Suasana teras Omah Ampiran Rabu (26/3/2025) agak berbeda. Biasanya teman-teman mampir ngobrol mengenai sastra, proses kreatif penulisan, dan review buku. Sore yang gerimis di bulan Ramadhan, pembicaraan di Omah Ampiran beralih menyangkut proses penerbitan buku. Hal ini berkaitan dengan keinginan Komunitas Omah Kayu, Jomblangan, Bantul, Yogyakarta, ngangsu kaweruh dalam menerbitkan buku antologi (kumpulan tulisan) Memetik Hikmah di Balik Kisah.
Obrolan seru dunia penerbitan dipantik oleh Cak Kandar (Penerbit Interlude) yang ditanggapi pengurus dan anggota Komunitas Omah Kayu, antara lain Nadzifah, Ana Mawar, Henry, dan Tari Handrianingsih.
"Sesungguhnya sebuah penerbitan buku memerlukan editor. Hanya saja terkadang orang yang berada di posisi editor sering serba salah, padahal ia telah berusaha mati-matian agar tulisan nyaman dibaca," ujar Cak Kandar membuka obrolan.
Dijelaskan lebih jauh, jika editor salah sedikit saja, kurang teliti dalam mengoreksi kata (misalnya di balik pintu menjadi dibalik pintu), maka editor merupakan pihak yang dengan mudah dijadikan "bulan-bulanan".
Sebaliknya, ketika tulisan yang semula "amburadul", setelah melewati proses editing menjadi komunikatif, enak dibaca, maka nama seorang editor tidak pernah disinggung. Penulis merasa memang tulisannya sudah bagus dari sono-nya.
Peran editor adalah menjembatani antara penulis dan penerbit, sehingga karya penulis dapat diterbitkan dengan layak, baik dari sisi isi maupun sarana penyampaiannya (unsur-unsur kebahasaan).
"Jadi kalau teman-teman sudah mempercayakan Mas Herry Mardianto sebagai editor, maka percayakan sepenuhnya, ia akan memeriksa struktur cerita, alur, logika dalam kisah-kisah inspiratif yang ditulis oleh teman-teman Omah Kayu," tegas Cak Kandar.

Hal lain yang sangat merenik kerja editor adalah saat memeriksa kesalahan ketik, memperbaiki kalimat kurang efektif, dan menggabungkan paragraf agar terasa logis dan runtut, tidak terjadi ambiguitas. Semua dengan tanpa mengubah esensi substansi tulisan.
Tantangan yang kurang lebih sama terjadi ketika mengedit dua puluh satu karya kisah inspiratif emak-emak (umumnya single parent) Omah Kayu- ada beberapa dari luar komunitas dan bukan single parent- yang sebelumnya mengikuti pelatihan kepenulisan selama sehari. Ide mereka cukup menarik mengenai perjuangan hidup, mendidik anak, mencari ilmu, mengumrohkan orang tua, luka batin, dan meraih mimpi.
Kerja keras dilakukan editor karena hanya beberapa penulis yang sudah akrab dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar secara referensial. Bahkan ada yang baru pertama kali menulis. Satu dua tulisan harus mengalami revisi karena kisah ditulis bercampur dengan bentuk artikel dan keluar dari kesepakatan substansi.
"Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kisah inspiratif yang akan diterbitkan terbebas dari kesalahan kebahasaan maupun substansi dan dapat dinikmati oleh pembaca," tukas Herry.