak informasi dan juga motivasi, saya yakin apa yang disampaikan buku „Habibie & Ainun“ merupakan hal penting bagi bangsa ini. Hal yang sama juga diharapkan tervisualisasi dengan sempurna melalui filmnya.
Sosok B.J. Habibie adalah seorang tokoh yang terkenal. Beliau memang dikenal sebagai ahli di bidang kedirgantaraan. Rancang bangun pesawat adalah keahlian utama beliau. Indonesia pantas berbangga memiliki pejuang sejati seperti B.J. Habibie. Beliau beserta istri dan anak-anak mereka telah mencapai tingkat kemapanan yang luar biasa di negeri Angela Merkel ketika diminta untuk kembali ke Indonesia. Tetapi demi membangun dan memajukan Ibu Pertiwi, B.J. Habibie dan keluarga mau meninggalkannya.
Semangat B.J. Habibie untuk memajukan negerinya tidak mungkin muncul begitu saja. Semangat ini sangat mungkin terbentuk karena pengaruh dari lingkungan yang membesarkannya, semangat berinovasi masyarakat yang membesarkannya, masyarakat dan budaya Jerman. Masyarakat Jerman yang sangat bangga akan negaranya membuat beliau terdorong untuk juga mencintai negaranya dengan benar. Semangat berinovasi bangsa Jerman mengasah beliau menjadi pribadi yang brilian di bidangnya. Beliau lama tinggal di Jerman, mulai pada masa kuliah untuk menimba ilmu dan setelah kuliah untuk mengaplikasikan ilmu dan kemudian kristalisasi teori dan aplikasi bertahun-tahun ini berusaha beliau wujudkan untuk memposisikan bangsa Indonesia sejajar dengan bangsa maju lainnya. Bukti nyata kemilau kristal ini adalah N-250 „Sang Gatot Kotjo”. Ketika pesawat bikinan negeri bambu mulai berjatuhan, tidak pernah satupun „Gatot Kotjo“ mengalami masalah yang berarti. Ini adalah bukti bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan ketika kemauan ada.
B.J. Habibie menuliskan kisah inspiratif hidupnya dalam buku dengan judul „Habibie & Ainun“. Buku dengan tebal 323 halaman ini sungguh luar biasa, waktu itu tanggal 17 Juli 2011 saya beli buku ini untuk „teman“ di perjalanan dari Yogyakarta ke Surabaya. Dan baru kali ini saya bisa menghabiskan satu buku dalam perjalanan semacam ini. Hal yang biasa terjadi ketika membaca dalam suatu perjalanan adalah timbulnya rasa kantuk beberapa saat setelah membaca, tetapi kisah yang disampaikan B.J. Habibie melalui buku ini sungguh luar biasa, sehingga membuat saya terjaga dan menyelesaikan pembacaannya dalam perjalanan. Saya merasa bahwa semua yang disampaikan dalam buku ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk bisa menjadi kenyataan. Semua yang disampaikan bukanlah kisah fiktif, bukan cerita rekaan, melainkan kejadian dan figur-figur nyata yang didasarkan catatan harian B.J. Habibie. Oleh karena itu semangat dan pencapaian B.J. Habibie ini sangat mungkin dicapai oleh orang lain dari manapun, dan tentu saja orang Indonesia.
Meskipun besar di Eropa, menghabiskan puluhan tahun waktunya di Jerman, B.J. Habibie masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya timur ala Indonesia. Beliau masih sangat Indonesia ketika beliau dalam pembuatan filmnya berpesan agar tidak ditampilkan adegan ciuman ala barat, karena memang bukan seperti orang barat beliau bertingkah laku. Perkataan beliau yang menentang adegan ciuman ala barat „No way! It’s not the nature of my wife.” menunjukkan bahwa nilai ketimuran masih sangat dipegang beliau.
Saya sudah membaca buku „Habibie & Ainun”. Saya banyak belajar tentang motivasi, nasionalisme dan juga semangat pantang menyerah dari B.J. Habibie. Saya yakin visualisasi buku ke dalam bentuk film ini akan sangat mirip dengan ide B.J. Habibie karena beliau „mengawal“ pembuatan film ini dengan memberikan masukan dan pendapat terhadap pembuatan film ini. Komentar B.J. Habibie langsung „mendarat“ ke aktor Reza, pemeran B.J. Habibie. Reza bahkan dipantau langsung dan dikritik oleh B.J. Habibie ketika syuting. B.J. Habibie mengkritik karena kekurangpasan Reza dalam menginterpretasikan kejadian pertemuan B.J. Habibie dengan Sang Istri, karena menurut B.J. Habibie tidak seperti itu ketika beliau bertemu „Ibu“.
B.J. Habibie pernah berkata „Jangan banyak bicara, wujudkan dalam sebuah karya nyata, just do it.” Ini juga yang mengilhami saya untuk menulis tentang „Habibie & Ainun“. Saya akan nonton film ini, saya sudah merencanakan untuk nonton film ini dengan mahasiswa semester I di kelas saya. Mereka perlu tahu bagaimana semangat berinovasi yang „menikah” dengan nasionalisme akan mengetarkan dunia. Kami akan sangat senang jika kamudian ada acara tentang film ini, tidak hanya nonton film, melainkan juga ada pembahasan tentang film ini, tentang semangat berinovasi dan juga nasionalisme „Habibie & Ainun“. Terima kasih.
TULISAN INI SEBENARNYA DIALAMATKAN KE MD PICTURE, TETAPI EMAIL info@mdpictures.com TIDAK BISA MENERIMA EMAIL SAYA. JADI YA DIBAGI DI SINI SAJA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H