Masih ada toples gula-gula di samping kasir yang sibuk menghitung uang pada mesin barunyaÂ
Perangko dalam plastik buram belum dijilat dingin ludah Kartu pos bergambar sepeda menggantung bagai sejarah yang minta dibaca.
Begitulah penggalan puisi "Toko Buku Erlangga" yang diletakan di lipatan cover depan buku Harum Serbuk Tembok: Kumpulan Puisi Mutia Sukma (Penerbit JBS, 2024).
Dari tiga puluh lima karya yang termuat, puisi ini menjadi salah satu karya penting karena secara semiotik menggambarkan kenangan masa kecil penulis.
"Puisi itu merupakan kenangan masa kecil yang tertinggal. Sampai sekarang pun  kalau sedang mengenang-ngenang, masih belanja ke Erlangga," ujar Sukma yang ketika kanak-kanak tinggal bersama orang tua di Kotagede, Yogyakarta. Toko Buku Erlangga merupakan toko lawas yang menjadi saksi perubahan Kotagede.
Kedekatan penyair terhadap Kotagede begitu mengakar kuat, sehingga buku ini pun semula obsesinya bercerita mengenai Kotagede. Cuma memang, menurut Sukma, banyak puisi yang kurang berhasil, meleset dari angan-angan.
"Jadi, akhirnya bingkainya  keindahan masa lalu, baik yang fisik ataupun kedirian," papar lulusan Pasca Sarjana Sastra UGM  sambil tersenyum simpul.
Toko Buku Erlangga
Bekas tangan kecilku tertinggal di atas kotak monopoli yang masih ada di rak yang sama Tongkat pramuka, bendera bergambar bunga dan tali menali menyimpul dari siagaku yang belia.
Di dalam pot, daun plastik berdiri dalam tahun-tahun lama batuan yang menyembul di antaranya meninggalkan bekas putih lem tembakÂ
Barangkali, dulu aku yang mengelupasnya.
Masih ada toples gula-gula di samping kasir yang sibuk menghitung uang pada mesin barunyaÂ
Perangko dalam plastik buram belum dijilat dingin ludahÂ
Kartu pos bergambar sepeda menggantung bagai sejarah yang minta dibaca.
Dalam puisi tersebut, Toko Buku Erlangga, menjelma sebagai simbol ruang kenangan, merekam jejak memori masa kanak-kanak penulisnya.
Kehadiran masa lalu  membekas pada objek-objek material, setidaknya terwakili oleh gambaran bekas tangan kecil di kotak monopoli-jejak masa kecil yang tidak pernah benar-benar hilang meskipun waktu bergulir.Â
Toples gula-gula mewakili kesederhanaan dan kebahagiaan masa lalu. Di sisi lain, perangko dalam plastik buram dan kartu pos mengisyaratkan sejarah yang perlahan terlupakan.
Kehadiran puisi ini merupakan refleksi retrospektif, mengikuti alur kenangan. Secara menyeluruh puisi "Toko Buku Erlangga" menggambarkan perasaan kenangan masa lalu yang  kompleks, menghubungkan benda-benda kecil dengan pengalaman pribadi  begitu menyentuh.
Melalui simbol, metafora, dan amatan  sosiologis, puisi ini mengajak pembaca merenungkan bagaimana benda-benda fisik menjadi saksi perjalanan waktu dan dinamika kehidupan.