Hal yang memang harus saya sadari, menulis di tengah lautan tulisan tak bertepi sesekali membuat saya "tenggelam", alias gagal dalam menulis, atau kalah bersaing dengan para penulis lainnya. Itu sangatlah wajar karena di dunia kompetisi mana pun, pasti ada yang kalah, ada juga yang menang. Sesekali saya menjadi pemenang, sesekali pula saya harus menjadi pecundang. Situasi seperti ini sebenarnya membuat hidup semakin menggairahkan, tidak monoton, dan tantangan demi tantangan yang ada bisa memompa semangat untuk lebih kreatif lagi dalam berkarya.
Ketika tenggelam maka berusahalah untuk menguasai diri, keluar dari air yang dalam, lalu belajar berenang kembali. Itu hanya sekilas perumpaan bahwa dalam setiap kegagalan, termasuk jika mengalami kegagalan dalam menulis, saya harus mau belajar lagi, lagi, dan lagi. Begitu seterusnya karena hidup pun mengajarkan kepada saya untuk terus belajar, tidak boleh berpuas diri, dan tetap rendah hati.
Pada akhirnya, menulis di tengah lautan tak bertepi, ibarat saya turut menyumbahkan banyak ide maupun gagasan, bersama-sama dengan banyak orang, yang tak terhitung jumlahnya, demi kebaikan sesama. Menjadi sebuah lautan yang maha luas, berisikan banyak insan kreatif, menghasilkan karya-karya kreatif, menjadi satu keluarga besar yang penuh ide, wawasan, pengetahuan, untuk membuka jendela ilmu bagi banyak orang, lewat tulisan.
Itu sebenarnya merupakan bentuk lain dari kebahagiaan seorang penulis. Jadi, mengapa harus berhenti menulis di tengah lautan tulisan tak bertepi? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H