[caption caption="WARTA KOTA, 18 November 2014"][/caption]Dalam 2 bulan terakhir ini, jagad Kompasiana benar-benar dikuasai Ahok. Setiap saya menelusuri Rubrik Politik, maka saya akan melihat seperti ini : Ahok, Ahok, bukan, Ahok, bukan, Ahok, Ahok, bukan, bukan, Ahok lagi, Ahok lagi, dan Ahok lagi...... Whuiikk...emang Ahok itu siapa sih? Kok sampai-sampai banyak pihak melototi Ahok. Mulai dari parpol, tokoh politik, pengamat politik (baik yang pro maupun yang dadakan), pemuja, pembenci, semuanya melototi Ahok dengan penuh kekaguman, kebencian, sok tau, sok bego, sampai yang sok bijak. Pokoknya semua “mendadak Ahok”.
Gara-gara satu orang yang namanya Ahok ini, sampai muncul istilah “deparpolisasi”, “kristenisasi”, dan “sasi-sasi” lainnya, persis kayak Vicky Prasetyo (itu lho...mantannya Zaskia Gotik..). Malahan ada yang berhalusinasi tentang korupsi RS Sumber Waras, 9 Naga (whuiikk....kayak cersil Kho Ping Hoo saja...), dan entah apa lagi. Ck..ck..ck....kayak pecandu narkoba saja, hobinya berhalusinasi. Nah, daripada sibuk berhalusinasi, mending kata ngomong fakta saja. Oke?
1. Fakta bahwa sejak kepemimpinan Ahok, banjir di DKI bisa surut dalam hitungan jam. Nggak percaya? Jalan-jalan saja keliling ibukota pas habis hujan lebat dan pelototi itu daerah yang lagi banjir sampai beberapa jam. Kalau nggak sabar, yo monggo baca saja di sini
2. Fakta bahwa dalam kepemimpinan Ahok, masyarakat DKI yang punya tanah/rumah tinggal dengan nilai 1 milyar rupiah kebawah tidak lagi bayar PBB mulai tahun 2016. Nggak percaya? Beli saja rumah tinggal di Jakarta yang NJOP-nya semilyar kebawah, terus lihat PBB-nya untuk tahun 2016 ini. Kalau nggak punya duit, silahkan lihat di sini
3. Fakta bahwa sejak kepemimpinan Ahok, mengurus perijinan dan KTP di pemerintahan/instansi DKI setempat, nggak perlu lagi pakai “nyogok”. Dan itupun juga prosesnya sangat cepat. Nggak percaya? Datang saja ke kantor Kelurahan, Kecamatan, atau instansi sejenis, buat ngurus apa kek. Kalau kalian bukan warga DKI, ya mari kita lihat saja di sini
Sebenarnya sih masih banyak fakta-fakta hasil pemerintahan Ahok yang dirasakan langsung oleh rakyat kecil DKI, Cuma capek nulisnya. Lagian 3 fakta di atas saya pikir sudah cukup.
Saya jadi teringat apa yang dikatakan Ahok dalam acara “Mata Najwa” tanggal 16 Maret kemarin yang kurang lebih begini: “Nggak penting apa saya akan jadi gubernur lagi di tahun 2017 nanti, yang paling penting, saya sudah menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih...” THAT’S THE POINT!!! Itulah poin dari artikel ini. Menurut saya, sudah tidak penting lagi kita meributkan apakah Ahok harus didukung atau digusur dari pencalonan Pilgub DKI tahun 2017 nanti. Yang paling penting justru, Ahok telah menanamkan pondasi bagaimana pemerintahan yang bersih dan memberi manfaat bagi rakyat kecil. Dan jika pondasi yang ditanamkan oleh Ahok cukup kuat, maka mau setan belang kek, malaikat kek, yang memerintah DKI sejak tahun 2017 nanti, jangan sekali-kali bermimpi untuk membongkar pondasi tersebut kalau nggak pingin diceburin ke kali Ciliwung sama rakyat Kecil DKI.
Pondasi yang ditanam Ahok, memakan biaya tidak sedikit. Untuk membuat banjir di DKI cepat surut, Ahok merekrut ribuan PHL (Pekerja Harian Lepas) untuk membantu petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) dengan upah setara UMR. Untuk membuat permohonan perijinan diproses cepat dan nggak pakai nyogok, Ahok harus mengalokasikan anggaran sangat besar untuk menaikkan gaji PNS hingga 7 juta ke atas, sehingga mereka nggak perlu lagi nyari uang sogokan buat mengebulkan asap di dapur mereka. Untuk membebaskan rakyat kecil DKI dari PBB, Ahok harus mengorbankan PAD terpaksa turun sekitar 4 trilyun per tahunnya. Dan dana untuk semua itu Ahok dapatkan dari mana? Ya salah satunya dari dana yang berhasil diselamatkan dari jarahan para perampok anggaran yang tidak berkutik lagi sejak pemerintahan Ahok.
Nah, kalau nanti saat Pilgub DKI, para musuh Ahok mau mengeroyok, silahkan. Karena kalau toh mereka berhasil menggusur Ahok, dan mereka berkuasa, mereka tidak akan bisa seenak udelnya merampok anggaran DKI seperti jaman pemerintahan sebelum Ahok. Karena jika mereka masih saja nekad melakukannya, maka kualitas pelayanan masyarakat pasti akan kembali bobrok seperti jaman sebelum Ahok. Kalau sudah begitu apa rakyat akan diam saja? Ingat, rakyat kecil sekarang ini cenderung nekad kalau apa yang sudah didapat direnggut kembali. Jadi, siapapun yang akan memimpin DKI nanti, mau tidak mau harus meneruskan program2 yang sudah dirancang Ahok, atau setidaknya, “membiarkan” pondasi yang sudah ditanam Ahok, kalau nggak pingin diceburin ke kali Ciliwung sama rakyat. Dan celakanya, kedua jalan tersebut tidak memberi peluang buat pemimpin selanjutnya untuk berbagi jarahan anggaran dengan DPRD. Jadi, apa relevansinya kita meributkan apakah Ahok harus tetap jadi Gubernur atau digusur? Karena apapun hasilnya, pondasi yang sekarang sudah ditanamkan Ahok, tetap akan tetap terbangun atau setidaknya terpelihara.
Mikiirr........
Bogor, 19 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H